O.3

175 44 4
                                    

"Han Jisung kerjain pr lo" Titah Felix pada temannya yang sedang bermalas-malasan di kasur milik Felix.

Jisung berkunjung kerumah Felix sore ini, rencananya mengerjakan tugas bersama. Tapi sampainya di kamar Felix, Jisung malah langsung merebahkan tubuhnya di kasur Felix.

Katanya kasur milik Felix lebih empuk dibanding kasur miliknya membuatnya mengurungkan niat awalnya berkunjung.

Oh iya, Felix dan Jisung tinggal bertetanggaan. Balkon kamar mereka berdua pun bersebelahan. Jadi kalau ingin berkunjung, salahsatu dari mekera hanya perlu menyebrang dari balkon.

"Lix, lo ngerasa Hyunjin aneh ga si?" Tanya Jisung dengan tubuhnya masih direbahkan di atas kasur menghadap ke langit langit kamar Felix.

"Gausah cari topik, cepet kerjain pr lo. Kesini jangan cuma numpang—"

"Gue serius!" Han Jisung bangkit mengubah posisinya menjadi duduk, "Dia aneh, serem serem gitu"

Felix menatap temannya bingung, "Maksud lo apasih?"

Jisung menghela nafasnya sejenak, "Lo ga sadar muka gelisah nya waktu kemaren kita mau ke rumahnya? Waktu gue mau ke toilet pun dia bertingkah aneh lagi. Kayaknya dia nyembunyiin sesuatu deh. Hyunjin patut dicurigakan, Lix"

"Denger ya, Sung. Gue tau lo suka main detektif detektif an dari kecil, tapi ya ga begini," Ucap Felix kesal, "Mungkin waktu itu Hyunjin khawatir kita ga nyaman belajar di rumahnya karena emang rumahnya sedikit berantakan kemaren"

"Bukan gitu maksud gue—"

Felix memutar bola matanya malas, "Berisik. Cepet kerjain pr lo atau gue jatohin lo dari balkon."

"Galak"



































































































































































Seseorang berpakaian serba hitam menatap jendela milik temannya yang sedang sendirian di rumah.

Bagaimana caranya ia tau?

Karena temannya sendiri yang mengajak teman lainnya untuk mengunjungi rumahnya untuk mengisi keheningan. Sayang saja tidak ada yang bisa pergi kerumahnya.

Padahal bisa saja itu pertemuan terakhir mereka dengan temannya yang satu ini.

Kesempatan gue.








































































































































































































Sepulang dari rumah Felix, Han Jisung duduk di meja belajarnya sambil menatap lekat lekat layar laptopnya memandangi lukisan milik pelukis satu warna.

"Hahhh.. serem banget" Ucapnya menghela nafas sambil menjauhkan wajahnya dari layar laptop.

Ia kembali menatap gambar itu. Ada yang aneh.

Lukisan itu menampakan wajah seorang remaja laki laki yang umurnya terlihat tidak jauh dari Jisung sendiri. Ditambah.. laki laki itu menggunakan seragam yang sama dengan seragam sekolahnya.

"Tapi gue gapernah liat ni anak," Gumamnya lalu menyenderkan punggungnya.

Jisung memeluk dirinya, menggosok gosok kedua lengannya merinding, "Kemaren dia ngapain sih? Aneh aneh aja bangs—"

Trak!

Prang!

Jisung menghentikan gumamannya reflek menoleh kearah pintu kamarnya setelah mendengar suara benda jatuh dan pecah dari lantai satu.

"Gue gapernah melihara kucing!" Seru nya.

Jisung memang tidak pernah memelihara kucing sejak kecil sampai sekarang. Atau mungkin tikus? Dari suara barang yang jatuh tadi kedengarannya benda yang berukuran lumayan besar. Mana mungkin tikus bisa menjatuhkannya.

Tidak mungkin orang tuanya. Kalau memang orang tuanya sudah pulang, seharusnya Jisung dapat nendengar jelas suara mobil dan pagar yang terbuka.

"Jangan jangan maling? Apa gue harus turun ngecek?"

Jisung menggeleng kuat kuat mengurungkan niatnya untuk turun kebawah. Ia lebih memilih untuk menunggu beberapa menit baru turun kebawah.

Tapi bagaimana kalau barang barang penting ada yang hilang? Tidak. Jisung tidak mau celaka, ia masih sayang nyawa. Jisung juga yakin orang tuanya menganggap nyawa anak semata wayangnya lebih berharga dibanding barang barang mahal dan penting.

Setelah beberapa menit berlalu dan keberaniannya yang sudah terkumpul, Jisung akhirnya turun kebawah dengan bekal tongkat bisbol yang dimilikinya.

"Semoga ga ada apa apa deh.." Ucap Jisung sambil menggenggam tongkat bisbol nya erat erat.

Ruang tamu sudah ia cek. Semua lengkap tidak ada yang hilang. Begitupun ruang keluarga. Kamar orang tuanya yang ada di lantai satu juga aman karena terkunci. Hanya sisa dapur yang belum ia cek.

Jisung melangkah pelan kearah dapur dengan tongkat bisbol yang sudah diposisikan di belakang kepalanya ancang ancang memukul orang yang akan muncul.

Tiba tiba seseorang menarik paksa tongkat bisbol nya hingga lepas dari genggaman Jisung. Jisung pun reflek berbalik badan.

"Lah lo?" Tanya Jisung heran melihat orang yang ada dihadapannya sekarang ini.

"Ngapain ke dapur bawa bawa tongkat bisbol?" Tanya orang itu.

Jisung menghela nafas lega terlebih dahulu, "Gue tadi denger suara barang jatoh trus pecah akhirnya gue turun bawa itu buat jaga jaga. Trus lo ngapain di rumah gue? Katanya gamau dateng?"

"Yah padahal gue mau ngagetin lo di kamar taunya lo turun sendiri kebawah"

"Ngagetin apaan—"

jleb.

"A-akh!" Jisung meringis begitu merasakan benda tajam menembus perutnya, "T.. tapi kenapa?"

"Lo pikir gue gatau kalo lo nyurigain gue? Jadi ya sebelum kesebar mending gue bunuh lo duluan"

"Kita bisa bicarain baik baik.." Jisung masih berusaha berbicara walaupun dirinya sudah melemah karena banyak darah yang keluar.

"Ngga perlu," Jawab orang itu sambil menyeringai, "Jangan khawatir. Nanti gue bersihin kok darah lo, biar orang tua lo ga panik. Toh mereka juga ga bakal inget lo pernah ada"

Akhirnya Jisung tubuh ambruk ke lantai dan matanya perlahan lahan menutup.

"Selamat tidur Han Jisung"

Itu yang terakhir kali Jisung dengar.

RED PAINT. | Stray Kids maknae line [✓]Where stories live. Discover now