BUNDA

1.1K 84 3
                                    

Bunda
Author

Hilman meremas kedua sisi kepalanya, bagaimana tidak dengan segela harga diri telah ia lepaskan untuk menghubungi Vania meminta mantan istrinya itu untuk datang membujuk Lily yang sudah satu minggu ini mengurung diri di kamarnya dan tidak mau makan. Bahkan obat yang minggu lalu di berikan dokterpun tidak sama sekali di lirik oleh Lily.

Dengan mudahnya Vania berkata 'dipersidangan kau yang meminta hak asuh anak-anak, jadi sekarang uruslah mereka. Lagipula pinta saja istrimu datang untuk merawat Lilyku' itulah kata yang terucap dari mulut Vania saat Hilman meminta wanita itu untuk datang sesuai permintaan Lily.

Hilman berjalan menuju kamar Lily yang tidak lagi di kunci. Hal pertama yang dia temukan  adalah nampan yang masih berisi dengan nasi utuh, hanya air minum saja yang tandas dari gelas tersebut.

"Apa kau sungguh-sungguh ingin membuat Ayah kehilangan kesabaran Lily?" Dengan keras Hilman berusaha menahan amarahnya dengan mengeretakkan giginya.

"Apa perduli Ayah, bahkan ayah tidak berusaha menurutiku." Lily mengabaikan Hilman bahkan dia tidak sama sekali menatap pria yang notabene nya adalah Ayah kandungnya sendiri.

"Ayah tidak akan memaksamu untuk meminum obat ataupun makan, karena kau sudah mulai dewasa. Kau sudah berumur hampir 15th. Bahkan kau seharusnya mulai mengerti setiap peristiwa yang telah di alami Ayah dan Mamimu," Ujar Hilman.

"Ayah yang egois, Ayah meninggalkan Mama begitu saja, bahkan untuk menyuruh Mama datang kesini saja tidak mau, aku tidak salah menuruti kemauan Mama. Karena ucapan Mama tentang istri baru Ayahpun itu semuanya nyata." Lily membuang pandangannya jauh.

"Ayah telah dibutakan oleh wanita itu, wanita itu tidak lebih murahan daripada seorang wanita penghibur. Yang mengubah Ayah dengan tubuh kotornya,"

Plakk sebuah tamparan mendarat tepat di pipi Lily, matanya telah dipenuhi dengan anak sungai.

"Ayah tidak akan meminta maaf untuk luka yang kau rasakan, karena mulutmu telah keterlaluan," Hilman meninggalkan Lily yang wajahnya telah memerah dan airmata terus saja rumbai dari kedua sisi matanya.

Ed masuk dan menatap Lily penuh dengan rasa marah.

"Apa kau juga ingin marah padaku, atau kau ingin menambah satu tamparan lagi di pipiku kak?" Airmata masih terus mengenang di kedua mata indah milik Lily.

"Seharusnya kakak memang melakukan itu padamu, tapi kakak masih ingat dengan kata-kata tante Syafa. Seseorang akan lebih keras jika terus di kasari," Ujar Ed tanpa menatap Lily.

"Mengapa terus wanita itu yang disebut. Kakak tidak ada bedanya dengan Ayah, Apa yang sudah diberikannya pada kakak sampe berubah seperti ini. APA KAK?" Teriak Lily.

"Kau ingin tahu apa yang telah membuat kakak berubah kan?" Ed menatap Lily sendu. Pria berusia 18th itu terlihat sedih dengan kelakuan Lily belakangan.

"Ketulusan dan kasih sayangnya yang membuat kakak membuka mata, bahkan ibu kandung sendiri tidak mampu melakukan yang di lakukannya," Ed kembali membuka ingatannya dimana wanita berusia 23th yang hadir di rumah mereka 1 bulan yang lalu.

Wanita polos yang tubuhnya tertutup oleh pakaian muslimah, yang kasih sayangnya nyata bukan rekayasa seperti ibu tiri kebanyakan. Wanita yang merelakan hidupnya di habiskan bersama pria dewasa dengan 3 anak, tanpa berpikir jika diluar sana dia bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari sang Ayah. Yang bisa menerimanya tidak seperti di dalam keluarga Zain.

"Kakak salah jika menganggap dia tulus, seharusnya kakak mendengar apa yang dikatakan Mama tentangnya," Ujar Lily marah.

"Apa yang harus kakak dengar dari wanita yang bahkan tidak memperdulikan anaknya? Kau jangan bodoh" Ujar Ed marah.

Pria TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang