Part 2

13 3 1
                                    

Pagi ini aku akan kerumah sahabatku sebagai agenda terakhir dari acara liburan ini. Setelah melaksanakan ibadah dan bersiap-siap aku langsung memesan taxi online untuk menuju alamat kediaman sahabatku. Setelah kurang lebih 20 menit akhirnya aku telah berada di depan gerbang rumah mewah milik sahabatku.

"Ini pak ongkosnya, terimakasih" ucapku

"Iya neng, sama-sama" jawab sopir taxi

Setelah turun dari taxi, aku mendekati gerbang yang sudah dibuka oleh penjaganya.
"Dengan mbk Arumi?" Tanya si penjaga

"Iya pak, saya Arumi" jawabku sambil tersenyum

"Silakan masuk mbk, tadi nona muda sudah berpesan pada saya jika ada mbk Arumi disuruh langsung masuk saja." Ujar si penjaga

"Terimakasih, Pak" ucapku seraya berjalan menuju pintu utama rumah ini

Tok... tok... tok
Tak selang beberapa detik pintu tersebut langsung terbuka dan menampilkan wajah sumringah sahabatku.

"Rumi, Astaga gue kangen banget ama lu." Ucapku sambil memelukku erat

"Disa, lepas dulu dong. Sesak tau pelukan kamu" ucapku perlahan pelukan itu melonggar

"Ayo kedalam Rum, langsung kekamar gue aja. Bonyok lagi dikantor" ajak Disa

"Yaudah ayo"

Sampainya dikamar Disa kami bertukar cerita tentang kegiatan sekolah, keluarga, impian, dan percintaan. Meskipun ia berasal dari keluarga konglomerat ia tak pernah menunjukkan bahwa ia kaya. Ia selalu berpenampilan sederhana dan tak pernah memilih dalam pertemanan. Meskipun sikapnya pecicilan dan sering bikin kesal tapi persahabatan kami terus berjalan hingga tahun ke 3 ini. Nantipun kami akan sekolah disekolah yang sama lagi.

Cerita dari hulu sampai ke hilir nanum kisah cintanya tak pernah segreget dan semenyedihkan kisah milikku. Ia sudah memiliki kekasih sejak 2 tahun terakhir. Hubungannya yang adem ayem kadang buatku iri. Sedangkan aku, bagai layangan yang tak tahu siapa sang pemegang benang.

"Kamu masih tetap mendapat surat itu, Rum?" Tanyanya

"Seperti yang kamu tahu Dis, tapi surat-suratnya selama 6 bulan bekangan ini tidak terlalu intens. Dan sejak aku sibuk persiapan ujian kelulusan surat-surat itu belum aku baca." Jawabku lirih, Disa menatapku seakan tahu apa yang aku rasakan. Padahal aku paling tidak suka ada seseorang yang menatap demikian padaku, tapi aku tak bisa mengelak jika sudah bercerita dengannya. Ia selalu tahu bagaimana aku dan perasaanku.

"Rum, apa tetap tidak ada petunjuk siapa orang itu? 2 tahun setengah semenjak kita memasuki semester genap sampai sekarang tapi identitas orang itu masih menjadi teka-teki." Pandangannya tak pernah lepas dari penglihatanku, tatapannya menyiratkan bahwa aku harus tahu siapa ia.

"Andai aku tahu Dis. Isi surat-surat itu selalu saja tengang aktivitas, keinginan bahkan apa yang aku butuhkan. Dis, apa menurutmu dia selalu ada disekitarku?" Kutegakkan tubuh dan fokus berhadapan dengan Disa, aku hanya ingin tahu ekspresinya.

"Bisa jadi, Rum. Kenapa tidak kamu tanyakan Ike saja, kan dia yang selalu mengantar surat itu padamu." Ucapnya yang seakan-akan pertanyaan tersebut belim pernah ia tanyakan

"Disa, dulu kita sudah pernah bertanya padanya. Tapi hasilnya dia diam saja, dan bilang jika suatu hari aku akan tahu dengan sendirinya." Ujarku seraya mengalihkan pandangan pada jendela

"Terlalu rumit Rum untuk dipecahkan, biarkan saja seperti biasanya. Toh kalau orang itu akan datangkan suatu saat" ujarnya yang kini telah berbaring diranjang

"Semoga saja Dis, akupun berharap begitu"

***

Dikediaman rumah mewah itu kini tampak sunyi tak berpenghuni. Suasana pagi yang biasanya terdapat potret keluarga bahagia dengan awal kegiatan menjalani pagi. Namun, dikediaman ini tak ada potret keluarga bahagia. Potret keluarga bahagia telah berakhir sekian tahun lalu. Disusurinya kisah-kisah, kenangan dalam kepingan memori yang pernah tertinggal dirumah mewah ini.

HiningWhere stories live. Discover now