Menjelang Petang

10 0 0
                                    

Ada cerita indah yang tak selalu bersama pasangan, yang kemudian membekas dan terkenang.

Selepas sholat isya aku memutuskan menemani Raga yang sedari tadi tidak berhenti mengirimkan aku chat yang berisi tentang ajakannya untuk ditemani berkeliling Bandung.

Jujur saja aku sedang sangat tidak mood, seharusnya selepas hujan begini aku akan bersantai ria di kost, sambil lalu mengerjakan revisi-an skripsi yang masih penuh dengan tinta merah.

Karena aku yang tidak enak-an, akhirnya aku menyetujui ajakannya. Dan kini aku sedang berada diatas motor Yamaha V-Ixion yang rupanya masih baru. Aku diam tak bersuara sedikitpun, entah akan dibawa kemana. Padahal kan yang domisili Bandung aku bukan dia.

"Ma kita macayshsjusge"

"Ha? Apa?" Suara bising motor yang berlalu lalang membuat aku tidak terlalu mendengar apa yang dikatakan Raga.

"Kita mau vdvdgdndjdkdk" katanya lebih keras. Tapi tetap saja aku tidak dengar. Mungkin karena helm yang membungkus  kepala ku ini membuat suara Raga tidak jelas terdengar.

Aku mencondongkan kepalaku ke arah Raga lebih dekat, agar kali ini suaranya berhasil ku dengar.

"Astagfirullah sukma, kita mau kemana?" Ujar nya lebih keras. Aku tertawa menyadari kekesalan Raga.

"Loh kok tanya aku?" Jawabku sedikit berteriak.

Tidak ada jawaban lagi dari Raga, kemudian Raga menghentikan motornya di depan Cafe giggle box. Tempat ini tidak asing bagiku, karena beberapa kali aku ketempat ini hanya untuk menghilangkan stress akibat perkuliahan yang padat.

Kami turun dari motor setelah Raga memberhentikan motornya. Kalau boleh jujur aku sedang tidak ingin berada di dalam ruangan, aku sedang males banget berada di keramaian. Tapi aku diam saja, percuma bicara, karena yang aku tahu Raga adalah tipe laki-laki keras kepala yang sekali mau A tidak akan pernah menggantinya dengan B.

"Yuk masuk"

Rasanya ogah banget melangkahkan kaki menuju giggle box yang sudah ada di depan mata, tatapan mataku mengarah ke setiap sudut meja yang di penuhi oleh anak adam dan hawa. Rame.

Rupanya Raga sedari tadi memperhatikan aku, yang  terlihat ogah-ogahan. 
"Kenapa sih ma? Males banget deh liat wajah kamu begitu, kesannya tuh kamu enggak ikhlas nemenin aku"

"Ga, kita bisa pindah tempat gak?"

Raga jelas terlihat bingung, selangkah kakinya maju mendekat ke arahku yang masih berdiri di samping motornya.

"Kenapa?"

"Jujur aku lagi gak pingin di tempat rame" kataku sambil menunduk, khawatir Raga akan marah dengan ke-absurd-an ku malam ini.

"Oke"

Raga mengambil kunci motor yang tadi di simpan dalam saku celananya. Lalu mengeluarkan motor besar itu dari parkiran. Aku jadi tidak enak dengan Raga, satu-satunya teman dia yang ada di Bandung hanya aku, dan baru saja bertemu aku malah membuatnya kebingungan gak jelas begini.

"Kamu tau tempat yang enak buat makan enggak ma? Yang sekalian bisa nongkrong tapi yang menurut kamu nyaman dan enggak terlalu rame"

"Em ada sih, tapi lesehan pinggir jalan. Enggak terlalu rame juga, tapi apa kamu mau?" Tanyaku, karena tempat yang aku maksud jauh sangat berbeda dari tempat yang dipilih Raga tadi.

"Oke! Kamu tinggal tunjukin jalannya"

"Dari sini tinggal lurus aja kok, nanti ada warung lesehan di seberang jalan"

Kami berjalan dalam diam, menikmati angin malam Bandung beserta suara deru mesin yang berlalu lalang. Lampu jalanan turut menemani di sepanjang jalan, sampai akhirnya Raga memelankan laju motornya.

"Ini masih jauh ma?" Tanyanya disertai suara yang lumayan keras.

"Enggak kok, lurus aja. Ini di depan bentar lagi ada warung pinggir jalan deket perempatan depan"

Raga tidak lagi menjawab, lalu dia kembali melajukan motornya lebih cepat. Tidak membutuhkan penjelasan lebih karena Raga telah memberhentikan motornya di depan warung yang bertuliskan pecel lele enak mantap.

Kami berdua turun dari atas motor, suasana tidak terlalu rame, hanya ada beberapa pasangan yang sedang menikmati pecel lele buatan mang Bobon yang menurutku sangat enak plus mantap sesuai dengan namanya.

"Eh Si eneng" sapa pak bobon ramah, menurutku ini adalah pecel lele yang lumayan enak, cocok lah buat lidah anak kost-an, selain rasanya harganya juga sangat terjangkau. Pak bobon ini asli Probolinggo, sebuah daerah yang terletak di jawa timur. Karena kami berasal dari daerah yang sama, aku dan pak bobon lumayan akrab.

"Pak seperti biasa ya, ikannya di goreng sampek garing banget. Jangan lupa sambelnya dibanyakin"

"Kamu ga?"

"Samain aja, tapi tambah nasi ya"

"Pak satu lagi sama ya, yang satu porsi nasinya di tambah"

"Oke siap neng"

Kami memilih tempat duduk yang langsung berhadapan dengan jalan raya, kulihat  ada tiga pasang orang yang juga ikut menikmati pecel lele pak Bobon. Raga memilih duduk disebelahku, sejak tadi atensi nya berpusat pada ponsel yang digenggam nya. Mungkin pacarnya lagi sibuk nyariin dia. Serah sih gak peduli juga.

Tak lama pesanan kami datang, pak Bobon mempersilahkan kami untuk menikmati makanannya. Dan barulah Raga meletakkan kembali ponselnya di dalam saku jaket hitamnya.

Baik aku ataupun Raga tidak ada yang memulai pembicaraan, kami asyik menikamati hidangan masing-masing. Baru 5 menit rupanya Raga sudah melahap habis makanannya.

"Ma, kamu gak apa apa nih nemenin aku sampek malem?"

"Emang aku bilang mau nemenin kamu sampek malem?" Jawabku heran.

"Ya enggak sih hehe, tadi kan aku bilang cari tempat makan yang seklian bisa nongkrong"

"Mau ngapain sih Ga sampek malem? Gak seklian sampek subuh"

"Ya namnya juga bertemu temen lama, masak kamu enggak ada kangen kangen nya gitu"

"Serah dehh, tapi awas sebelum jam 12 harus pulang"

"Iya iya Sukma, aku juga gak bakal biarin kamu di luar begini sampek melebihi jam 12 malam, keburu kamu berubah jadi kentang" ucapnya sambil diselingi tertawa.

Jujur, Raga ini mahluk bumi yang aneh banget, absurd, ngeselin, baru pertama ketemu aja udah bikin darah naik, gimana nanti yang jadi istri dia, bisa stroke mendadak.

Akhirnya aku putuskan menemani Raga sambil ditemani segelas kopi hangat yang juga dijual pak Babon. Meskipun isi pembicaraan kami sangat tidak jelas, tapi ternyata tidak seburuk yang aku kira. Raga lumayan menyenangkan!

DESTINYWhere stories live. Discover now