🕣Chapter 62 : Memori Gelap🕣

Start from the beginning
                                    

"Leo! Nara! Kalian sudah pulang?" mendengar itu, Leo dan Nara sontak menoleh. Tubuh Nara menegang melihat sosok yang ada di depannya kini. Begitu juga dengan Leo, ia terkejut melihat seseorang yang memanggilnya barusan. Dia Samuel, ayah mereka.

Samuel bangkit dari duduknya dan berniat mendekati kedua anaknya. Karena posisi Nara yang paling dekat dengan pintu ruang tamu membuat Leo dengan cepat menarik Nara untuk bersembunyi di balik tubuhnya.

Melihat Samuel berjalan menghampiri kedua cucunya, Tama pun ikut bangkit dari duduknya.

"*Sudah kubilang, enyahlah kau sekarang juga!" bentak Tama. Ia sebenarnya sudah mengerahkan anak buahnya untuk mengurus Samuel, namun Samuel mengancam akan melaporkan Tama pada pihak kepolisian. Karena bagaimanapun juga, Leo dan Nara adalah anak Samuel. Nama marga dari Samuel juga tertancap di belakang nama kedua anaknya.

"*Menyingkir kau! Aku akan mengambil sesuatu yang memang milikku. Mereka anak anakku dan aku akan mengambil mereka kembali." Jawab Samuel sembari berjalan mendekat kearah Leo dan Nara.

"Anakku..." baru beberapa langkah Samuel melangkah maju, Leo mengangkat tangannya sebagai kode untuk Samuel agar berhenti di tempat.

"Anakmu?" tanya Leo dengan raut dinginnya. Tak lama, ia tersenyum sinis sembari menatap tajam ayahnya itu. "Anda bermimpi?"

"Hei, apa yang kau katakan, son? Kalian ini kan memang anakku dan aku ini ayahmu. Ayah rindu pada kalian dan ayah yakin kalian juga rindu pada ayah, ayo kita bangun semua dari awal. Ayah tau, ayah banyak salah di masalalu. Tak mau kah kalian memaafkan ayahmu ini?"

"Fine, saya dan adik saya sudah memaafkan anda." Jawab Leo singkat.

"Oh lihat lah, apa yang kakekmu ini beri padamu. Kau jadi dingin kepada ayahmu sendiri. It's okay, it's okay yang penting kamu dan Nara mau memaafkan ayah, kan?" tanya Samuel memastikan. Mendengar namanya disebut, tubuh Nara semakin bergetar.

"Ayo nak, kalian tinggallah bersama ayah. Kalian bisa bekerja di perusahaan ayah. Kita bina keluarga dari awal lagi, oke?" tawar Samuel dengan wajah santainya. Leo menatap sinis wajah ayahnya itu.

"Wah, dialog anda sungguh lancar ya, Tuan Samuel Athava." sindir Leo sinis.

"Apa maksudmu 'dialog'?" tanya Samuel bingung.

"Kapan terakhir kali anda menyebut diri anda sebagai 'ayah', hm?" mendengar itu membuat Samuel tak bisa berkata kata.

Leo bisa melihatnya. Mata Samuel, gerak geriknya, bahkan nada dan kalimat yang dipakai untuk berbicara. Disemua itu sedikit pun tak tersirat ketulusan. Bahkan nada bicaranya pun terdengar meremehkan sekali. Tidak ada raut menyesal pada diri Samuel. Leo paham akan hal itu. Ia paham, apa yang ayahnya inginkan kali ini.

"Bersyukurlah saya dan adik saya mau memaafkan anda. Tapi kami tidak bisa dan tidak akan mau kembali kepada anda. Silahkan anda bisa pergi dari sini." Balas Leo dingin. Nara sendiri bahkan belum pernah mendengar kakaknya ini berkata sedingin itu sebelumnya.

Mendengar jawaban Leo, Samuel tertawa sinis.
"Kau ini benar benar tidak punya sopan santun, huh? Kurang ajar sekali kau!!" bentak Samuel dengan melayangkan tangannya hendak menampar putra sulungnya itu.
Namun dengan sigap, Leo mencekal pergelangan tangan Samuel.

Sudah ia duga, ayahnya bahkan tidak berubah sama sekali.

Mai menutup mulutnya takut melihat perselisihan dan argumen yang terjadi antara Samuel dan Leo yang berada tepat dihadapannya. Bahkan Tama dan Mai juga tak pernah melihat raut penuh kemarahan dan kebencian yang tercampur diraut wajah Leo sekarang ini.

LATENT ✔Where stories live. Discover now