Lahirnya VI part 1: Persetujuan

359 22 2
                                    

        Ketika aku terbangun, aku berada di sebuah ranjang dengan selimut menutupi setengah badan, tasku ada di samping meja, aku bangkit dan melihat kearah luar jendela, hari masih tampak gelap anehnya suhu ruangan terasa sangat dingin sampai menusuk ke tulang, kemudian aku mencoba untuk keluar kamar sembari tergigil kedinginan, ketika aku keluar dari kamar dan menelusuri lorong panjang yang gelap kemudian aku memasuki sebuah ruangan yang cukup terang dan melihat ada tangga besar menuju kebawah dan diliat dari tempat ini sepertinya aku berada di sebuah mansion. Kemudian aku memasuki ruangan sebelah dan menemukan sebuah lorong yang lebih luas yang hanya berujung sebuah pintu kayu besar yang menjulang tinggi ke atas, Slender kemungkinan disana pikirku kemudian aku mendekati pintu tersebut dan mengetuknya, benar ia ada di dalam ruangan ini, terdengar suaranya yang berat dan menyeramkan menyuruhku untuk masuk. Ruangan ini luas dan berbentuk bulat hampir oval, di kanan dan kiri ruangan ada beberapa rak buku yang penuh dengan buku-buku lama, di ujung ruangan terdapat jendela besar yang ditutupi oleh korden merah marun yang tampak elegan dan di tengah ruangan terdapat dua buah kursi sofa dengan kain beludru kuning kecoklatan saling berhadapan dibatasi oleh meja kayu oak yang kokoh. Slender mengisyaratkanku untuk duduk, kukira ia tinggal di tempat mansion yang bau dan lembab seperti kebanyakan cerita yang pernah kubaca di internet, ternyata dia memiliki mansion yang cukup bergaya, yah mungkin dia juga punya selera yang bagus, pikirku.

"Tuan Slenderman, sebenarnya apa yang kau mau sehingga membawaku kemari?" entah kenapa aku menyebutnya dengan kata tuan tapi, aku merasa benar saja.

        Dengan wajah membentuk senyuman yang kejam ia berkata, “Aku ingin kau menjadi 'wakil' ku seperti yang lain. Maka seterusnya kau boleh tinggal disini."

"Wakil? Maksudmu aku harus membunuh lagi?!" aku sontak langsung berdiri.

“Aku bisa melihat wajahmu yang masih ragu-ragu walau kau sudah membunuh banyak orang, ah, apa kau ingin pulang dan memeluk ayah dan ibumu beserta kakak-kakakmu?” Slender terkekeh, “Sayangnya mereka sudah tak ada lagi di dunia ini. Mereka sudah…MATI.” Ucapnya sembari berbisik kejam.

        Tiba-tiba jantungku seperti berhenti berdetak, napasku seolah tersumbat dan tubuhku bergetar hebat, “BOHONG!” teriakku histeris sembari menahan air mataku.

“Bohong? Hehe… baiklah akan kutunjukkan sebuah drama kecil padamu. Tapi, tenanglah sedikit karena ini akan… sangat menyakitkan.”

Masih dalam posisi duduk, Slender mengeluarkan beberapa sulur hitamnya dan mulai melilit tubuhku secara tiba-tiba, aku berusaha memberontak namun ikatannya sangat kuat. Sebuah sulur hitam bergerak menuju kearah jidatku dan menyentuh diantara kedua alisku. Tiba-tiba, aku merasakan rasa sakit yang luar biasa, kedua mataku seolah-olah berputar kedalam, kepalaku rasanya mau pecah kemudian segalanya menjadi putih.

Aku melihat sebuah gambaran, kulihat kakakku yang pertama sedang melamar pekerjaan di sebuah perusahaan ternama namun, ia gagal dan bunuh diri dengan melompat dari atas gedung, kemudian beralih ke sebuah gambaran dimana kakakku yang kedua telah meniduri seorang gadis yang kira-kira seumuran denganku kemudian ia meninggal karena kecelakaan lalu lintas, aku mulai tercengang dengan gambaran-gambaran ini semua, apakah ini mimpi? Apakah ini semua benar-benar terjadi? Perasaan sedih, kecewa, marah dan malu bercampur aduk di hatiku. Kemudian, sebuah gambaran terakhir yang kulihat adalah papa yang kalah dalam persidangan dan hak waris yang telah dihitung sama rata serta adil, semuanya menjadi hilang dibawa pihak keluarga lain dan mama menerima kedua buah kabar kematian kedua kakakku serta apa yang kuperbuat di sekolah. Kulihat mereka berdua sangat frustrasi, air mataku mulai berjatuhan, aku menyesali apa yang telah kuperbuat, air mataku semakin menderas ketika kulihat papa memasang dua buah tali tambang serta mama menyiapkan dua buah kursi. Aku berusaha untuk menghentikan mereka, namun tubuhku tak mau bergerak serta suaraku tak mau keluar, hingga mereka berdua akhirnya melompat.

“KYAAAAAAAAAAA!!!” aku menjerit sangat keras ketika aku tersadar. Kemudian aku menangis histeris.

“Tak ada tempat untukmu berteduh lagi.” ucap Slender.

“A-apa!? Apa yang harus aku lakukan untuk m-membayar semua ini!?” pintaku sembari terisak-isak.

“Jadilah wakilku, maka tempat ini akan menjadi tempatmu untuk ‘berteduh’” tawarnya sekali lagi.

        Aku pun menganguk pelan, pertanda aku menyetujui tawarannya untuk menjadi wakilnya kemudian aku berdiri lalu berjalan kearahnya, berlutut, mengapai tangannya dan menciumnya lalu aku mengatakan sumpah akan terus siap melayaninya sebagai wakilnya; I should never disobeyed every commands of my Master’s free will and never acts of my own except by my Master’s permission.Kemudian aku meminta sebuah permintaan kepadanya. Sebuah permintaan yang juga membuktikan kesetiaanku padanya. Aku bisa melihat wajahnya menyeringai dengan kejam.

“Oh, ‘mereka’ bukan? Boleh… Boleh saja.”

        Saatnya, kutunjukkan apa arti penderitaan yang sesungguhnya kepada mereka agar mereka bisa merasakan apa yang kurasakan, apa itu rasa sakit dan apa itu kematian!

        Akan kubalas!

        Tak akan pernah kuampuni!!!

        Tidak akan!

        Tidak akan!!

        TIDAK AKAN!!!

--------------------------------------------------------

[A/N] : Yosh maaf klo chapter yg ini agak pendek LMAO... orzzzz... jadi ni cerita masa lalu VI hampir selese {[SPOILER]: kemungkinan selese di chap berikutnya} dan habis itu sesuai yang ku katakan ku bakal nerusin cerita ini tentang kehidupannya VI sehari-hari sebagai Proxynya Slenderman dan kemungkinan aku juga bakal masukin OC CPAI ke sini so thanks guys for reading this! XDDDD--------------------------------------------------------

VI Creepypasta (BAHASA version)Where stories live. Discover now