Masa Lalu

5 0 0
                                    

Sudah dua jam aku duduk di depan ruang dosen dan masih dengan setia menunggu kedatang pak Han yang berjanji temu denganku.

Sebenarnya ada sedikit rasa kesal dalam hati, tapi apa boleh buat? Mahasiswa tingkat akhir sepertiku tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan dosen pembimbing.

Kuhidupkan kembali layar ponsel untuk yang kesekian kalinya berharap ada pesan dari pak Han. Tapi ternyata ada satu pesan dari orang yang satu tahun ini berusaha ku enyahkan dari pikiran dan hati.

*085745000xxx
Hai Sukma, kalau boleh aku ingin bertemu. Sebentar saja, di cafe tempat biasa kita nongkrong.

Ini bukan hal yang sama sekali aku harapkan.  Buru-buru aku matikan layar ponsel, menekan ego dan jari untuk tidak membalas pesan dia.

"Sukma, aduh maaf ya bapak tadi ada rapat bersama rektor dan semua staf, dan bapak lupa mengabari kamu"

Aku tersenyum kaku ketika tiba tiba pak Han sudah ada di depanku. Beliau mengajakku masuk ke dalam ruang khusus Dosen untuk memenuhi janjinya mengkoreksi revisian bab akhir.

Setelah sekitar satu jam bimbingan akhirnya sebuah tanda tangan ACC berhasil tertera di lembar skripsi paling depan, akhirnya penantian ku terbalas dengan indah. Aku sangat bahagia karena pak Han menyarankan agar aku segera mengurus berkas untuk keperluan sidang.

Setelah aku pamit dan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Pak Han, barulah aku meninggalkan gedung Fakultas Pendidikan.

Suasana hatiku cukup senang, sampai aku menyadari ada seseorang yang sedang berdiri dan tersenyum ketika arah pandangku tidak sengaja mengarah padanya.

Secara refleks kaki ku berhenti melangkah, aku segera mencari jalan lain agar tidak berpapasan dengan dia. Tapi sebelum aku pergi, sebuah suara yang sanggat familiar memanggil namaku.

"Sukma tunggu"

Jantungku benar benar berdetak dua kali lipat, tanganku mulai dingin, bukan karena aku takut atau sedang jatuh cinta karena bertemu seseorang yang didamba melainkan karena aku belum siap bertemu dengannya setelah tragedi satu tahun silam.

"Sukma, tunggu" aku tersenyum kikuk dan berusaha melepaskan tangannya yang tidak sengaja menahan lenganku agar tidak pergi.

"Nanti malam bisa kan? Ini penting banget, aku sengaja tunggu kamu disini karena chat aku enggak kamu balas"

"Duh kak, aku harus revisian gimana ya? Kayaknya enggak bisa" tentu saja ini hanya alasanku.

"Please, setelah ini aku janji gak akan ganggu kamu lagi" ucapnya dengan wajah penuh harap, dulu aku paling tidak bisa menolak permintaan nya, karena aku tidak pernah tega melihat wajah penuh harap dan permohonan nya. Tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak ingin lagi berurusan dengan dia. Apalagi aku sudah berjanji pada seseorang untuk tidak lagi berurusan dengan orang ini.

"Emang penting banget ya?"

"Banget"

"Yaudah kalau gitu, tapi enggak bisa lama pukul 9 aku harus ada di kost"

"Deal, thanks ya Suk, oh iya kamu mau pulang kan? Aku anter boleh? Itung-itung sebagai ucapan terimakasih"

"Oh enggak usah aku bisa sendiri"

"Sekali ini aja sukma, terakhir kali"

"Baiklah"

Selalu seperti ini, dari dulu aku tidak pernah bisa menolak permintaan nnya. Meskipun sekuat hati aku menekan agar tidak selalu mengiyakan permintaan nya tetap saja tidak bisa. Dan see? Aku jatuh dan selalu jatuh di tempat yang sama.

Selamat kamu kembali berhasil membuat hatiku berantakan, Ahmad Afka Rahman.

*******

*Mas Abil
Dek kamu berhutang penjelasan.
-send a pict-

Ya Tuhan ini siapa sih yang jadi netizen begini, bisa bisanya mas Abil dapet foto aku di bonceng kak Afka.
Belum kelar masalah satu kok jadi nambah masalah lagi, siap siap nih :(.

Aku tidak membalas pesan mas Abil karena aku tau dia tidak meminta penjelasan melalui chating. Hari ini sangat nanonano sekali. Senang, kesel, kaget, takut aku rasakan dalam satu waktu.

Masih pukul 13.00 Wib dan aku belum melaksanakan sholat dhuhur. Setelah insiden diantar pulang, aku benar-benar tidak mengatakan satu katapun, selain ucapan terimakasih ketika sudah sampai di depan kost.
Kejadian itu masih sangat membekas sampi detik ini, ketika satu tahun lalu dia berhasil membuat aku patah, retak tak berbentuk.

_flash back_

"Tapi kenapa? Aku salah apa?"
Air mata sudah tidak bisa lagi kubendung, ketika kalimat aku ingin kita putus terucap oleh mulutnya yang selama ini selalu mengucapkan janji aku akan setia dan selalu ada untuk kamu Sukma.

"Maaf Suk, tapi Abel membuat hatiku kembali berpaling padanya, kamu tau kan Abel mantan yang sangat berarti buat aku" ucap kak Afka tanpa sedikit rasa belas kasihan.

Masih dengan air mata yang berlinang aku mencoba menggenggam tangan kak Afka, berusaha meyakinkan dia kalau keputusan yang dia buat salah.

" Kamu udah janji akan selalu ada, a a aku enggak bisa kak, aku sayang banget sama kamu"

"Stop Sukma!" Tanganku yang semula menggenggam tanganya dilepas dengan keras. "Aku gak bisa Suk, aku sayang sama Abel, dan aku enggak mau terus terusan nyakitin kamu, please kamu ngerti. Kita udah enggak bisa bersama, aku ingin bahagia dan ini juga buat kebahagiaan kamu"

Setelah kalimat panjang itu dia pergi, meninggalkan aku sendiri disebuah kedai kopi dalam keadaan berlinang air mata. Dingin angin malam menerpa tubuhku yang hanya dilapisi kaos tanpa jaket. Jam menunjukkan pukul 11 malam dan aku masih menangis enggan beranjak untuk pulang.

Beruntung setelah itu, sebuah jaket tersampir di bahuku, tangannya menyentuh tanganku yang kujadikan penyangga kepala untuk menutupi wajahku yang sudah tidak karuan karena lama menangis.

Satu kalimat berhasil menenangkanku.

"Sudah aku bilang, hanya aku yang akan selalu ada untuk kamu Sukma".

_flash back off_

Haii haiii haiii.
Aku nulis ini dalam keadaan hati yang kurang bagus, makanya part ini sedih.

Semoga suka yaaa...
Jangan lupa klik bintang untuk mensupport cerita ini :*

DESTINYWhere stories live. Discover now