d u a

820 150 61
                                    

Memori tentang pesta Yule Ball tak pernah hilang dari ingatanku.

Memori ketika aku menjadi pasangan dansa George Weasley.

Bahagia? Tentu saja.

Tubuhnya yang tinggi tegap berbalut kemeja, rompi, serta jas formal membuatku semakin terpesona dengannya malam itu.

Perlakuannya yang lembut ketika menyambutku turun dari tangga, membuatku tersipu.

"Malam ini kau terlihat berbeda dan lebih mempesona. Kau tahu?"

Pujiannya yang diiringi senyuman manisnya malam itu, selalu membuatku tersipu setiap mengingatnya.

Saat menunggu waktu dansa tiba, ia bahkan tak pernah melepaskan tanganku dari gandengannya.

Hingga waktu berdansa tiba, ia meminta izin dengan sopan dan uluran tangan yang dengan senang hati aku balas.

Kami berdansa sepanjang musik berbunyi.

Saat itu, aku merasa sangat beruntung dapat memandangi wajahnya dengan puas dalam jarak dekat.

Senyumannya malam itu nampak lebih menawan dari biasanya.

Sentuhan tangan hangatnya di pinggangku masih terekam dengan jelas hingga sekarang.

Ketika pesta Yule Ball telah berakhir kami sempat berciuman. Cukup lama. Cukup panas.

Seakan lupa bahwa pria yang berdansa denganku saat itu memiliki perasaan pada gadis lain. Dan dengan bodohnya aku terbuai, kemudian berpikir bahwa perasaanku terbalas.

Tapi, sedetik setelah ciuman kami terlepas. Aku menyadari sesuatu.

Menyadari bahwa mungkin saja ia menciumku karena Fred dan Angelina juga berciuman dengan panas tak jauh dari tempat kami berciuman.

Hati dan otakku berdebat.

Hatiku mengatakan bahwa tak mungkin seorang George menciumku tanpa ada perasaan.

Sedang otakku berpikir bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Apalagi setelah mengingat pernyataannya di menara astronomi tentang perasaannya pada Angelina.

Esok paginya, ia menghampiriku sendirian. Tanpa kembarannya.

Sebuah kejadian yang jarang terjadi. Tapi tidak aku pedulikan saat itu.

Karena fokusku hanya pada sosoknya yang sangat aku kagumi.

"A-aku minta maaf soal semalam."

Jantungku berdetak sedikit lebih kencang dari biasanya. Merasa was-was dengan maksud dari ucapannya.

Was-was apabila apa yang aku pikirkan semalaman menjadi kenyataan.

"Soal apa?"

"Menciummu tiba-tiba," aku diam mendengar perkataannya. "Aku refleks setelah melihatnya dengan Fred berciuman."

Otakku berseru menang atas pedebatannya dengan hatiku di malam pesta Yule Ball.

Sedangkan hatiku, merasa sedih karena kalah. Juga hancur karena apa yang aku pikirkan semalaman benar-benar menjadi kenyataan.

Senyuman yang terasa sulit tetap aku paksakan setulus mungkin di hadapannya sambil berkata.

"Bukan masalah besar. Kau selalu bisa mengandalkanku," sebisa mungkin aku berusaha agar suaraku tetap normal─tidak bergetar.

Lalu kami berpisah karena ia ada kelas yang akan mulai 15 menit lagi.

Sedangkan aku memilih berdiam diri di toilet perempuan dan menangis disana.

Cukup menyakitkan ketika tahu bahwa aku pilihan terakhirnya saat Angelina─gadis pujaannya─telah menjadi pasangan kembarannya.

First Love?Onde as histórias ganham vida. Descobre agora