Jalan

673 102 22
                                    

Satu minggu berlalu Viny tinggal di rumah Shani. Kini mereka berdua semakin akrab. Bahkan sering pergi berdua jika ingin membeli sesuatu. Apalagi Justin yang akhir-akhir ini selalu sibuk, kini digantikan oleh Viny untuk menemani Shani.

Seperti saat ini. Mereka berdua sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta untuk  belanja bulanan, sekaligus membeli baju.

"Kak Viny kalo beli cardigan atau blazzer dimana sih?" Tanya Shani setelah melakukan pembayaran di kasir.

"Di mall ini. Mau ke tempatnya?"

"Mauu!" Balasnya antusias membuat Viny terkekeh.

"Yaudah yuk." Dengan reflek, Viny menggenggam tangan Shani dan berjalan begitu saja.

Shani yang berada di belakang Viny hanya bisa memasang ekspresi cengonya sembari memandangi tangannya dan tangan Viny. Entah kenapa darahnya berdesir saat ini. Padahal menurutnya ini hal yang wajar.

Tetap saja, dia seolah bertanya-tanya pada dirinya sendiri ada apa dengan perasaannya. Namun sesegera mungkin dia menepis pikiran tidak masuk akalnya.

Akhirnya dia mencoba men-sejajarkan posisinya dengan Viny dan mulai mengobrol.

Sementara dalam hati Viny, dia sangat bahagia bisa seperti ini dengan Shani. Walaupun dia tahu, Shani tidak mengetahui perasaannya. Bisa dibilang cinta bertepuk sebelah tangan.

Mungkin belum saatnya bagi Viny untuk berterus terang tentang perasaannya pada Shani. Dia tidak mau masa lalunya terulang kembali saat bersama Nadse. Dia takut jika Shani malah menjauhinya, apalagi dia sudah mempunyai kekasih.

Baru saja sampai di depan outlet pakaian, Shani menghentikan langkahnya begitu saja. Ada seseorang yang dia pandangi dan membuatnya mengeratkan rahangnya secara bersamaan.

Viny menoleh ke arah Shani dan mengerutkan dahinya, "Shan, kok berhenti? Yuk masuk.."

"Kita pulang aja kak." Ujarnya singkat lalu menarik tangan Viny dengan kuat.

Viny merasa kebingungan. Ada apa dengan Shani ini?

"Ada apa, Shan? Kamu sakit?"

Mulut Shani bungkam. Hanya menunjukkan wajahnya yang tersulut emosi.
Shani semakin berjalan cepat. Bahkan Viny sedikit susah untuk menyamakan langkahnya. Tangan yang menggenggam tangan Viny sudah dia lepaskan dan dia gunakan untuk menghapus air mata yang jatuh begitu saja.

"Shani tunggu!"

"Yaampun tuh cewe panjang banget kakinya." Gumamnya sembari mengatur nafas.

Akhirnya Shani terlebih dulu sampai di parkiran dan duduk di kursi samping kemudi. Viny yang baru saja datang pun ikut masuk dengan wajah khawatirnya. Apalagi ketika menyadari bahwa Shani telah menangis.

"Shani kamu kenapa sebenernya? Kok sampe nangis gini?" Ujar Viny mengelus pundak Shani. Tanpa ragu Shani langsung memeluk Viny dan menenggelmkan wajahnya di ceruk lehernya.

Dia menangis histeris sekarang, "Justin kaak.."

"Yaudah cerita di rumah aja yaa kalo kamu udah tenang."

Viny hanya bisa membiarkan dia menumpahkan tangisnya dan mengelus rambut Shani yang terurai. Entah kenapa hatinya sakit melihat Shani seperti ini, apalagi dia tidak tahu apa alasan tepatnya.

•••

"Justin, besok ada acara gak?" Tanya seorang gadis yang duduk di depan Justin.

Saat ini Justin sedang bersama salah satu gadis yang bernama Tamara. Dia satu kampus dengan Justin, sekaligus anak sahabat Papanya. Bahkan dia sangat populer. Banyak sekali laki-laki yang mendekatinya, namun Tamara lebih suka dengan Justin. Bahkan dari semester satu.

Takeuchi Senpai (VINSHAN)Where stories live. Discover now