"

Kau dibawa kemana kemarin?" Kendall melipat tangan di depan dada, menatap Harry dengan tajam, "Apa kau terluka?"

"Ngomong apa, sih?" Gerutu Harry, "Tentu saja aku aman."

"Pria yang kemarin itu, siapa?"

Harry berbalik, kembali berjalan menuju kelasnya yang akan dimulai sebentar lagi, "Memang kenapa?"

"Tentu saja aku penasaran, bodoh. D-Dia orang asing!" Sahut Kendall, "Kenapa kau semudah itu pergi dengannya?"

"Tidak ada yang spesial. Hanya traktiran."

Bagaimanapun cara Harry menyangkal pernyataannya, Kendall tetap tahu ketika Harry berbohong dan menyembunyikan sesuatu. Terlebih lagi, anak itu dengan cepat berubah sikap semenjak hari pertama dia masuk kampus.

Entah apa yang disembunyikan, Kendall ingin menemaninya.

"Dia orang asing yang malam itu masuk ke apartemenku sembarangan. Katanya dia mentraktirku untuk membalas budi. Yah, aku sebenarnya perbaikan gizi saat makan kemarin."

Kendall berkedip beberapa kali, "Woah, Harry. Kau banyak bicara, ya, sekarang."

Harry tersentak dan membuang muka sedikit. Ia menyembunyikan wajah merahnya ke samping, "B-Benarkah?"

Kau menyadari itu, bodoh.

"Ya, tentu saja!" Kendall mulai menempel pada Harry seperti kemarin, mengaitkan tangan mereka dan bersandar pada bahu si pemuda, "Tapi aku senang dengan perubahanmu."

-

"Ngomong-ngomong, siapa nama dia?" Tanya Kendall. Gadis itu lagi-lagi memakan makanan cepat saji—Harry secara reflek mengingat omongan panjang lebar yang di lantarkan oleh Zayn kemarin.

"Zayn Malik."

Harry terlalu asik memakan kentang goreng nya untuk menyadari Kendall yang menjadi kaku selama beberapa detik, sebelum menjadi normal kembali dan melempar senyum.

Harry mengangkat alisnya begitu ia menyadari sesuatu. Usai dia terpaku selama beberapa detik dan menunduk, Harry melanjutkan makannya.

Brak!

"Ceritakan apa yang kau pikirkan atau kita pisah."

-

Pria berambut hitam legam memperbaiki kacamata bacanya yang berwarna silver. Tangannya menggenggam sebuah pulpen, menggoresnya di atas permukaan kertas putih.

Kertas-kertas menjengkelkan ini tidak akan ada habisnya, Zayn paham betul soal itu. Usai ia selesai mencoret beberapa berkas, pintu ruangannya diketuk.

"Permisi, Pak."

Zayn menyahut tanpa menatap, "Masuk, Perrie."

Wanita berambut pirang panjang masuk, "Ada berkas tambahan, Pak." Ia tersenyum manis, melihat atasannya yang sedang serius dengan pekerjaannya.

Tanpa diberi tahu pun, Zayn tahu apa yang akan Perrie Edwards bawakan. Usai berkas itu ditaruh di atas meja, Zayn mengerutkan kening ketika Perrie tak kunjung pergi keluar.

"Ada apa?"

"Um—" Wanita yang memakai rok ketat itu perlahan berjalan mendekati Zayn, menunduk sedikit dan berbisik di telinga atasannya.

𝐀𝐧𝐨𝐧𝐲𝐦𝐨𝐮𝐬 ➵ 𝐙𝐚𝐫𝐫𝐲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang