Sebuah senyum sinis tersunggung dibibir Haechan.

'Bahkan hanya kehilangan 2 angka saja, tempurung lututku sudah retak.'

Diam-diam Haechan berharap, ia tidak pernah terlahir sebagai anak tertua di keluarganya. Atau sebenarnya, lebih kepada ia tidak ingin terlahir sebagai anak Johnny Suh.

Haechan berjalan pelan melewati ruang demi ruang poli di rumah sakit itu. Dan ia memilih berbelok ke arah UGD, sebab jalan keluar tercepat adalah lewat sana dari pada lewat loby rumah sakit.

Perhatiannya terhenti pada laki-laki yang sedang duduk di lantai dengan ekspresi seperti baru saja kehilangan hidupnya.

Haechan awalnya ingin acuh saja. seperti dirinya yang biasa. Tapi baju seragamnya yang lusuh membuat Haechan tertarik sebentar.

Bau rumah sakit terutama UGD yang memualkan tiba-tiba berganti dengan aroma yang menjadi candunya.

Haechan berdiri beberapa langkah di depannya. Namun laki-laki itu tidak menyadari keberadaan Haechan.

Ingin sekali rasanya Haechan mendekat, menempel seperti sore tadi, dan merasakan keringat itu menitik lagi di wajahnya.

Tapi Haechan tentu tidak bia. Ia tidak gila.
Untuk sekarang.

Karna itu, demi menahan hasratnya sendiri Haechan memejamkan matanya dan bergegas pergi meninggalkan UGD.

Meninggalkan aroma candunya.

.
..
...
..
.

Waktu terasa sangat lama berlalu, kini Mark sedang berdiri di depan pintu kaca yang ia bisa yakini sangat tidak nyaman berada di dalamnya.

Sosok saudaranya tertidur dengan dikelilingi oleh alat-alat yang berbunyi bergantian tapi tidak enak bila terdengar. Bagian-bagian tubuhnya terperban rapat dan terlihat konyol dari tempat Mark saat ini.
Terlebih, Min Hyung di dalam sana

Sendirian.

Mark harusnya menemani Min Hyung ke sekolah. Mark harusnya menemani Min Hyung ketika ia berjalan sendirian di dalam gang itu. Mark harusnya menemani Min Hyung ketika berada di ruang operasi tadi. Karna Mark tau, Min Hyung sosok yang mudah merasa takut dan gugup.

Ia harusnya melindungi Min Hyung. Tapi melihat kondisi Min Hyung yang sekarang, Mark hanya menepuk-nepuk dadanya yang terasa sangat sakit dan ingin meledak.

'Tak apa Mark. Ini bukan salah siapapun. Bukan salahmu juga. Ini cobaan dari Tuhan. Ini batu sandungan saat ini.'
Mark berusaha mensugesti dirinya sendiri.

Seorang dokter sedang bicara dengan ayah dan bunda, Mark hanya mendengar sekilas sebab matanya sibuk mengawasi keadaan saudaranya di dalam ICU sana.

Air mata Mark hanya kembali jatuh ketika dokter mengatakan jika kondisi mata Min Hyung cukup parah.

"Saya rasa, pecahan kaca mata atau sesuatu yang tajam melukai kornea-nya. Ada beberapa goresan dan tusukan disana. Untuk saat ini, anak anda dinyatakan buta. Kondisinya akan tetap seperti ini hingga kami berhasil melakukan tranplantasi pada matanya."

Dengan mata terpejamnya, Mark bisa tau jika Bunda baru saja beringsung duduk di lantai tiba-tiba.

Mark hanya berusaha menguatkan dirinya sendiri saat ini.

Setelah dokter melanjutkan pembicaraan dengan ayahnya, dan berbicara dengan seorang polisi yang kebetulan yang menemukan Min Hyung di gang itu, Mark hanya duduk di depan pintu kamar ICU saudaranya sebab kondisinya saat ini yang belum boleh di jenguk.

.
..
...
Dua pekan kemudian.
...
..
.

Haechan meletakkan tumpukan buku tugas dari kelasnya keatas meja Yuta-saem. Kehadirannya sedikit mengganggu pembicaraan antara wali kelasnya itu, dengan dua orang wali murid yang duduk dihadapannya.

[FF] BE MINE •Markhyuck ^ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang