Chapter 12 🥀

404 187 23
                                    

Happy Reading 🖤
.
.
.
.
.


Hai guys ada nada peringatan dibawah ⬇️
⚠️ WARNING 18+ ⚠️
(Anak bawah umur harapan skip ya walaupun adegannya sebentar, terimakasih)


"Rin ikut gue pergi ya?" ajak Gibran membuat Rindi tidak mengerti apa mau laki-laki yang kini ada di depannya.

"Pergi kemana? Beli cilok," balas Rindi bercanda.

"Bukan," ucap Gibran serius.

Rindi yang melihat raut wajah Gibran serius ia berusaha memecahkan suasana agar tidak terlalu mencekam.jujur saja Rindi takut melihat wajah serius Gibran yang terlihat sangar.

"Terus kemana? Atau beli somay?"

"Bukan."

"Terus kem...."

Cup

Belum selesai Rindi berbicara Gibran lebih dulu mencium bibir Rindi agar diam. Entah apa yang terjadi tubuh Rindi tiba-tiba kaku seakan-akan ia tidak masalah dengan Gibran yang menciumnya.

Hatinya sekarang berdetak tidak karuan, ia bahagia? tentu. Rindi bisa merasakan kebahagiaan yang berbeda saat bibirnya bersentuhan dengan bibir Gibran.

Perlahan Gibran mengigit bawah bibir Rindi agar Rindi membuka mulutnya.

"Agkkk," ringis Rindi.

Dengan perlahan tapi pasti Gibran mulai memasukkan lidahnya kedalam mulut Rindi seperti mengabsen satu persatu gigi Rindi. Rindi yang tidak tau itu hanya membalas dengan amatir.

Ciuman yang semakin panas, Gibran menahan tengkuk belakang kepala Rindi, sedangkan Rindi mulai melingkarkan tangan-nya ke leher Gibran.

Seperkian detik mereka ciuman akhirnya Rindi yang hampir kehabisan nafas ia mengakhiri ciuman Gibran kepadanya. Ia menunduk malu enggan menatap kekasihnya yang kini tersenyum menggodanya.

"Kalau Lo nanya lagi, bakalan gue cium gak ada ampun."

Rindi yang mendengar itu seketika bergidik ngeri."ih ngeri banget Lo, pacar gue atau pembunuh Lo," ucap Rindi.

"Suami Lo." Rindi mengigit bawah bibirnya salting, ayolah Gibran sudah membuat Rindi melayang hati ini.

"Sial! Sial! Sial! Jangan salting Rindi," batin Rindi.

"Lo lucu Kalau lagi salting, pipi Lo merah kaya minta di cium."

"Apaan sih Lo."

Gibran tersenyum, ia kini menatap semesta nya yang tersenyum hangat kepadanya. Andai waktu bisa berhenti Gibran ingin detik ini berhenti, andai waktu bisa di perpanjang Gibran ingin selalu ada di sisi Rindi. Tapi semuanya hanya kata andai, andai tuhan ingin berbaik hati kepadanya untuk menyembuhkan Rindi.

"Nanti saat kita selesai ujian, Lo ikut gue, Rindi."

"Kemana?"

"Kita keluar negri buat perobatan Lo, supaya Lo sembuh."

Rindi terdiam sejenak, apa masih ada kesempatan untuknya sembuh.

"Gimana kalau gue duluan di jemput tuhan," ujar Rindi begitu jelas terdengar Gibran.

Deg

Gibran terdiam seketika, rasanya seperti ada panah yang menusuk hatinya, sesak rasanya.
Rindi benar, bagaimana kalau Rindi pergi lebih dulu, bagaimana jika semuanya terlambat, bagaimana jika tidak ada Rindi di hidup Gibran. Apa semuanya akan kelabu? Dan apakah tuhan setega itu kepada Gibran. Anggi tuhan ambil padahal Anggi adalah warnanya, lalu sekarang apakah Rindi pun ingin Tuhan ambil! Ini sudah tidak adil untuk Gibran.

Kata Terakhir (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang