Festival Balon Udara

117 20 5
                                        

"Hah. Kamu serius?"

Gadis dengan gaya rambut ponytail itu mengangguk menanggapi pertanyaan dari temannya. Keduanya kini tengah duduk menikmati angin yang berhembus di taman sembari memperhatikan beberapa orang yang sedang bermain dihadapan mereka.

"Coba kamu ceritakan. Astaga aku tidak percaya ini! Jangan-jangan dia benar-benar orang yang tepat dikirimkan Tuhan untuk kamu, Rosie!"

Grace tampak lebih bersemangat dari biasanya, namun ucapan itu hanya dibalas gelengan samar oleh Rosie, gadis itu menyesap kopi dingin miliknya kemudian melempar pandangan ke arah Grace.

"Jangan berlebihan, Grace. Dia hanya melamar pekerjaan. Awalnya aku ingin menolak, namun setelah dipikir-pikir kasihan juga, ya sudah aku terima saja. Aku akan memberikan gaji sesuai dengan cara dia bekerja, setelah itu dia akan aku usir dari rumahku dan mencari tempat tinggal sendiri." Jelas Rosie panjang lebar.

Decakan pelan mengudara. "Oh My God! Aku pikir kamu sudah sedikit percaya padanya dengan caramu bersikap baik, ternyata masih jahat, ya."

"Bukan jahat, tapi waspada." Rosie membenarkan ucapan yang dilontarkan oleh Grace.

"Iya-iya. Tapi mungkin untuk sekarang dia memang sedang melamar pekerjaan, siapa tahu nanti dia akan melamarmu."

Roti cokelat yang ada di genggamannya terjatuh, Rosie berhenti mengunyah dengan kedua mata yang membulat sempurna. "Jaga bicaramu, Grace. Jangan mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu."

Lawan bicaranya tertawa sembari menyelipkan beberapa helai rambutnya kebelakang telinga. "Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Rosie. Lihat aku, aku saja bisa berpacaran dengan kakakku sendiri."

"Ck. Itu memang kalian saja yang tidak waras."

Sarkas Rosie nyatanya tidak membuat Grace naik pitam, gadis itu langsung menyampirkan salah satu lengannya dibahu Rosie, lalu tersenyum. "Hidup ini singkat, jalani saja apa yang ada. Jangan memikirkan hal-hal yang membuat hidupmu sulit, Rosie."

Serentetan kalimat yang diutarakan oleh Grace memang benar, namun entah kenapa Rosie malah sulit untuk menyerapnya. Lengan itu dia singkirkan dengan cepat. "Hah. Terserah kamu saja."

"Lalu sekarang dia ada dimana?" Grace memusatkan atensi kearah Rosie.

"Siapa?"

"Laki-laki tampan itu!"

Rosie hanya ber-oh ria, kemudian kembali menyesap kopi dingin miliknya hingga tandas. "Dia sengaja kubiarkan sendirian di florist. Aku ingin melihat bagaimana cara kerjanya agar aku bisa berpikir, apakah dia layak diberi gaji atau tidak."

"Begitu, ya?"

Ucapan itu lagi-lagi dihadiahi anggukan samar, Rosie kemudian beranjak dari tempat duduknya. Satu cup kosong yang ada dia bawa bersamanya, namun baru hendak melangkah, tangan Grace buru-buru menahannya.

"Mau kemana?" Dahinya berkerut menunggu jawaban.

Helaan napas keluar dari sela-sela bibir tipisnya, Rosie mengangkat cup kosong itu ke udara. "Membuang ini."

"Oh. Aku kira kamu ingin kabur."

"Astaga. Tidak, Grace."

Tungkai jenjang milik Rosie kembali melangkah, mendekati tong sampah dan membuang cup kosong itu kedalamnya. Tak lama dia kembali dan kembali mengambil tempat duduk disebelah Grace.

Beberapa anak kecil yang sedang bermain lempar bola mencuri atensinya, tawa mengudara milik mereka pun berhasil membuat Rosie menarik senyum tipis.

LOSEWhere stories live. Discover now