Belum lagi hukuman yang akan diterima oleh pelayan yang kabur itu membuatku merinding walaupun hanya mendengar ceritanya saja. Pelayan laki - laki yang kabur akan mendapat pukulan bambu berpuluh - puluh kali dan setelahnya mereka akan dikirim ke tempat pembangunan untuk dijadikan pekerja kasar. Sedangkan mereka yang sempat mencuri dulu sebelum kabur maka hukumannya diseret dengan kuda mengelilingi Tumapel istilah halus untuk memberi siksaan hingga tewas secara perlahan dan menyakitkan.

Seperti kataku mereka alias orang - orang di zaman ini tidak pernah setengah - setengah jika memberikan hukuman. Maka bersyukurlah jika kau dilahirkan di zaman modern dimana Hak Asasi Manusia dijunjung tinggi. Tersangka teroris saja berhak mendapat pengacara sebagai pembela.

Hukum itu adil jadi setiap orang berhak mendapatkan keadilan hukum tanpa terkecuali. Walau dalam prakteknya kadang ada penyimpangan. Para terdakwa seharusnya mendapat hukuman yang sesuai alias setimpal dengan perbuatannya, tidak lebih tidak kurang. Ingat adanya adagium hukum bahwa "lebih baik membebaskan 1000 (seribu) orang yang bersalah, daripada menghukum 1 (satu) orang yang tidak bersalah". Bukan berarti kejahatan itu tidak ada artinya tetapi lebih pada hakim yang harus berhati - hati dalam memutuskan hukuman. 

Pelayan perempuan yang kabur juga akan dipukul bambu, walau jumlah pukulannya tidak sebanyak hukuman pelayan laki - laki. Setelahnya akan dijadikan pekerja kasar di luar istana. Kadang mereka ada juga yang dijual sebagai budak atau parahnya dijual ke rumah pelacuran.

Mengerikan bukan???

Jadi bagaimana bisa aku melarikan diri???

T-A-K-U-T, satu kata itu yang bersarang di kepalaku jika mulai berpikir untuk kabur.

Parahnya pelayan juga kadang bisa mendapatkan hukuman gantung di alun - alun istana jika melakukan kesalahan luar biasa. Mereka akan membiarkan mayatnya tergantung di sana untuk beberapa hari sebagai peringatan bagi orang - orang agar tidak melanggar aturan istana. Apakah itu benar terjadi? Iya, walau selama beberapa bulan aku berada di istana belum ada pelayan yang digantung, tetapi ada beberapa kali diadakan hukuman bagi pelayan.

Tentu aku dan Sawitri tidak melihatnya, tapi cerita dari pelayan yang menyaksikannya membuat bulu kudukku berdiri. Entah karena takut atau malah hantu pelayan yang kami bicarakan sedang ada di situ juga. Untung saja aku bukan seorang "indigo" jadi tak perlu sering melihat hal - hal yang di luar nalar.

"Melamun malam - malam berbahaya, kau bisa kerasukan!" suara seseorang membuat lamunanku buyar.

Dahiku mengeryit memandang heran perempuan muda yang tiba - tiba duduk di dipan bersamaku. Aku sih tidak masalah jika yang mendekatiku adalah pelayan cuci sepertiku, tetapi dia jelas bukan bagian dari kami. Dalam sekali pandang dan dari pakaian yang dikenakannya, aku tahu dia salah seorang pengawal wanita yang menjaga Ratu.

Melihatku yang bersikap waspada dia malah tertawa sebelum berkata, "Hahaha... Kau harus lihat mukamu itu, lucu sekali." Berdeham lalu melanjutkan "Jangan takut, aku tidak berniat jahat. Aku cuma bosan di dalam bilik tapi tak bisa tidur jadi memutuskan untuk berjalan - jalan malam. Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, apa kau pelayan baru?" tanya perempuan itu masih dengan senyum.

Menghela napas pelan walau jujur aku tetap takut padanya, seperti kata Sawitri jangan pernah percaya pada siapapun di istana ini. "Iya, aku baru bekerja di sini. Mungkin hampir dua minggu," jawabku padanya.

"Memang wajahku semenakutkan itu ya, hingga kau tampak ketakutan?" tanyanya sambil tersenyum lebar.

"Maaf," ucapku pelan karena tidak mungkin juga aku mengatakan yang sebenarnya bahwa aku curiga sekaligus takut padanya.

Mengalihkan pandangannya dariku ke arah kain - kain cucian yang berkibar pelan "Sebenarnya tidak mengherankan bagiku, semua orang selalu menjaga jarak pada prajurit wanita. Ck, tetapi sebaliknya mereka berlaku manis pada prajurit pria."

SINGASARI, I'm Coming! (END)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ