Bahagia Atau Sebaliknya?

5 1 0
                                    

Satu bulan berlalu sejak aku memutusakan menolak permintaan kak Afka, dan aku tidak lagi bertemu dengannya lagi, bahkan untuk sekedar mengirim pesan saja tidak.

Dan untuk Mas Abil, kami sudah berbaikan. Mas Abil meminta maaf atas kesalahannya dan aku juga tidak lagi membesar-besarkan masalah ini.

Namun Sejak kami berbaikan Mas Abil juga seakan ditelah bumi. Tidak ada lagi pesan masuk dari mas Abil seperti biasanya, bahkan kami tidak pernah bertemu lagi.

Terakhir aku dengar Mas Abil memiliki kekasih baru. Aku cukup memaklumi mungkin dia sedang asik dengan kekasih barunya. Hanya saja hatiku sedikit tidak tenang. Tidak seperti biasanya mas Abil seperti ini. Kami memang tidak pernah chatan intens setiap saat. Tapi Mas Abil tidak pernah lupa menanyakan kabarku paling tidak dua kali dalam satu minggu.

Aku sempat mengirimkan pesan kepada Mas Abil untuk menanyakan kabarnya, hanya saja respon dia kurang bagus. Mas Abil sedikit cuek. Dan aku tidak suka.

Hari ini hari minggu, jadwal sidangku sudah tertera pada Jum'at kemarin. Dan hari ini aku sedang sibuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan sidang, seperti hampers atau hadiah untuk para dosen penguji, serta beberapa berkas yang diperlukan untuk kebutuhan sidang besok pagi.

Kebetulan jadwal sidangku pukul 08.00 WIB. Jadi aku harus mempersiapkan segala sesuatunya hari ini.

"Sukma, kamu perlu apa lagi? Aku mau beli makan dengan Difa, kali aja ada yang mau dibeli buat keperluan besok" Sani menghampiriku yang sedang sibuk mengemas buah tangan untuk dosen penguji. Aku berfikir sejenak untuk mengingat hal apa yang kurang untuk keperluan sidangku.

"Kayaknya enggak deh San, aku titip makan aja ya"

Sani mengambil kunci motor yang tergeletak di atas nakas. "Beneran? Inget-inget lagi, kamu orang nya tuh pelupa banget soalnya"

Aku kembali berfikir "Map sudah, fotocopy sudah, hampers sudah, hmm apa lagi ya"

"Enggak ada deh kayaknya, aku titip makan saja ya, seperti biasa lalapan lele depan Laundry Select" timpalku sambil nyengir menyebutkan makanan favorit yang tidak pernah berubah sejak menjadi mahasiswa baru. Selain harganya yang murah juga rasa lelenya yang sangat enak.

"Yaudah kalo gitu aku berangkat ya".

Sani dan Difa pergi setelah aku meyakinkan tidak ada lagi yang harus aku beli untuk keperluan sidang besok.

Kemudian suara nada dering teleponku berbunyi, nama Bunda tertera di layar ponsel. Aku tersenyum bahagia mengetahui telepon masuk berasal dari Bunda.

"Assalamu'alaikum bunda" sapaku. Aku menggeser tubuh menuju kasur sambil rebahan.

"Waalaikumsalam Sukma, gimana udah belajar buat besok nduk?"

"Sudah Bunda, ini sukma lagi bungkusin hadiah buat dosen penguji"

"Walah, kamu sudah makan nduk?"

"Belum, tapi sukma sudah titip makan sama Sani dan Difa. Bunda gimana Sehat?"

"Alhamdulillah Bunda disini sehat"

"Oh iya Ayah mana bun? Suma kangen banget"

"Ayah tadi keluar sama pak dhe Sunar. Nanti biar bunda bilangin anaknya yang manja kangen, biar ayah telepon" jawab bunda yang aku yakini sekarang bunda sedang tersenyum geli ketika mengatakan anaknya yang manja.

Aku cekikikan mendengar jawaban bunda, bunda selalau seperti ini. Mungkin karena aku yang masih sering nempel sama bunda dan ayah. Mereka sering kali menganggap aku anak manja.

"Bunda makan sama lauk apa? Sukma kangen sama masakan bunda" keluhku, sudah satu bulan lebih aku tidak pulang ke Malang karena memang sedang mengejar target penyelesaian skripsi.

DESTINYWhere stories live. Discover now