"—atau, aku juga tidak keberatan dengan Kapten."
Harry memiringkan kepalanya tanda tidak mengerti, Zayn hampir tersedak dengan reaksi kurang ajar itu. Terlalu manis.
"Aku hanya seorang Kapten dari beberapa prajurit yang tolol dan lemah. Salam kenal."
Harry mangangkat alisnya, Zayn mengira dia sudah mengerti.
"Maksudmu tentara?"
Zayn membuang asapnya dengan kasar, lalu mengangguk cepat.
Harry tersenyum tipis, "Aku mahasiswa, 20 tahun."
Aku sudah tau itu.
Zayn mematikan rokoknya, lalu berdiri, "Aku punya pekerjaan." Pria itu berjalan meninggalkan Harry untuk membayar bill. Harry yang kebingungan tidak tau harus berbuat apa, jadi dia menunggu di meja itu seperti kucing hilang.
Zayn kembali lagi dengan wajah datar, tangannya bergerak untuk menepuk rambut ikal dan mengusapnya pelan, "Sedang apa kau, bocah tolol?"
Harry tersentak. Diam-diam mengutuk pria ini karena bahasa yang terlalu kasar—dan bertanya-tanya mengapa pria macam ini bisa terpilih menjadi prajurit.
Zayn menarik lengannya, dalam diam mengagumi betapa lembutnya rambut coklat menggemaskan itu.
Tak ingin cari masalah, Harry segera berdiri dan menggandeng tas ranselnya. Ia berjalan di belakang sang pria berkacamata, mengekori bagaikan peliharaan.
Harry menyadari bahwa setelah pria itu datang dan mengacaukan rutinitas nya, dirinya menjadi lebih—
"Awasi jalanmu. Jangan melamun."
—lebih berekspresi.
"Aku bukan anak kecil."
Dia bisa marah, bisa takut, bahkan malu. Sebelumnya Harry hanya bisa memalsukan itu semua. Anak itu belum sepenuhnya kehilangan sifat dinginnya, tapi entah kenapa, pria bernama Zayn Malik perlahan merubah semua image-nya.
Zayn lebih dingin dari dia. Lebih menyeramkan dan angkuh. Dia tidak pernah tersenyum, hanya menyeringai aneh. Sangat mengejutkan dia adalah seorang prajurit berpangkat tinggi.
Harry terdorong oleh rasa ingin tahunya. Dia penasaran dengan pria ini. Dia ingin tahu lebih banyak. Jadi, begitu mereka masuk mobil, Harry memberanikan diri untuk bertanya.
"Bolehkah aku menyimpan kontakmu?'
-
"Harry, Harry!"
Gadis berambut hitam panjang itu berlari menghampiri si pemuda tinggi berambut ikal. Harry menatap bingung padanya.
"Kenapa buru-buru sekali—"
Kendall menepuk kedua pipi Harry dengan keras, "Apa kau baik-baik saja?!"
Harry mengerang kesakitan, mencoba melepas cengkraman kedua tangan lentik milik Kendall, "L-Lepwaskwan!"
Cengkraman menyiksa itu terlepas tiba-tiba. Harry mengelus kedua pipinya yang sakit, mungkin merah. Kendall menggumamkan kata maaf sebelum mulai menginterogasi Harry lagi dengan gaya nyentrik-nya.
VOUS LISEZ
𝐀𝐧𝐨𝐧𝐲𝐦𝐨𝐮𝐬 ➵ 𝐙𝐚𝐫𝐫𝐲
FanfictionAnak berusia sembilan tahun itu melotot lebar. Darah berceceran tepat di hadapannya. Cairan berwarna merah terus mengalir dari bahu ibunya sendiri-mengotori lantai yang awal mulanya bersih. Ayahnya terduduk tak jauh dari ibunya, dengan pisau menanca...
Chapter 4
Depuis le début
