Dua puluh enam : Mimpi Buruk

284 19 0
                                    

Holaaa!!!

Aku balik lagi bawa Johan nih! Wkwk Jangan lupa vomment yang banyakk yah, biar Johan sama Monica rajin update!!!

Happy reading bebihh

Enjoyyyy

❄❄❄❄❄

Beberapa kali Monica mencoba untuk menahan tangisannya karena saat ini ia masih berada di dalam mobil Juna. Suasana yang lumayan canggung karena Monica sendiri sedikit lebih akrab dengan Demian dibandingkan Juna.

Mata Monica kembali buram dan ia mencoba menghapus air matanya ketika bayangan mama Johan yang marah dan mengatainya perempuan murahan kembali terlintas di kepalanya. Tidak, ia bukan wanita murahan, ia hanya sangat mencintai Johan.

Kepala Monica sedikit menoleh saat Juna mendekatkan kotak tisu padanya. Rasa malu mulai menghampirinya. Bagaimana mungkin ia bisa menangis di mobil orang?

Sorry,” Monica mulai berbicara dengan pelan. Rasanya ia memang perlu meminta maaf karena membuat situasi jadi canggung karena tangisannya yang tidak berkesudahan.

“What for?”

“For crying in your car.”

Juna tertawa kecil. “Santuy Mon, as long as you feel better.”

“Thanks.”

“You’re welcome.”

Monica sedikit merasa lebih lega karena sifat Juna yang ternyata santai. Mirip seperti Demian, hanya saja Demian sedikit lebih serius. Perbedaan sifat mereka dengan Johan cukup membuat Monica bingung. Bagaimana mungkin Johan yang temperamental bisa berteman dengan orang-orang santuy ini?

Tapi Monica juga bersyukur karena teman-teman Johan bukan seperti teman-teman laki-lakinya dulu saat masih kuliah. Bisa dikatakan teman-temannya yang berjenis kelamin laki-laki justru lebih mengerikan dalam menyebarkan gossip jika dibandingkan perempuan. Lebih buas dalam hal ikut campur urusan orang lain. Lebih parahnya lagi, mereka justru ikut bekumpul dengan para ratu gosip, atau memanfaatkan pacar masing-masing untuk mengetahui gosip terbaru. Benar-benar bukan seperti lelaki pada umumnya.

Berbeda dengan teman-teman Johan justru bersikap sangat baik dan tidak bertanya aneh-aneh padanya, seperti pertanyaan ‘apa yang terjadi?’ atau ‘tadi habis ngapain?’ dan pertanyaan lainnya yang sangat mengganggu privasi. Johan sungguh beruntung memiliki teman seperti Juna dan Demian walau sifat mereka sangat jahil. Apalagi kejahilannya sering menjadikan Monica kambing hitam kemarahan Johan.

“Rumah lo yang mana Mon? Tadi Johan nggak kasih tau alamat lengkapnya cuma perumahannya doang.” Kata Juna begitu mobilnya memasuki area perumahan Monica di daerah Tomang.

 “Yang pager biru di depan.”

“Oh, rumah yang itu. Lo tinggal sama siapa di sana?”

“Sendiri. Orangtua gue di Surabaya. Itu rumah nenek gue, ibunya nyokap. Tapi beliau udah tenang di surga, sekarang gue yang nempatin deh.”

“Oke. Udah sampe.” Kata Juna lalu diam sebentar sebelum kembali berbicara. “Sejujurnya gue nggak mau ikut campur, Cuma gue mau ngeyakinin elo aja Mon, apapun yang tadi terjadi jangan sampai kepikiran dan jangan dimasukin ke hati lo Mon.”

Monica terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk dan terseyum tipis. “Gue yakin, mama Johan punya alasan. Cuma gue emang sedikit syok aja, tapi gue berusaha untuk nggak masukin ke hati sih, karena semua yang dikatakan mama Johan juga nggak sepenuhnya salah.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Home To Go HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang