43. Bandung

2.2K 176 34
                                    

"Aku nggak pernah ngerti sama Bandung. Di sana kita mengukir bahagia, tapi juga di sana Bandung merebut kamu dari genggamanku."

HESPER

[ spam komen, yang mau update besok(: ]

- Selamat menikmati bagian bahagia sebelum menuju klimaks. -

Tara meringis kecil sedari tadi, sebab di perjalanan pun Altara masih belum berbicara sepatah kata padanya. Di atas motor yang penuh kecanggungan ini, Tara merapalkan doa dalam hati semoga Altara mengajaknya berbicara. Pedas juga tidak apa, bagian yang terpenting adalah Altara mau mengeluarkan suaranya lagi.

Altara memberhentikan motornya di depan gerbang yang tertutup, Tara turun dari motor dan membuka mulut gerbang hingga Altara dan motornya dapat masuk. Di depan bagasi, Altara masih belum turun dari motornya. Tara menghela napas, dia nembuka bagasi. Altara pun memarkirkan motornya di sana.

"Altara, kok nggak ngomong-ngomong? Maafin gue, please. Nggak enak tau diem-diem kayak gitu. Gue mending lo ngomong super pedes daripada diemin gue kayak gini," jelas Tara panjang lebar, tak kuasa menahan gejolak dalam hatinya.

Altara menatap Tara dengan wajah datarnya, lagi, "Lo milih pedes bakso atau pedes kata-kata gue?"

"Pedes kata-kata lo! Yang penting lo ngomong jangan diem, gue nyesel tadi makan bakso pedes kalau jadinya bikin lo gak mau ngomong sama gue kayak gini." Tara menundukkan kepalanya, dia benar-benar menyesal tidak menuruti ucapan Altara, udah sakit perut, sakit hati lagi. Kan, sakitnya double-double kalau kayak gini kondisinya.

"Gue pergi. Percuma gue ada di sini kalo keberadaan gue bikin lo sakit kayak tadi," celetuk Altara, derap langkahnya terdengar mengisi telinga Tara. Tara mendongkak, mendapati Altara yang benar-benar berjalan menjauh.

"Lo kebiasaan banget sih, Al! Bikin gue seneng, terus tiba-tiba lo jahatin gue! Terus abis itu lo pergi gitu aja!" pekik Tara. Dia berlari ke depan rumah, melewati Altara begitu saja. Tangannya dengan segera mendorong pintu. Ingin cepat-cepat masuk ke dalam kamar dan melupakan kejadian hari ini.

Pintu yang sudah terbuka justru tertutup lagi kala sebuah tangan kekar memegang gagang pintu dan menariknya. Tara juga dapat merasakan wangi parfum yang selama sebulan tak pernah dia cium. Badan tegap Altara berdiri di belakangnya, "Maaf. Gue tadi cuma bercanda, taunya reaksi lo jauh dari yang gue kira."

Tara membalikkan badannya, mendongkak agar dapat melihat wajah Altara yang lebih tinggi darinya, "Semua aja lo bercandain, perasaan gue juga lo bercandain, ya, Al?" tanya Tara, lagi pula itu sebuah pertanyaan kan? Memang, Tara merasa perasaannya diombang-ambing oleh Altara. Apalagi, tidak diberi penjelasan sama sekali.

"Gue cuma gak mau liat lo sakit Tara, dan tadi itu hukuman buat lo. Jangan mikir aneh-aneh apalagi soal perasaan."

"Gue sebenernya ada nggak di dalam hati lo? Gimana gue nggak mikir aneh-aneh kalau lo nggak pernah ngasih tau perasaan lo!"

Altara memeluk tubuh Tara dan mengangkatnya hingga wajah mereka hampir sejajar tingginya, "Coba lo pegang dahi gue." Tara dengan jantungnya yang berdegub kencang menerima pelukan yang mendadak ini, perlahan memegang dahi Altara. "Nggak panas, udah deh lepas! Jawaban lo nggak nyambung sama pertanyaan gue."

Altara melepas pelukannya. Dia menundukkan kepalanya, diraihnya tangan Tara dan diletakkan di dahinya. Tara membeku, kedua tangannya dingin, dan Altara dapat merasakan itu. Altara memegang tangan Tara yang satunya. Diarahkannya tangan itu tepat di hatinya. Tara bahkan bisa merasakan lengkukan otot dada Altara, membuat tangan gadis itu semakin dingin.

HESPER (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang