Bahagia

43.7K 2K 21
                                    

"Bahagia itu bukan hal sulit jika kita selalu bersabar untuk mendapatkan kebahagian itu sendiri"

Author

Pagi ini terasa berbeda untuk Lily, bagaimana tidak selama hidup 15th ia baru kali ini merasakan yang namanya keluarga bahagia. Sarapan dengan kedua orang tua yang lengkap, dan saling tertawa bahkan ketika lelucon yang di buat terasa hambar sekalipun. Lily benar-benar menghitung setiap detik yang dia lewati, sebab waktu ini sangat berharga dan tidak akan dia lewatkan barang satu detikpun.

Inikah rasanya bahagia di cintai? Bahkan dia tidak tahu apa itu cinta. Apakah perhatian yang di berikan Vania merupakan cinta? Atau justru sebuah malapetaka yang menyebabkan dirinya tidak memiliki hati seperti Vania. Itu adalah Lily yang dulu, Lily yang selalu mencari kesalahan Syafa. Namun kini dia adalah pengagum Syafa, yang akan mencari tahu satu titik kebaikan Syafa sekalipun.

"Lily pesta seperti apa yang kau inginkan?" Hilman bertanya. Lily hanya acuh karena sibuk merencanakan kegiatan yang akan di laluinya bersama Syafa mulai dari hari ini sampai nanti.

Syafa tersenyum melihat Lily yang mengabaikan Ayahnya bersama senyuman cantik di bibirnya. Syafa tahu saat ini pikiran putrinya tidak bersamanya, melainkan putrinya kini tengah menghayalkan sesuatu.

"Lily apa kau mendengar Ayah?" Ed menyikut lengan Lily membuat gadis cantik itu langsung menatap abangnya tajam.

"Abang apa-apaan sih? Tidak suka sekali melihat Lily senang," Lily mendengus pada Ed.

"Dasar ababil, itu sedari tadi Ayah bicara kau malah asik melamun," Ed menatap Lily jengkel.

"Ish abang nyebelin. " Lily memukul lengan Ed.

"Abang," Syafa menatap Ed yang kini sudah mengangkat tangannya hendak membalas Lily. Ed menjauhkan tangannya.

"Kau lebih menyebalkan," balas Ed tanpa mau kalah.

"Abang sama kakak jangan bertengkar lagi. Bunda tidak mau loh, jika Donny meniru yang abang sama kakak lakuin," Syafa tersenyum kearah Ed dan Lily. Keduanya membalas dengan cengiran khas keduanya.

"Maaf bunda," dengan serempak keduanya membalas.

"Lily belum jawab pertanyaan Ayah, seperti apa pesta yang Lily inginkan?" Kembali Hilman bertanya. Syafa mengelus lengan suaminya.

"Lily tidak menginginkan pesta yang besar. Dirayakan dengan keluarga saja sudah cukup Yah. Lagipula Lily sudah merasa bahagia saat ini.," Balas Lily.

"Kakak, jika pestanya hanya keluarga saja kenapa uncle Rahim harus datang," dengan polosnya Donny berucap. Syafa mendesah kecewa mendengar ucapan Donny.

"Uncle Rahim, perasaan kita tidak punya uncle bernama Rahim bang Ed?" Lily meminta penjelasan pada Ed.

"Bunda?" Ed melempar pada Syafa takut dia salah bicara. Jika sudah begini tidak akan menjadi kejutan lagi. Syafa mengutuk diri karena mempunyai anak yang sangat pintar layaknya Dony. Hilman yang berada di samping Syafa malah mencoba menahan tawanya, sesungguhnya Syafa tidak menduga Dony akan membongkar semuanya. Karena dia tidak mengira jika anak seusia Dony malah menyimak pembicaraan dirinya dengan ibunya. Syafa mencubit pinggang Hilman.

"Sakit sayang,," Hilman merajuk.

"Jelaskan saja sayang, karena Lily sudah terlanjur bertanya," Tambah Hilman membisikkan pada Syafa. Syafa menghembuskan nafasnya berat.

"Baiklah Bunda akan jelaskan pada Lily, om Rahim itu kakak pertamanya Bunda. Lily, bang Ed sama Dony tidak mengenal om Rahim. Karena kalian belum pernah bertemu sebelumnya," Ujar Sayafa memulai ceritanya.

Pria TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang