9. Kisah Temanku (2)

87 19 0
                                    

Dulu aku kasihan pada Sasa karena ia merasa di jauhi oleh Kanya. Jadi aku menghiburnya untuk selalu di dekatnya. Tapi ternyata aku salah. Sekarang aku baru mengerti. Orang yang harus aku kasihani itu adalah diriku sendiri. Karena mereka memanggilku saat butuh- Surat Senja Untuk Purnama

Nggak terlalu banyak hal yang ku ingat di kelas sebelas. Karena masa itu adalah masa terpadat dan terberat. Dimana tugas-tugas menumpuk, kerja kelompok, ulangan harian, ujian mid, persentasi kelompok, kegiatan organisasi yang padat, masalah keluarga yang benar-benar menguras tenaga dan lain-lain.

Aku malah tercengang ternyata aku bisa melewatinya. Sendirian.

Kelas sebelas di awali dengan Kanya dan Elsa duduk sebangku. Sementara Sasa bersamaku. Waktu itu Sasa menangis karena ia merasa di buang oleh Kanya. Ia menumpahkan semuanya padaku. Tentang kesedihannya, kekesalannya, semuanya. Ia merasa sendirian. Padahal saat itu ada aku di sampingnya. Aku yang masih polos dan baik hati. Memberinya ucapan-ucapan penyemangat berharap dia mengerti dan tidak sedih.

Namun semenjak dari sana kami semakin dekat. Dia membawa motor jadi mengajakku naik untuk bersamanya. Pulang dan pergi sekolah. Banyak hal yang ia ceritakan di atas motor. Aku bahkan ingat salah satunya. Tentang kisah kelamnya saat masa kecil.

Aku benar-benar salut padanya. Ia masih bisa tegar dan mandiri. Masih seceria matahari walau dunianya benar-benar kacau. Aku bahkan memendam kekesalan pada pria-pria penyebab masa lalu itu. Aku dulu benci pada laki-laki. Karena sepanjang hidupku aku memiliki pengalaman buruk tentang mereka dan ditambah cerita Sasa jadi parah. Hanya keburukan yang ku ingat tentang manusia berjenis kelamin laki-laki itu. Aku tidak mau membeberkannya. Baik aku dan Sasa cukup hanya kami dan Tuhan yang tahu.

Ku pikir Sasa juga begitu. Karena kedekatan itu, aku ikut mengeluarkan masa lalu kelamku. Tapi ternyata Kanya tau. Ia terlihat bersimpati padaku. Ketika ku tanya darimana dia tau, dari Sasa. Aku langsung bertanya pada Sasa. Dan jawaban Sasa membuatku diam agak lama.

"Dia kan teman kita juga. Dia berhak tau karena kita adalah sahabat."

Aku tidak mengiyakannya. Aku mulai berpikir darisana, aku menyimpan kisah-kisah masa lalunya untuk ku simpan. Karena ku tau, membeberkan pribadi orang lain itu kepada yang lain walau teman sendiri tanpa sepengetahuan itu termasuk merusak kepercayaan. Dan Sasa melakukannya. Ia merusak kepercayaanku padanya. Sejak darisana aku tidak cerita-cerita lagi tentang hal pribadiku padanya.

Harusnya ia simpan. Aku mempercayainya dari sekian teman yang ku punya hanya dia seorang yang ku ceritakan. Aku bisa saja menceritakannya pada yang lain tapi nanti. Ada hal-hal yang memang kita berikan pada satu orang bukan untuk di konsumsi bersamaan. Aku juga melihat-lihat tempat aku curhat. Aku memiliki krisis kepercayaan pada orang-orang jadi tak mudah percaya pada orang.

Dan hal itu membuatku untuk tidak menceritakan apapun berkaitan pribadiku kepada Sasa dan teman-teman ku yang lain. Namun, di kelas sebelas aku dekat dengan seseorang. Alda namanya. Kedekatan kami berawal dari dia yang merekomendasikan sebuah film Thailand dan sekarang masih ingat filmnya. A Crazy Little Thing Called Love. Kak Shon hingga detik ini masih menjadi sosok fiksi yang ku sukai.

Dari sana, kami membahas banyak hal. Ternyata dia menyukai cerita. Mulai dari cerpen dan novel. Alda orangnya ramah. Karena itulah banyak yang berteman dengannya baik laki-laki dan perempuan. Dia juga jarang sakit hati ketika cowok di kelas kami mengajak bercanda dengan mengaitkan fisik. Alda tetap tertawa dan sesekali ia akan membalasnya dengan sindiran.

Menurut pandangan ku perangai Alda seperti keibuan. Ia kalem, cara berpikir dewasa,  dan nasihat-nasihat yang tidak menggurui. Aku sangat senang berteman dengannya. Karena itu, aku sering minta saran padanya tentang cara membuat cerita. Ia ahlinya. Ia mengajari cara membuat cerita dan kadang-kadang aku membaca ceritanya. Juga aku beberapa kali curhat padanya saat kondisi aku benar-benar tak tertolong lagi namun tidak tau harus cerita pada siapa dan Alda menawarkan dirinya. Awalnya aku ragu. Takut ia akan bercerita pada yang lainnya seperti yang di lakukan Sasa. Tapi kondisi itu aku dalam tekanan berat, aku bercerita padanya. Tentang masalahku. Ternyata Alda menepati janjinya. Ia tidak menceritakannya pada siapapun. Dan itu membuatku mempercainya, membuka luka masa lalu, masalah tentang teman-teman ku dan masalah-masalah lainnya. Alda pendengar yang baik. Ia menunggu setelah aku selesai bercerita, lalu memberikan saran semampunya atau tetap diam sambil mengusap bahuku yang bergetar karena tangisan.

Namun, hanya sampai disana. Alda menjadi teman mengobrol yang asyik. Karena ia sudah punya sahabat yang lain, namanya Praya.

Di kelasku ada tiga cewek paling menonjol dari kepintaran dan keberanian berdebat. Namanya, satu Elsa, Dua Praya dan Tiga Wika. Ketiga orang ini selalu bersaing dalam jajaran tingkat kelas. Maka tak jarang banyak yang kagum bahkan insecure ketika berdekatan dengan ketika sosok ini.

Ketua kelas saat itu adalah Gio. Sekretarisnya masih di pegang oleh Elsa dan Bendahara adalah Praya. Sementara kelas sepuluh aku lupa siapa. Gio di angkat gara-gara tidak ada yang menyalonkan diri sebagai ketua kelas dan ia terpaksa mengisi jabatan itu. Tapi, memang sih dari seluruh pria disana, sepertinya hanya dia yang lumayan masih waras menjaga kewajibannya sebagai laki-laki.

Karena jika sampai ketua kelas adalah perempuan apalagi SMA itu berbasis islami, berarti laki-laki sudah kehilangan kodratnya sebagai laki-laki. Ia tidak bisa menjadi panutan. Bahkan membawa dirinya saja ia terseok.

Masa-masa SMA memang di penuhi kebejatan. Aku tak menampik hal itu. Banyak godaan setan dimana-mana. Siswa-siswa di sekolah kami terkenal sangar. Ada suatu kejadian heboh yang takkan mungkin di lupakan semua orang. Kejadian ini bahkan sampai masuk koran.

Kala itu kami sedang olahraga. Lalu tiba-tiba terdengar jeritan keras dari kelas ips dan disusul murid-murid di sana yang keluar kocar-kacir.

Kami menghentikan permainan. Para guru berdatangan ke kelas itu. Dan ternyata di dalam sana telah terjadi aksi nyaris pembunuhan yang di lakukan seorang siswa. Ya, murid ips sekolah kami yang bahkan masih minta jajan dengan orang tua, menusuk temannya sendiri gara-gara bangku.

Semua itu hanya karena satu bangku. Si korban di tusuk dari belakang lalu di larikan ke rumah sakit dengan motor. Sementara pelaku di amankan. Pisau itu di duga dari ayahnya. Kejadian itu berlangsung saat pelajaran sejarah.

Aku masih tak tau alasannya karena apa. Semuanya masih simpang-siur. Yang aku ingat. Sekolah menjadi heboh. Para murid di pulangkan. Salah satu guru fisika, Ibu Rosa pingsan gara-gara tak tahan melihat darah berceceran di jalan. Dan sekolahku menjadi trending topik esok harinya.

Semenjak dari sana keamanan di perketat.

Jika ku ceritakan tentang kelasku maka buku ini akan sangat panjang dan menyeleweng dari judul. Maka, aku hanya akan menulis bagian-bagian menarik saja.

Tapi, sungguh. Mereka adalah teman-teman yang sangat menyenangkan.

Surat Senja untuk Purnama [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang