Chapter 5 🥀(Persi baru)

624 251 54
                                    

Happy reading 🖤
.
.
.
.

Rindi memasukkan laptopnya kedalam tas hitam miliknya, lalu mengambil stabilo warna hijau dan kuning untuk menggaris kata-kata yang penting di dalam makalahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rindi memasukkan laptopnya kedalam tas hitam miliknya, lalu mengambil stabilo warna hijau dan kuning untuk menggaris kata-kata yang penting di dalam makalahnya. Tidak lupa Rindi mengikat rambut pendeknya walaupun tidak semua rambutnya terikat, memakai sweater dan celana oversize membuat kesan imut kepada Rindi yang pendek dan kurus.

'Tok,tok,tok'

Rindi mengetuk pintu rumah Gibran. Terlihat seorang ibu-ibu tua yang membukakan pintu sambil tersenyum menatap Rindi.

"Non Rindi ya, silakan masuk," ucap ibu-ibu tua tersebut mempersilahkan Rindi masuk.

"Ouh makasih....." Ucap Rindi terhenti karena tidak tau harus memanggil ibu-ibu itu siapa.

"Bi Nyai, non bisa panggil saya Bi Nyai."

"Ouh gitu ya bi, makasih bi nyai," ucap Rindi tersenyum.

"Masya Allah budak teh meni geulis," ucap bi Nyai pelan saat Rindi berjalan menuju ruang tamu.

"Rin." Panggil Gibran singkat sambil berdiri di salah satu anak tangga.

Rindi menoleh kearah Gibran yang kini sama sedang menatapnya. "Sial sial sial kenapa Rindi imut banget," teriak batin Gibran.

"Ran, mau ngerjain dimana?" Tanya Rindi menghampiri Gibran.

"Di atas aja, di balkon kamar gue."

"Kamar Lo?"

"Santai aja, gue nggak akan ngapa-ngapain Lo yang cuman tulang doang."

"Sekate-kate ya Lo ngomong, gini-gini gue masih suci dan bersih dari sentuhan cowok-cowok berengsek."

"Bagus deh, gue nggak salah pilihkan."

Rindi yang lemot bingung dengan ucapan Gibran barusan. "Hah!"

"Nggak, jangan hah hah terus. Kapan selesainya kalau Lo terus berdiri disitu."

Rindi mengikuti Gibran dari belakang, ia bisa sangat jelas menatap punggung laki-laki yang kini di depannya, Karena Rindi fokus memperhatikan punggung Gibran tanpa ia sadar jika Gibran berhenti dan alhasil Rindi menabrak punggung Gibran.

"Aww," rintih Rindi mengusap hidung dan jidatnya.

"Lo, kenapa?"

"Lo yang kenapa, kalau mau berhenti kasih aba-aba dong gue jadinya nggak nabrak Lo."

"Kasian idung gue yang lumayan mancung ini," ucap Rindi mengelus hidungnya.

"Mana coba gue liat," ucap Gibran memegang kedua pipi Rindi.

Refleks mereka berdua saling bertatap-tatapan, dua bola mata yang indah jelas terpasang di wajah Rindi yang begitu imut di mata Gibran. Gibran sedikit kecewa dengan dirinya, ia bisa melihat Rindi tetapi dengan warna yang kelabu. Ia tidak tau baju warna apa yang Rindi pakai, ia tidak tau warna mata Rindi, jika saja ia bisa melihat dengan jelas mungkin warna mata Rindi sangat indah.

Kata Terakhir (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang