01 - Anak Pindahan Itu.

51 10 8
                                    

Shiawasena dokusho^^

🍂🍂🍂

Saat sedang bermain sepeda, tiba-tiba ada sekelompok pesepeda lain datang mengelilingiku.

"Hallo, Keysha," ujar laki-laki di sampingku.

Aku memilih tidak menghiraukan panggilan itu. Jika sudah ada mereka di sini, bisa dipastikan, sebentar lagi aku akan mengalami hal buruk.

Entah karena tidak kuhiraukan atau karena memang anak ini tidak memiliki etika, ia semakin mendempetkan sepedanya ke arah sepedaku, membuat aku hilang keseimbangan dan terjatuh.

Aku meringis kesakitan, lutut ini terluka.

Aku menatap nyalang pada lima laki-laki itu. Terlebih pada laki-laki yang membuatku terjatuh, Jimmy. Mereka tidak henti-hentinya menggangguku. Tidak di sekolah, tidak di rumah, kenapa mereka sangat senang menjahiliku? Kali ini apa lagi?

"Kamu, sih, dipanggil gak nyahut. Jatuh, 'kan. Kualat itu namanya," ujar Jimmy.

Setelah mengucapkan itu, ia beserta teman-temannya pergi meninggalkan aku. Bahkan, tidak membantuku untuk berdiri. Sekali lagi, aku meringis, lututku mengeluarkan darah.

"Kamu nggak apa-apa?"

Aku mendongak, mendapati seorang laki-laki yang tersenyum sembari mengulurkan tangannya, mungkin hendak membantuku untuk berdiri.

Aku mengangguk kecil, lalu menerima uluran tangan itu. Lukaku rasanya semakin perih saat berdiri. Laki-laki itu kemudian membangunkan sepedaku, menurunkan standar sepedaku, lalu menghampiriku.

"Berdarah. Lukamu harus cepat diobati, nanti infeksi. Sini, biar kubantu," ujarnya lagi.

Ia mulai memapah tubuhku menuju sebuah pohon besar dan rindang. Kami lalu duduk di bawah pohon itu. Kepalanya menoleh ke kiri-kanan, seperti sedang mencari sesuatu. Tiba-tiba, ia berdiri dan berlari entah ke mana.

Aku kembali melihat luka di lututku. Meniupnya pelan saat rasa sakit mulai berdenyut. Darahnya sudah berhenti mengalir, tetapi keadaan lututku sangat kotor.

Tak lama kemudian, laki-laki tadi datang dengan membawa sebuah botol yang berisi air. Duduk di hadapanku, meluruskan kakiku, lalu mulai membersihkan luka di lututku. Aku kembali meringis, rasanya perih.

Setelah lututku tidak kotor lagi, ia dengan telaten menempelkan Hansaplast untuk menutupi lukaku.

"Makasih," ucapku padanya.

Ia hanya tersenyum, menciptakan eye smile di matanya. "Sama-sama," jawabnya kemudian.

"Ah, kenalin, aku Keysha." Aku mengulurkan tangan dan tersenyum ramah.

"Pandu." Ia menerima uluran tanganku. Aku mengangguk, nama yang bagus.

"Em ... aku belum pernah lihat kamu di sini? Kamu orang baru?" tanyaku. Ya, aku memang belum pernah melihatnya sebelumnya.

"Iyah. Aku baru pindah kemarin sore. Aku tinggal bersama Nenek dan Kakek."

Aku hanya mengagguk, mengerti. Pantas saja aku baru melihatnya, ternyata dia baru pindah, tetapi tunggu ...?

"Berarti kamu bakal sekolah di sini?" Aku membulatkan mata.

"Iyah. Aku bakal sekolah di SMP Nusa Bakti. Besok, aku udah mulai sekolah," jawabnya santai.

Kedua sudut bibirku terangkat. Berarti aku satu sekolah dengannya? Namun, apakah kami akan akrab? Maksudku, menjadi seorang teman? Ah, pikirkan itu nanti saja. Sekarang, yang terpenting aku sudah tahu nama orang yang telah menolongku.

***

Pagi telah tiba, aku sekarang tengah mengayuh sepedaku menuju sekolah. Kemarin, saat pulang ke rumah, Bunda sangat terkejut melihat lututku. Padahal hanya luka kecil saja, tidak akan membuatku mati. Kekhawatirannya bahkan masih berlanjut pagi ini. Ia melarangku untuk ke sekolah, tetapi aku kekeuh ingin pergi. Akhirnya, setelah sedikit berdebat, Bunda mengizinkan aku pergi.

Di tengah perjalanan, aku melihat seorang laki-laki dengan seragam yang sama denganku tengah berjalan kaki. Itu Pandu. Dia berjalan kaki? Dengan cepat, aku menghentikan sepedaku di sampingnya. Membuatnya reflek menoleh ke arahku. Aku menyengir, yang dibalas senyuman olehnya.

"Pandu. Kamu jalan kaki?" tanyaku. Ah, kenapa aku bodoh sekali? Sudah jelas Pandu sedang berjalan kaki.

"Iyah."

"Mau naik sepeda bareng aku, nggak? Aku boncengin," tawarku. Ia tampak berpikir.

"Hem ... boleh, deh." Ia beranjak naik ke atas sepedaku, dan aku pun kembali mengayuh pelan sepedaku.

Jarak menuju SMP Nusa Bakti lumayan jauh. Sekitar satu kilo meter. Kebanyakan dari kami menggunakan sepeda, tetapi ada juga yang memilih untuk berjalan kaki. 

Sepanjang perjalanan, aku dan Pandu banyak mengobrol. Aku menceritakan tentang sifat Jimmy dan teman-temannya yang sangat nakal dan tidak henti-hentinya menggangguku. Kemudian tentang ayahku yang tidak tau siapa dan entah di mana. Tadinya, aku tidak ingin bercerita, tetapi Pandu yang menanyakannya. Aku menawarkan Pandu untuk belajar membawa sepeda. Jadi, ia tidak perlu lagi berjalan kaki ke sekolah, dan dia mau.

Pandu juga banyak bercerita tentangnya. Katanya, ia pindah ke sini atas kemauan nenek dan kakeknya. Ayah dan ibu Pandu kembali ke kota karena urusan pekerjaan. Ia juga bercerita tentang perasaannya saat pertama kali tinggal di kampung ini. Ia bilang, awalnya tidak terbiasa, karena suasana kampung sangat sepi. Aku dapat memaklumi itu.

Tak terasa, SMP Nusa Bakti sudah berada di depan kami. Sebelum memasuki gerbang, aku meminta Pandu untuk bertemu di tempat kemarin. Aku akan mengajarinya membawa sepeda. Dia mengangguk, lalu melangkah masuk. Aku mendorong sepedaku menuju parkiran, lalu berlari menuju kelas.

___TSUDZUKU___

Yuuhuuu, aku bawa cerita baru. Untuk DBBM sementara gak up dulu, yah:( Soalnya banyak tugas dari sekolah.

"Lho, kalo banyak tugas, yang ini kenapa bisa up?"

Karena, yang ini udah terketik sampe Bab 11. Sementara DBBM baru diketik. Yang ini udah lumayan lama, sedangkan DBBM itu baru. Oke?

Ini Bukan Wattpad [On Going]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu