Part 43. Negotiation

6.5K 1.2K 632
                                    

Taehyung kenal orang tua ini. Mereka sempat bertemu beberapa saat yang lalu di rumah utama, sebagai rekan kerja papanya. Dan sejauh Taehyung membaca situasi sampai saat ini, pria tua itu yang paling bersikeras dengan opini untuk mengeluarkan Jung Nara dari universitas.

Ia juga sempat bernafas lega kala bukti yang digadang-gadang sebagai bukti valid adalah potret saat gadis itu masih bekerja di club, bukan hal lain yang bisa membuatnya semakin terpojok.

"Itu urusan pribadi beliau. Dan tidak semua orang punya privilege untuk bisa mendapatkan pekerjaan di tempat yang lebih layak. Atau—mungkin saja nona ini punya pekerjaan di banyak tempat. Seperti kita semua tahu bahwa beliau penerima beasiswa penuh, berasal dari luar Seoul dan tinggal di sini sebatang kara."

Taehyung menjeda, entah mengapa ada perasaan aneh yang muncul di dalam hatinya saat menguntai fakta demi fakta yang menohok dirinya sendiri.

"Biasakan pakai sepatu orang lain sebelum men-judge terlebih kita tidak pernah berada di situasi orang tersebut."

Ada hening yang mencekam dengan beberapa kepala menunduk pada jajaran pria dan perempuan berpakaian rapi atau setelan jas di sana.

"Kita bekerja—ah bukan, kita mengabdi sebagai akademisi. Bukankah seharusnya kita memiliki wawasan dan sudut pandang yang lebih luas, bukankah seharusnya kita lebih peka pada situasi? Cita-cita saya ketika memutuskan untuk bersekolah lebih tinggi adalah menginginkan kehidupan dan dunia yang lebih baik untuk banyak orang. Dan selagi saya sedang berada di tangga menuju seorang yang akan menjadi pimpinan di sini, saya hanya menginginkan orang-orang yang bekerja sama untuk itu. Jika anda bukan orangnya dan visi misi kita berbeda, silahkan keluar dari ruangan ini."

Kali ini semua bungkam dengan ketegangan yang semakin mencekam. Pria muda dengan idealisme yang bagi sebagian orang terdengar klise itu nyatanya mampu menyentuh sedikit nurani beberapa yang duduk dan sempat berpikiran buruk di sana.

Jauh di dalam hati, Taehyung pun merasa lega sebab tak ada yang berani beranjak dari sana.

"Tuan Bae, bagaimana dengan anda?"

Pria tua itu hanya mengangguk kecil, isyarat bahwa ia tak ingin mengatakan apapun lagi.

"Jadi, apa masih ada yang ingin dibahas? Beliau asisten di satu mata kuliah yang saya ampu, ngomong-ngomong. Hanya memastikan jika ada yang belum tahu. Jadi, sedikit banyak saya cukup mengenal. Jika ada yang ingin mengetahui lebih jauh, bisa menanyakan kepada saya. Tentu di luar kehidupan pribadi beliau yang sama sekali tak ada urusannya dengan kita. Itu—privasi. Anda, saya, kita semua punya privasi yang tidak suka jika diulik-ulik oleh orang lain bukan?"

Taehyung sengaja memberi penekanan pada kalimat terakhirnya. Sadar atau tidak menaruh emosinya di dalam sana. Entah, entah mengapa ia merasa tak senang. Cukup hanya dirinya yang boleh memaki, menghina, menyakiti, memberi hukuman pada gadis itu.

Hanya Taehyung yang boleh, yang lain tidak.

***

Senyum Nara terkembang, merasa bersyukur sebab manajer di tempat kerjanya yang baru memujinya beberapa saat yang lalu. Cukup cekatan ketika bekerja, sesuai ekspektasi, katanya.

Saat ini gadis itu baru saja menyelesaikan pesanan terakhir sebelum pesanan ditutup. Para chef sudah berhenti dengan alat masak, fokus membersihkan itu sekarang. Dirinya sempat mengucapkan terima kasih pada staf pencuci piring sebelum memutuskan untuk pergi ke ruang staf, rencananya merapikan diri sebelum sebuah suara menginterupsi.

"Hai."

Pergerakan gadis itu terhenti, memberikan perhatian ke arah sumber suara.

THE CHOICE✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt