Ungkapan

857 87 3
                                    




Author

Lily mengambil obat dari tangan Syafa dan segera meminumnya. Dia menatap Syafa yang tengah tersenyum, dengan segera Lily menjauhkan tatapannya dari Syafa. Entah apa yang Lily hindari dari Syafa. Yang jelas gadis manis itu seperti tidak ingin terkontamidasi oleh senyum tulus nan lembut milik Syafa.

"Sekarang Lily istitahat ya, nanti kalau sudah waktunya minum obat lagi. Tante akan kemari bawain makan serta obat Lily," Syafa membetulkan posisi Lily, menarik selimut menutup hingga dada Lily. Mengecup kening gadisnya.

"Semoga tidurnya nyenyak," Ujarnya.

"Ayo mas kita tinggalkan Lily, biar dia istirahat dan cepat sembuh." Syafa mengajak Hilman keluar.

"Istirahatlah, Ayah tidak suka melihatmu sakit dan lemah seperti ini. Karena Ayah lebih suka melihatmu sembuh dan memarahi Ayah," Ujar Hilman mengecup pipi Lily.

"Ayah," ujarnya manja. Syafa yang masih disana tersenyum melihat kedekatan suami dan putrinya. Hilman dan Syafa keluar dari kamar Lily.

Lily bukannya tidur dia malah melirik handphonenya yang berada diatas nakas. Jemari mungilnya meraih alat canggih tersebut. Dengan lincah jemarinya bermain dan segera menempelkan alat canggih tersebut di telinganya.

"Halo Mam," Ujar Lily senang ketika Vania menjawab telephonenya.

"Ah, em, ah." Lily menegang mendengar suara Vania.

"Untuk apa kau menghubungi Mama, tidak tahukan kau Mama lagi sibuk?" Ujar Vania. Mata Lily seketika menggelap oleh airmata.

"Kau dan abangmu sudah punya ibu baru. Mama rasa kau jangan terlalu manjalah pada Mama. Karena Mama itu tidak ada waktu mengurus kalian, engh"

"Tolong sayang, Matikan Handponenya.," Ujar pria disana. Lily sudah tidak tahan lagi airmatanya seketika merebak menjadi anakan sungai di sekitar pipinya. Dia menatap handphonenya dan melihat panggilan telah di putus.

**
Lily

Aku tersentak, seperti terbang menuju langit yang paling tinggi dan tiba-tiba di hempaskan begitu saja ke jurang terdalam. Apakah itu orang yang telah melahirkanku? Wanita seperti itukah yang di jadikan tuhan sebagai ibuku.

'Karena ketulusan dan kasih sayangnya lah yang membuat aku berubah. Bahkan ibu kandung saja tidak bisa berbuat seperti yang dia lakukan'

Aku ingat saat dimana bang Ed mengatakan itu semua. Dan sekarang aku merasa semua perkataan abang adalah kenyataan. Mama adalah ibu paling buruk di dunia. Hiks... hiks..
"Aku benci Mami." Aku berteriak sekeras yang aku bisa. Aku berjanji pada diriku aku tidak akan lagi menemuinya.

"Loh Lily kenapa nak, kok menangis? Apa tante berbuat sesuatu yang membuat Lily marah?" Aku terdiam masih dengan isakan.

"Kau kenapa dek, cerita sama abang," Ujar bang Ed,

"Tante tau sayang, saat ini Lily pasti butuh abangkan? Bang temenin. Bunda mau memasak dulu," Ujar tante Syafa.

"Iya Bunda," Balas bang Ed, aku menatap bang Ed. Sejak kapan dia memanggil tante Syafa dengan Bunda.

"Abang tau pasti kau bertanya-tanya kan sejak kapan abang memanggil tante Syafa, bunda?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Sejak tahu jika wanita itu begitu tulus menyayangi keluarga ini" Balas bang Ed.

"Bagaimana bisa kau tahu dia menyayangi kita semua tanpa syarat?" Tanyaku kesal.

"Jika saja kau melihat semua yang dia tuliskan sejak kau mengusirnya dari rumah ini, maka kau akan menangis. Apa pernah kau berfikir jika seorang yang kau benci itu sangat menyayangimu. Bahkan dia tidak bisa tidur sebelum memastikan kau baik-baik saja?" Tanya bang Ed,

Pria TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang