Bab 1

36 3 0
                                    


Alunan musik memenuhi ruangan berlantai kayu. Cermin besar di sisi ruangan bergetar ringan merespon musik. Langkah kaki terdengar sesuai dengan ritme. Seorang pria dan dua wanita menari sesuai perannya masing-masing. Mereka berlatih menari dengan serius.

Ketika musik sampai di akhir, pria itu yang pertama memulai pembicaraan. "Haruskah kita selesai di sini? Oh ya, bila Hyung-nim datang, tolong langsung bawa dia masuk saja, ya?"

Pria itu tersenyum ringan dan berbalik, melangkahkan kaki menuju pintu di sudut ruangan. Kedua wanita yang ditinggal itu mengiringi dengan tatapan pada punggungnya. Ketika dirasa hanya berdua, salah satu dari kedua wanita itu berbicara.

"Lee Sehee, kau masih berpacaran dengan Hoseok-ssi?" tanya wanita dengan rambut sebahu. Temannya yang bernama Sehee menjawab dengan gelengan kepala.

"Yoo Jihye, kau sungguh tidak tahu malu menanyakan itu." Sehee menggeleng kembali atas intonasi pertanyaan temannya itu. Nada bicaranya terdengar meremehkan.

"Hoseok-ssi hanya bagus tentang tarian saja. Di bidang lain ia tidak ada bagus-bagusnya. Apalagi visualnya yang biasa saja. Jika Hoseok-ssi memintaku menjadi kekasihnya pun, aku akan menolaknya," ujar Jihye dengan intonasi yang sama lagi.

Di sudut ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka, sepasang mata terlihat di sana. Ia adalah pria yang keluar tadi. Saat hendak kembali untuk mengambil ponsel, pria itu terhenti mendengar kedua gadis itu bergosip. Ia tidak ingin menginterupsi keduanya karena hubungan mereka tidaklah dekat.

Ruangan itu memiliki dua pintu. Di pintu lain, ada seorang pria yang terang-terangan bersandar. Ia bersedekap mengamati kedua wanita itu. Pria yang memakai kacamata itu menghela napas sebelum menegakkan tubuhnya.

"Yoo Jihye, ketampanan tidak bisa membuatmu hidup tenang. Banyak orang di luar sana yang berebutan untuk mendapatkan pria tampan," ucap pria berkacamata itu untuk menginterupsi. Jihye dan Sehee segera menengok ke sumber suara.

Jihye menyeringai dan berkata, "Sama seperti Ibumu yang menggoda Ayahku untuk bercerai, 'kan? Bukan salah Ayah bila ia tampan. Itu salah Ibumu yang menggoda suami orang."

Pria berkacamata itu tersentak. Jihye adalah adik tirinya. Ayah dan Ibu mereka menikah saat keduanya sudah dewasa. Harusnya Jihye lebih mengikhlaskan daripada mencela saat rumah tangga orang tuanya seperti itu. Karena Jihye bukanlah tanggung jawab orang tuanya mengingat wanita itu sudah dewasa.

"Ck, tidak ada gunanya ikut campur pernikahan orang tua. Pulanglah kalian berdua. Aku akan menemui seniormu nanti." Pria itu berkata dengan nada kesal.

Jihye dan Sehee mengambil barang-barangnya sebelum keluar melewati pria berkacamata itu. Khususnya Jihye yang sengaja menabrak bahu pria itu dengan kasar. Bahkan, saat sudah berada di luar, Jihye mengacungkan jari tengah pada pria itu. Tentu saja tidak dibalas pria itu, tidak ada gunanya membalas wanita kasar itu.

Pria itu mengalihkan tatapannya ke sudut ruangan lain. Seseorang yang mengintip di balik pintu lain-pria yang menari bersama dengan kedua wanita itu-tersentak. Ia menatap tajam di balik kacamata bundarnya itu sebelum berkata, "Aku akan menemuimu besok."

Pria berkacamata itu berdengkus sebelum berbalik. Ia meninggalkan seseorang di pintu sudut lain ruangan yang sudah menampakkan diri. Keheningan tercipta saat tidak ada lagi yang berbicara.

"Hyung-nim terlalu lembut. Aku terharu," gumam pria itu. Ia memiliki hidung yang mancung dengan rambut cokelat. Surainya berkilau di bawah lampu ruang latihan.

Ia berjalan menuju ke sudut, di mana tas dan jaketnya berada. Dengan langkah kaki yang menari ringan, ia mengambil ponsel. Benda itu tergeletak di atas lantai tanpa ada yang ingin mencurinya.

Lalu, ia menatap buku usang di sebelah jaketnya. Buku itu terbuka dengan bookmark yang sama kondisinya. Ia mengambilnya dan bergumam, "Tinggal beberapa bab lagi untuk kubaca."

Menyandarkan diri ke tembok, ia membaca buku itu dengan serius. Diiringi dengan suara jam yang berdetak. Lampu ruang latihan yang temaram karena kekurangan daya. Hingga akhirnya lampu tersebut mati karena kehabisan daya.

Ia menutup bukunya dan bergumam, "Haruskah aku tidur di sini atau pulang?"

Bergerak dengan mengambil jaket dan tas, ia berjalan menuju sudut ruangan lain yang memiliki matras. Ia menarik matras yang berada di paling atas tumupukan dan menyiapkannya untuk tidur. Menjadikan tas yang dibalut jaket untuk bantal sebelum merebahkan dirinya.

Ia menatap jam dinding yang berada di atas cermin. Jam menunjukkan tepat tengah malam. Ia menatap ponsel sebelum memejamkan mata dengan posisi memeluk buku usangnya.

Waktu pun berlalu diiringi detak jam. Ruangan gelap itu tiba-tiba sunyi tanpa satu pun suara. Jam yang berdetak menghentikan aktivitasnya. Gelap gulita yang dirasa. Tidak ada yang mengganggu ketentraman tersebut untuk sementara waktu.

BOOM!

Bunyi benda jatuh yang sangat keras terdengar. Pria yang tertidur itu merasa telinganya terpekak. Ia terbangun dan mengucek mata dan bergumam, "Ada apa, sih?"

Suara yang sama kembali terdengar membuat pria itu terduduk dan membuka mata. Ia menatap sekitar yang masih sama gelapnya. Namun, ada beberapa cahaya yang jauh dari pandangannya.

Ia terbelalak dan meloncat. Tubuhnya sedikit terhuyung karena gerakan yang tiba-tiba. Ia melihat ke sekitar. Ini bukanlah ruang latihan yang sebelumnya ia tempati. Semak belukar, pohon tua, tanah tandus, dan langit malam adalah yang dilihatnya.

Pria itu menatap ke bawah. Ia tidak menemukan barang-barang miliknya. Ketika ia mengalihkan pandangan kembali, siluet aneh yang beukuran tiga kali lipat dari tubuhnya berada di depannya. Ia terjatuh dan tubuhnya gemetaran.

"Mon-monster!"

Pria itu berteriak dan bangkit untuk berlari. Sosok yang dilihatnya sebagai monster itu mendengar teriakan tersebut dan berlari mengejar pria yang melarikan diri. Saking besarnya tubuh itu, tanah tandus yang terpijak oleh kaki monster itu retak.

Dengan sekuat tenaga ia berlari menuju cahaya yang dilihatnya. Cahaya itu terlihat seperti lentera yang dibawa orang beramai-ramai. Sampai akhirnya praduganya mewujudkan hasil, ia berteriak meminta tolong pada kelompok berbaju zirah.

"Tolong aku!" teriaknya dengan keras. Kelompok itu menengok dan terkejut melihatnya berlari dengan monster di belakang. Seseorang yang berada paling depan dan dekat dengan pria itu bersiaga mengambil posisi.

"Bersembunyi di belakang. Kami akan mengalahkan monster itu!" seru seseorang yang berada di kelompok tersebut. Suara berdesing terdengar setelah itu. Disusul dengan suara benda jatuh yang sangat keras sama seperti sebelumnya.

Pria yang sebelumnya berlari itu luruh. Ia terduduk dengan tubuh yang masih gemetaran. Seseorang yang memegang lentera mendekat dan berkata, "Tidurlah sebentar. Tubuhmu masih terkejut akibat berlari berlebihan."

Pria itu menatap dengan napas tersengal. Sebelum mendamaikan diri dengan memejamkan mata. Ia menghiraukan segala teriakan bersemangat dari kelompok tersebut untuk mengalahkan monster. Suara pertarungan bagaikan meninabobokannya.

--------

To Be Continue

--------

Catatan:
1. Penulis sengaja masih merahasiakan identitas dari pria berkacamata dan pria yang menari agar pembaca menebak siapa yang dibicarakan dua wanita penari tadi.
2. Penulis sengaja merahasiakan identitas kedua pria tersebut supaya pembaca menebak siapa yang ber-isekai ke dunia lain.
3. Pria berkacamata dan pria yang menari di scene atas adalah orang yang sama-sama tergabung dalam kelompok dance. Tinggal pikirkan saja mana yang Min Yoongi mana yang Jung Hoseok.
4. Sufiks '-nim' berarti panggilan penghormatan dengan jabatan yang lebih tinggi, sedangkan '-ssi' adalah sufiks untuk panggilan penghormatan bagi orang yang tidak terlalu dekat. Di Korea, orang memanggil nama beserta marga atau menggunakan sufiks '-ssi' berarti tidak terlalu kenal atau dekat. Biasanya dipakai untuk orang yang sudah kerja.

Villain's Sword [PUBLISHED]Where stories live. Discover now