DISTANCE

577 83 16
                                    

Carry Knightley

Sinar matahari pagi membangunkan paksa diriku yang tengah bermimpi indah.

"Bangunlah Carry." Hanji mengguncang tubuhku perlahan. Aku menuruti perkataannya dan membuka mataku yang terasa amat berat, lalu membiarkanku sepenuhnya bangun.

Oh iya, aku menangis sepanjang malam dan tidur di kamar Hanji

"Mana Levi?" tanyaku. Semalam, Levi berada disini. Entah apa alasannya aku tidak terlalu peduli karena saat itu pikiranku sedang kacau.

Tapi mengapa ya Levi berada di kamar Hanji pukul 1 pagi?

"Ah.. dia sudah pergi sesaat setelah kau tertidur." jawab Hanji santai sambil membenarkan tirai jendela.

Aneh, gumamku dalam hati.

Lantas aku berdiri dan duduk di kursi panjang dekat tirai. "Kak, maafkan aku semalam. Aku tidak bermaksud untuk mengganggumu dengan masalah pribadiku."

Hanji tersenyum dan menatapku dengan ekspresi iba. "Carry, maafkan perkataanku, tapi jujur... kau harus realistis. Erwin bukanlah orang yang bisa diajak untuk berkomitmen dan jatuh cinta dengan mudah. Umur kalian juga berbeda cukup jauh, 4 tahun kan? Kau hanyalah anak kecil di matanya, percayalah. Jadi lebih baik buang rasa itu jauh jauh dan fokus saja pada pekerjaanmu."

Aku menghembuskan nafas. Perkataan Hanji seratus persen benar. Aku dan Erwin sangatlah berbeda. Umurku dua puluh tahun dan Erwin dua puluh empat. Aku masih berpikir secara kekanak kanakan dalam berbagai masalah, sedangkan Erwin selalu berpikir jauh kedepan dengan terencana. Tidak mungkin kami bisa bersatu. Aku harus membuang perasaan ini sekarang agar tidak jatuh terlalu dalam. Namun apakah sesederhana itu?

"Aku tak tau apakah aku bisa, kak. Selama ini perasaanku padanya hanya sebatas kagum, tapi saat misi keluar tembok kemarin, tiba-tiba rasa sialan ini tumbuh makin kuat. Kami menjadi dekat. Kakak tau kan? Aku sungguh bodoh mengira semua hal akan tetap indah seperti ini. Bodoh sekali ya?" aku mengasihani diriku sendiri, lalu mengusap wajahku dengan kedua tangan, frustasi.

Hanji tertawa, mencubit pipiku. "Ini yang namanya cinta pertama remaja. Kau mungkin sangat mahir di medan perang, namun kau hanyalah remaja, Carry. wajar untuk menjadi keras kepala dan bodoh karena cinta. Yah walaupun naasnya, kisah cinta pertamamu harus berakhir tragis."

"Ah kakak jahat sekali!" teriakku, meninju lengan Hanji pelan.

Hanji berpura pura kesakitan dan tertawa, membuatku ikut tertawa. Namun kemudian wajah Hanji berubah menjadi serius. "Sadarlah kau itu orang pilihan Komandan Keith. Tanggung jawabmu berat karena kau tidak boleh mengecewakan banyak orang. Jangan bertindak bodoh hanya karena masalah sepele ini Carry."

Aku mengangguk setuju. "Ya sudah kak, aku akan kembali ke kamarku." Aku memeluk Hanji dengan tulus. "Terimakasih telah membolehkanku menginap semalam disini."

Hanji tersenyum. "Kita ini kan kakak adik, sering sering menginap juga tidak apa apa!" Kata Hanji, melambaikan tangan sembari aku berjalan ke luar ruangan.

Sesampainya di kamarku, aku memutuskan untuk membersihkan diri lalu tidur hingga jam makan siang. Karena hari ini adalah Minggu, maka waktunya untuk bersantai sebelum kembali bekerja besok.

Saat mandi, kata-kata Hanji bergema di otakku. Aku harus belajar dewasa agar tidak salah langkah seperti sekarang. Jika kejadian bodoh seperti ini terulang lagi, maka yang ada hanyalah kesedihan dan kecanggungan. Namun ciuman Erwin malam itu membuatku...

Tumggu... Semalam kan Erwin menciumku!Aku lupa menceritakan ini kepada Hanji dan Levi. Aku harus segera bertemu dengan mereka!

Selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku dan segera memakai baju santai untuk menemui kedua temanku itu. Kaus putih polos tanpa lengan dan rok krem semata kaki menjadi pilihanku hari ini karena kebetulan pakaian itu yang berada di tumpukan baju paling atas. Tidak lupa aku menyisir rambut dan menatanya menjadi kuncir ekor kuda.

Cold [Erwin Smith Imagine]Where stories live. Discover now