{ 04-59: Lullaby: Kamu penjahat dan aku korban. }

Start from the beginning
                                    

Terpaksa, Andyra mengangguk saja seraya menyunggingkan senyuman yang sebisa mungkin dilakukan. Dan ketika masih menjadi bahan tontonan gratis, ia pun ingin melangkahkan kakinya yang entah ke mana. Menyadari hal itu sontak membuatnya berhenti, ia memandangi sekelilingnya dengan seksama sesekali melempar senyum kepada semua orang yang ia temui.

Aneh, sinis, dan nggak percaya. Semua orang menatap Andyra seperti penjahat. Mendapat tatapan itu, Andyra kembali mengingat soal ingatan Arum tentang perisakan yang dilakukan gadis itu.

Di samping gudang belakang sekolah, Arum dengan muka marah melayangkan berkali-kali tamparan untuk siswa lain di depannya. Kedua tangan siswa itu di pelintir oleh temannya sendiri atas suruhan Arum. Jika menolak, mereka akan diberikan pelajaran lebih buruk daripada siswa itu. Bukan lagi Arum yang memukul mereka, tetapi teman-teman lain Arum yang akan melakukannya. Sialnya, aksi itu di rekam dan akan di unggah ke situs rahasia milik Arum seperti saat ini.

Siswa itu merintih kesakitan sambil memohon ampun agar Arum berhenti memukulinya. Hanya karena dia nggak sengaja tahu kalau Arum adalah anonim sekolah, ia mendapat perlakuan itu. Alasan sepeleh emang, tetapi pada dasarnya Arum adalah cewek gila, maka tindakan itu pun nggak terelak. Itulah kenapa semua orang di sekolah pada takut jika berurusan sedikit saja dengan gadis itu. Karena jika itu terjadi, maka siap-siaplah menanggung akibatnya.

''Ma-maafkan aku, maafkan aku,'' cicitnya parau, bibirnya yang robek menyulitkan dia berbicara.

Namun, sekeras apa pun meminta ampun, nyatanya itu nggak merubah apa-apa. Arum malah melayangkan tamparan lagi dan lagi lalu tertawa setelahnya. Posisi saat itu pulang sekolah, maka hanya beberapa siswa yang masih tinggal di sekolah termasuk gadis-gadis itu. Sengaja Arum menungui mereka dan membatalkan pertemuan dengan teman-teman hanya untuk memberi pelajaran orang yang suka ikut campur.

Menyeringai, Arum memperingati sambil mencengkram rahang siswa itu. ''Seharusnya lu nggak usah hidup jika hidup lu cuman buat ikut campur. Tapi nggak apa, gue seneng denger lu memohon, rintihan lu seperti nyanyian Nina Bobo untuk gue. Jadi teruslah memohon agar gue tidur dan nggak mukul lu lagi!''

Ia kemudian menghempaskan wajah gadis itu keras dan menjambak rambutnya. Baru saja gadis itu ingin menggumamkan kata tolong, Arum kembali mendaratkan tamparan yang lebih keras daripada tadi.

Plak!

''Hiks, ampun. Aku min-ta ampun! To-tolong maafkan aku!''

Si gila tersenyum sinis, kilatan amarah masih terpancang di mata sipitnya. Seringaian mengerikan nggak pernah luntur ketika kali pertama ia memberikan pelajaran untuk gadis itu. Dengan enteng, Arum bertanya setelah memperingati kedua teman gadis itu untuk memegangnya kuat kemudian dia meraih kamera yang merekam aksinya mendekat ke wajah gadis itu.

''Gue mukulin lu seperti ini, apa lu nggak marah? Lihat kamera dan jawab, oke. Lu pemeran utamanya sekarang.''

Sekali lagi Arum memang gadis gila. Dakjal yang menyerupai manusia bertubuh mungil dan menggemaskan. Sedang gadis itu sudah lelah menangis, wajahnya juga sudah mati rasa karena di tampar berkali-kali. Ia nggak menjawab sama sekali dan diamnya membuat Arum membantu gadis itu meleguhkan senyuman yang nggak dikehendaki.

''Hei, kalau ditanya, ya jawab. Apa lu nggak marah sama sekali dipukuli sampai babak belur?'' Arum kemudian menatap bergantian dua orang yang memegang siswa itu. Sama, mereka menangis ketakutan setengah mati. ''kalau gue pasti marah dan membalas orang yang mukul gue apa pun caranya.''

Pertanyaan sialan, ke tiga gadis itu muak sangat-sangat muak. Namun, mereka nggak bisa apa-apa karena jelas kekuatannya kalah. Mereka lemah dan benci kenyataan kalau kelemahan itu membuatnya mendapat perudungan.

Si Penitisan!Where stories live. Discover now