10. TREMOR

21 7 1
                                    

Happy Reading

🌼
🌼
🌼

Jeno berlari kecil menyusuri koridor tempat praktek Hoseok. Laki-laki itu melihat Im Seul masih berada di sana, dan ia pun menghampiri Im Seul. Jeno terdiam setelah sampai di dekat Im Seul. Ingin bertanya, tapi ragu.

"Kau masih di sini?" tanya Jeno yang kembali ketus

Im Seul mendongak, "memangnya kenapa?" Im Seul balas ketus. Sempat canggung beberapa detik, namun Jeno langsung mengalihkan topik mereka yang sudah mati.

"Ah iya, itu sepedamu. Kau bisa membawanya pulang. Tadi aku sempat mencarimu, tapi malah kau sudah pulang. Ah, maksudku ke sini," ulang Jeno yang sempat salah bicara.

Im Seul hanya diam saja. Pikirannya masih berkutat dengan masalah tadi, tapi telinganya tertuju pada Jeno. Jadi, fokusnya entah dimana.

Jeno menjatuhkan bokongnya di kursi dengan ragu-ragu. Rasa simpatinya muncul ketika ia melihat ke arah Im Seul.

"Kalau kau ingin bercerita, berceritalah. Siapa tau aku bisa membantu mengatasi masalahmu." Jeno menawarkan. Tapi sedetik kemudian ia merutuki apa yang sudah ia katakan pada Im Seul.

Laki-laki itu menggigit bibirnya karena tak kunjung mendapat jawaban. Ia berpikir kalau dirinya sudah menjatuhkan harga diri di depan gadis yang suka padanya.

"Hha, kau jangan geer ya, aku memang baik dan peduli kepada semua orang. Jadi jangan pernah menganggap sikapku ini pertanda kalau aku menyukaimu," elak Jeno

Im Seul memberi tatapan kilat pada Jeno, seolah-olah berkata siapa yang merasa di sukai orang seperti Jeno. Dan akhirnya Jeno beranjak dari duduknya, lalu Im Seul mengangkat suara.

"E... tunggu."  Im Seul mendongak dan refleks menahan tangan Jeno.

Laki-laki itu terkejut dan langsung melihat ke pergelangan tangannya yang ditahan. Im Seul yang juga sadar akan sikap agresifnya, langsung melepaskan pegangan tangannya

"E— eoh, mian."

Awalnya, Im Seul memanggil karena ingin bercerita tentang keadaannya, tapi setelah di pikir-pikir apa yang telah terjadi antara dirinya dan Jeno membuat mood berceritanya hancur. ia juga merasa tak perlu menceritakan hal pribadinya pada orang yang tak dekat dengannya, seperti Jeno. Mereka memang tau satu sama lain, tetapi itu hanya sebatas tahu, bukan dekat.

"Terima kasih sudah mengembalikan sepedaku," ucap Im Seul tulus karena tak ingin menciptakan kegaduhan.

Jeno terkejut, bagaimana bisa sikap Im Seul tiba-tiba lebih kalem seperti ini, tapi wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jeno melenggang pergi meninggalkan Im Seul tanpa pamit dan tanpa membalas ucapan terima kasih dari gadis itu.

Im Seul menatap punggung Jeno yang terus menjauh. Sempat terpikir jarak antara rumahnya dan tempat ini cukup jauh, mungkin rumah Jeno pun seperti itu. Lalu, Im Seul langsung berdiri dan menyusul Jeno.

"Tunggu!"

Satu kali teriakan Im Seul mampu menghentikan langkah Jeno, walaupun kepala Jeno masih dengan posisi yang lurus tanpa menoleh kanan, kiri, dan belakang.

"Sepertinya jarak rumahku dan tempat praktek kak Hoseok lumayan jauh, dan pasti rumahmu dan tempat ini juga jauh. Bagaimana kalau kau pulang bersamaku? Naik sepeda," tawar Im Seul.

Dengan cepat dan dingin, Jeno menolak tawaran Im Seul. Tapi entah dorongan dari mana, Im Seul kembali membujuk Jeno agar mau pulang bersama dengannya. Jeno masih setia menolak tawaran Im Seul, hingga ia mengingat pesan Jisung tadi di sekolah. Jeno tampak berpikir dengan tawaran yang Im Seul ajukan.

REMINISCE : LAST LOVEWhere stories live. Discover now