17. Kelas XI Akhir Semester Ganjil

60 17 0
                                    

Dulu, seorang pria bilang padaku, aku gila. Lalu yang lainnya menyebutku aneh. Kata Gio, ketua kelas kami aku sulit di mengerti. Menurutmu, aku apa? - Surat Senja Untuk Purnama

Sebenarnya aku tidak terlalu dekat dengan Gio. Dia juga memiliki pergaulan teman-temannya. Yang ku tau, Gio itu suka Kanya dan duduk dalam baris yang sama denganku. Awal aku dekat, gara-gara tugas bahasa Indonesia membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik novel. Kami satu kelompok. Dia itu orangnya humoris. Dia suka bercanda dan orang sekelilingnya tertawa. Yang ku sukai, humornya itu tidak menyangkut fisik.

Entah karena tiba-tiba negara api menyerang atau Konoha di serang Pain, dia tiba-tiba suka menjahiliku yang membuatku ingin menangis sekaligus tertawa secara bersamaan.

Ini bermula karena salah titipan makanan.

Saat mau pergi ke kantin, beberapa murid di kelas kami menitip. Termasuk Gio sama Vian. Setelah mengingat catatan mereka aku sama Sasa pergi. Sepanjang jalan aku berusaha mengingat titipan mereka.

Aku beli sesuai titipan. Lalu kami balik ke kelas.

Aku menaruh Aqua dan tisu ke meja Vian. Dan tiga bakwan dan susu ke Gio. Saat menerima itu, Gio langsung protes.

"Kok bakwannya tiga? Ini kenapa ada susu bukannya aqua?"

"Kan sesuai pesanannya gitu!" Aku balik nge gas.

"Pesananku itu ya, dua bakwan satu tahu sama aqua."

"Nggak, tiga bakwan sama susu! Iya kan Sa?" Aku mencari pembenaran dari Sasa.

Sasa yang di tanya cuma bengong.

"Sudahlah Gio. Kamu masih ada yang benar. Aku yang salah semuanya biasa saja." Jawab Vian sabar tapi mukanya nelangsa.

"Bukannya aqua sama tisu?"

"Coba deh Maemunah, aku tisu buat apaan? Emang aqua bisa buat perut lapar jadi kenyang?"

"Lah pesanannya tadi apa?"

"Gorengan sama susu kedelai."

Sontak aku terdiam.

"Nah, sudah ingat?" Gio mencercah gemas.

Vian membuka tutup botol aqua dan meminumnya.

Dengan wajah bersalah, aku berkata, "Ya udah nanti ku ganti. Aku beli lagi." Aku berbalik akan pergi.

"Nggak usalah Senja. Capek juga kau pulang pergi. Bentar lagi jam masuk. Makan saja punya mu."

"Ku ganti uangnya."

"Nggak usah, beneran nggak usah."

Aku balik ke mejaku dengan menanggung penyesalan. Kok aku lupa ya... Kenapa Sasa nggak ngingetin?

Ku lihat Gio dan Vian berbagi makanan dan makin membuatku bertambah bersalah.

Namun, sejak itu. Gio sering menjahiliku karena insiden itu. Setiap aku lewat di depan mereka.

"Ada ya, susu jadi tisu." Lalu ia tertawa.

"Nggak apa-apa, karena berkat kau nggak ada yang nitip dan nyusahin aku lagi."

"Wow wow wow..."

Dan hari-hari selanjutnya, dia dan Vian berkomplot membuat nyanyian aneh untukku dan membuat ku kesal, tertawa dan menangis secara bersamaan. Namun itu tak berlangsung lama. Karena aku nggak enak sama Kanya. Mereka kan pacaran.

Melalui sms aku kirim pesan ke Gio.

Gio, tolong berhenti. Aku nggak enak sama Kanya.

Kenapa nggak enak?

Kalian kan pacaran. Wanita itu bisa cemburu tau tanpa harus ngomong.

Oh.

Dan setelah itu, ia tidak menjahiliku lagi sama Vian.

Tetapi, ketika aku akan membuang sampah ke depan dan dia berniat masuk ke kelas. Dia pernah berkata sepintas lalu dengan suara yang hanya di dengar kami berdua.

"Kau itu sulit di mengerti." Lalu berlalu. Menimbulkan benak tanya di kepalaku.

Dia kenapa? Aku tidak meminta di mengerti olehnya.

***

Surat Senja untuk Purnama [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang