2. Prolog 2

91 0 0
                                    

"mas mana pacar mu? Kok belum diajak kerumah sih?" Mamah Enggar bertanya dengan serius

"Mas, pacarmu jurusan apaa sih mas?" Giliran adik perempuan Enggar yang penasaran

"Mas Enggar pacarnya cantik enggak?" Kini adik laki lakinya

"Kapan kamu lanjut S2 mu ?" Papah Enggar menghentikan rasa penasaran anggota keluarga yang lain tentang pacarnya, dan menghadirkan ketegangan sesaat.

"Pah, Enggar baru aja selesai sidang pah, biarin dia Hela nafas bebas dulu pah" usapan lembut tangan mamah di lengan papah membuat fokus papah beralih, yang tadinya dikoran beralih melihat Enggar yang duduk di hadapannya. Mereka sedang menikmati makan malam.

"Enggar pingin cari kerja dulu di sini pah"

"Segera urus S2 mu di Jerman gar, selagi aku masih mampu membiayaimu" papah Enggar termasuk orang yang keras, Ia ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi karena papahnya tahu betapa sulitnya masa kecilnya dulu yang terlahir dari keluarga miskin.

Enggar memang termasuk golongan keluarga yang mampu, sangat mampu bahkan. Mamah enggar adalah keturunan pengusaha hotel dan ayah Enggar memiliki usaha di bidang properti. Enggar adalah anak pertama dengan 2 adik, yakni Tania adik permpuan dibawahnya yang masih mengenyam pendidikan SMA tahun ketiga, dan Elang adiknya yang terakhir yang saat ini baru memasuki SMA tahun pertama.

"Pah Enggar sudah cukup mampu untuk menentukan apa yang enggar mau pah"

"Dan papah harus ingatkan kekamu lagi, cukup dengan kamu tidak mengambil jurusan yang papah inginkan Enggar, jangan menolak permintaanku untuk kamu lanjut S2" ucapan papahnya benar-benar membuatnya kembali pusing.

Papah Enggar cukup keras, namun sebenarnya hatinya begitu hangat.

............

"Bul, aku didepan rumahmu"

"Hah??? Gila apaa! Apaan sih mas, ini udah malem! Kenapa sih!!! Ntar di grebeg warga"

"Hahaha ayok keluar sebentar"

"Mas ini udah jam 10, aku gak enak sama ibu"

"Aku izin sama ibu nanti"

"Akhhhh gak mau!!! Kenapasih kamu!!! Gajelas banget"

"Ayolah bul, I need you" Bulan tahu Enggar sedang memiliki masalah, karena kebiasaan Enggar menghampirinya tiba2 di kala malam hari ketika memiliki maslaah.

Tak berselang lama, terlihat perempuan yang sedang mengunci pintu rumah, berpakaian piyama hitam dan Hoodie pink. Membuat perasaan Enggar membaik perlahan.

Enggar memberikan helm kepada kekasihnya

"Kenapasih? Mau kemana?" Bulan sudah bernada jengkel saat menaiki motor besar Enggar

Ditariknya tangan kekasihnya itu untuk melingkar diperutnya.

Mereka hanya memutari daerah dekat perumahan bulan beberapa saat.

"Oy! Bentar deh, kita udah muterin jalan ini 3x Lo mas! Gak usah boros bensin!"bulan sudah berteriak, dan ditanggapi tawa Enggar.

Akhirnya Enggar memutuskan untuk berhenti di daerah para penjual jagung bakar yang masih buka, karena ini malam Minggu jadi wajar ketika pedagang pukul 11 malam masih berjualan.

Mereka memutuskan untuk duduk menghadap kejalan raya.

"Kenapa mas?" Bulan duduk bersila menghadap Enggar, sambil merapikan anak rambut Enggar yang berantakan.

"Aku mau ngomong bul" bulan memandang sang kekasih dan bersiap untuk mendengarkan dengan seksama.

"Aku ada projek untuk bantu sengketa lahan di salah satu daerah, dan disitu bakalan jarang sinyal, jadi ya aku bakalan jarang ngehubungi kamu ya, okeh"

Bulan hanya mengangguk sambil mengambil ajgung bakar panas yang sudah tersaji dihadapannya.

"Terus apa lagi? Udah biasa kamu proyekan bantu LBH, dan gak perlu harus ngomong sekarang banget dong, so what happen? "

Enggar merasa berat harus menceritakan rencananya yang akan S2 di luar negeri.

"Aku kangen"
Tatapan mencemooh bulan menjadi hiburan tersendiri bagi Enggar, kekasihnya ini sangat anti mengucapkan kata-kata mesra, namun sikap bulan ketika sedang manis2nya sangat membuat sayang.

"Kamu mau lanjut S2 luar negeri?"

Enggar terbatuk, dia tak menyangka tebakan bulan benar. Ia tak pernah memberitahu siapapun terkait rencananya, bahkan kepada sahabt sahabatnya sekalipun.

"Bul, Lo dukun"

Tawa bulan menggelegar membuat Enggar semakin heran

"Kapan berangkat?"
Bulan mulai mengontrol gelak tawanya, dan menahan diri untuk tidak tertawa terbahak2

"Dari mana kamu tau?"

"Kenapa sih, yaudahlah"

"Jawab dulu" Enggar mulai penasaran dan mencekal kedua tangan kekasihnya untuk berkata jujur

"Maksa banget sih mas, aku tau dari searchingan hp kamu, waktu itu aku minjem, terus keluar itu, jadi aku udah bisa nebak ajaa, orang awam juga sadar kali"

Enggar terdiam sesaat dan benar2 merasa bahwa bulan kerap kali jeli melihat hal2 kecil seperti itu. Enggar hanya tersenyum dan memakan jagung bakarnya.

Mereka berdua sama sama menghadap kejalan raya. Jalanan masih ramai sekali.

"Besok aku mulai live in buat pendampingan bul" Enggar memecahkan keheningan

"Aku tuh heran deh mas, kamu anak teknik tapi projekan kamu bener bener tipe anak soshum. Sedangkan aku yang anak soshum sangat amat gak pernah diajak projekn kayak kamu"

"Waktu itu aku ngajakin kamu, eh kamunya gak mau"

"Ya orang sadar aku masuk gara2 punya pacar disana, males banget deh"

Enggar tertawa kecil mendengar dengusan bulan.

"Mas apa kita udahan aja"

Hah? Enggar menghentikan makan jagungnya dan menatap bulan lekat. Dia heran, kemana lagi fikiran liar kekasihnya sampai sampai mengatakan hal seperti itu

"Diem, lanjutin makan jagung mu" Enggar sudah cukup badmood untuk meladeni bulan

"Aku serius, kenapa jadi suruh makan jagung sih"

"Kenapa?"

"Ya gak papa, toh kamu mau pergi ke luar negeri kan, biar kamu fokus aja"

Jawaban macam apa itu, Enggar merasa heran dengan pernyataan bulan.

"Kenapa aku gak fokus belajar di disana dengan statusku yang pacaran sama kamu? Gak masuk akan, gak ada korelasinya bulan"

Enggar benar-benar ingin berdebat kali ini. Pernyataan bulan sedikit banyak melukai perasaannya. Bulan menyadari itu dan tetap memsang wajah tak tersentuh

"Ya siapa tau mas, hihi, aku juga gak betah LDR deh kayaknya" Enggar sudah kehilangan kesabarannya. Jawaban bulan benar benar terlihat menyepelekan hubungan mereka yang sudah 2 tahun ini

"Kenapa kamu berpikiran sempit? Aku bener2 gak habis pikir sama kamu bul, kamu beneran minta putus?"

Bulan tak berani menatap mata Enggar, ia hanya mampu menatap dikejauhan jalan sambil mengetatkan pegangannya pada jagung bakar. Jawaban bulan hanya anggukan yang terkesan ragu, yang semakin membuat Enggar menahan amarah malam itu.

आप प्रकाशित भागों के अंत तक पहुँच चुके हैं।

⏰ पिछला अद्यतन: Feb 24, 2021 ⏰

नए भागों की सूचना पाने के लिए इस कहानी को अपनी लाइब्रेरी में जोड़ें!

Someday जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें