4. amplop merah

57 14 58
                                    

Setelah Dean memutuskan untuk tidak ingin mendengar penjelasan Ten lebih lanjut, kini mereka berdua sedang dilanda kehausan. Ralat, hanya Ten yang merasa kehausan. Karena faktanya Ten yang paling banyak menjelaskan misteri itu.

"Tunggu sebentar, gue mau beli minum. Haus abisnya, lo mau beli apa? Sini gue yang traktir, mumpung lagi baik. Jarang-jarang loh ditraktir detektif terkenal."

"Mau apa ya? Strapbucks deh, yang java chip frappucino." Balas Dean. Ten melongo, dia mau menjitak kepala Dean. "Minuman lo ribet banget dEAANNNN!" batin Ten. 

"Eee.. Hehehe, jangan strapbucks, yang lain aja gimana?" Tawar Ten cengegesan.

"Ice Americano gimana?"

"Itu pait, yang lain aja."

"Jus mangga?"

"Skip udah biasa."

"Soda?"

"Udah biasa juga."

"Jamu?"

"Gak ada yang jual, bodoh!"

"Jamu anak?"

"Sama aja!"

"Bir pletok?"

"Jangan, kayaknya minuman itu gak enak. Lo mau... air putih aja gak De?"

OALAH! Dean sedang mengatur napasnya, untung dia punya tingkat kesabaran dewa dalam menghadapi rivalnya yang satu ini. Padahal dia yang nawarin tapi dia yang... ah sudahlah. Dean menghela napas, "yaudah terserah lo yang penting bisa gue minum."

Ten tersenyum girang lalu mengacungkan kedua jempolnya, empat kalau bisa sama jempol kaki. Lalu berjalan meninggalkan Dean yang sedang duduk berdua bersama Nder. Nampaknya laki itu sedih karena bukan menjadi orang pertama yang menyelesaikan misteri itu. Rambut Dean menjadi berantakan sehabis ia garuk, stress katanya. Ia langsung memeluk Nder yang sepertinya sedang dalam posisi wenaknya.

"Nih, air putih punya lo," ujar Ten sembari mengasih sebotol air mineral segar kepadanya. Kemudian ia ikut mengambil duduk di samping kanan Dean. "Kenapa?" Tanya Ten. Rupanya ia memperhatikan kemurungan yang terukir pada raut wajah Dean.

"Gue mau nyelesein misteri ini sendirian sebelum diselesaikan oleh orang lain, tapi udah keduluan sama lo kak. Terus gue mikir kayak gini; kalau polisi yang membeli naskah ini, maka kebenaran akan tersebar diberita."

Ten membuka botol minuman miliknya. "Itu benar-benar barang bukti yang sangat penting kalau diserahkan ke polisi sesegera mungkin. Lo pasti dapet sertifikat ucapan terimakasih." Balas Ten sambil meneguk kaleng soda.

Dean mengangguk paham, "mau gimana lagi kak? Harga naskah itu cuma dua puluh milyar."

Ten keselek.
CUMA DUA PULUH MILYAR?????
CUMA DIA BILANG????
Dasar anak hedon. Punya peliharaan alias Nder juga dia hedon. Masa Nder cuma mau makan makanan kucing yang premium? Makanan Nder namanya british banquet yang terbuat dengan bahan-bahan seperti caviar, lobster, salmon Skotlandia hingga kepiting berkualitas tinggi. Nangis banget kalo liat harganya. Jangan cari berapa harganya di Google, nanti malah jadi nangis bareng.

Ten tidak mengerti kenapa Dean senang sekali menghabiskan uangnya. Ten ingin berteriak seperti ini, "hey Dean, kalau kau bingung bagaimana caranya menghabiskan uangmu. Beri saja ke aku, dengan senang hati pasti ku terima!", tepat ditelinga Dean. Kalau bisa pake TOA Masjid sekalian agar lebih terdengar jelas.

Dean memasang ekspresi datar seakan tidak suka melihat raut muka yang Ten buat. "Apa-apaan ekspresi lo kak. Jangan kaget gitu dong ah. Nih gue kasih tau ya, gue, Yandean Liu berada diperingkat ketiga sebagai master arsitek di The Perfect Guild, otomatis gaji gue tinggi dong? Lalu setelah satu hari, gue bisa lupa sebanyak apapun jumlah uang yang gue bayarkan, mau itu satu miliar kek, lima hingga dua puluh miliar kek udah gak gue pikirin, gue lupain."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Shibusawa Division MurderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang