Bab 1

11.4K 1.5K 284
                                    

Saka menatap keluar jendela mobil, memandang rintik hujan yang mengenai jendela mobilnya. Selalu begini... setiap kali sendiri, setiap kali termenung, maka Saka hanya akan kembali mengulang semua momen indahnya bersama Ghea, putrinya. Dan itu akan selalu menimbulkan luka baru di hatinya, yang lebih besar dari sebelumnya.

Andai saja bisa... Saka ingin memutar waktu. Saka ingin lebih sering berada di sisi putrinya, ingin lebih sering memeluknya, melihat tawa dan senyumnya yang selama ini selalu menjadi pelipur lara baginya.

Jika saja Saka tahu Ghea akan pergi secepat ini... jika saja dia tahu Ghea akan pergi di pagi hari itu, Saka... dia pasti tidak akan mendengarkan egonya, dia pasti akan lebih memilih berada di rumah dari pada...

Saka mengatup rahangnya yang mengeras. Kedua matanya terpejam, setetes air matanya jatuh.

Ghea...

Entah sudah sebanyak apa dia manggil nama Ghea di dalam hatinya. Meski dia tahu Ghea tidak akan pernah menyahutnya lagi, meski dia tahu jika semua itu hanya percuma. Tapi Saka terus melakukannya.

Saka merindukan putrinya, dia nyaris gila karena merindukannya. Namun sayangnya, tidak ada satu hal pun yang bisa dia lakukan untuk mengembalikan Ghea.

Saka menghapus air matanya. Dia harus melarikan diri dari perasaan kacaunya saat ini. Maka itu, Saka merogoh saku jasnya untuk mencari ponsel, namun sayangnya dia tidak menemukannya, membuat dahinya mengernyit.

Ah, sepertinya tertinggal di kamar.

"Kembali ke rumah." perintahnya pada supirnya yang segera mengangguk patuh.

Sesampainya di rumah, supirnya membukakan pintu untuknya, kemudian memegangi sebuah payung untuk melindunginya dari tetesan hujan. Saka berjalan santai hingga ke depan pintu rumahnya, lalu dia bergegas masuk.

Saat menghampiri kamarnya, Saka mendengar sayup-sayup suara Bi Ambar yang memanggil-manggil nama Renata, membuatnya mengernyit lalu mengalihkan langkahnya menuju kamar Renata.

"Kenapa?" tanya Saka pada Bi Ambar yang sedang berdiri di depan pintu kamar Renata dan mengetuk-etuk pintunya.

Saat Bi Ambar menoleh padanya, wajah Bi Ambar terlihat gelisah. "Ini, Den..." Bi Ambar meremasi jemarinya. "Non Renata... dari tadi nggak keluar kamar. Saya panggil terus-terusan tapi nggak nyahut-nyahut. Nggak kedengeran apa-apa juga di dalam kamar."

"Kenapa nggak di buka aja pintunya?"

"Pintunya dikunci, Den..."

"Dikunci?" ulang Saka. Bi Ambar mengangguk, membuat Saka mengernyit heran. Seingatnya saat tadi dia mengunjungi Renata di kamar itu, pintunya sama sekali tidak terkunci dan Renata masih tidur. Lalu... mengapa sekarang pintunya malah terkunci?

Saka bergegas mendekati pintu, membuat Bi Ambar menepi. "Nata!" panggil Saka sambil menggedor-gedor pintu kamar Renata. Tapi masih tidak ada sahutan. Hal itu membuat perasaan Saka gelisah dan hal mengerikan bersarang di kepalanya. "ambil kunci cadangan dilaci meja kerja saya." Suruhnya pada Bi Ambar yang segera melesat pergi.

"Nata... Nata bukan pintunya!" teriak Saka meski percuma.

Bi Ambar kembali sambil menyerahkan sebuah kunci, Saka bergegas membukanya, kemudian matanya mencari di mana keberadaan Renata di atas tempat tidur.

Tidak ada. Tempat tidur itu kosong.

Saka segera melangkah masuk sambil memanggil nama Renata. "Nata!" namun Renata tidak berada dimana pun. Saka melirik ke arah pintu kamar mandi, dan tanpa berpikir lama, dia melangkah cepat ke sana. Saat dia berusaha membukanya, pintu kamar mandi itu terkunci.

SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang