Seven

75.7K 4.9K 71
                                    

Ingin mati.

Nggak mati juga, sih.

Memang, pekan UTS sudah selesai. Dan sekarang sudah beberapa pekan sejak itu. Tetapi, tadi di sekolah guru Matematika-ku tidak masuk, sehingga kami ditugaskan untuk mengerjakan latihan lima lembar.

Ditambah hari Senin pastinya upacara. Mungkin terdengar biasa. Tapi tadi itu ditambah free sinar matahari dan panasnya 36 derajat Celcius. 

Sungguh mati rasa.

Untungnya sekarang semua sudah selesai. Ya, pulang.

Tapi tetap saja, aku pulang dengan jalan kaki dan merasakan panas matahari yang menusuk. Apakah matahari tidak lelah terus-menerus menyebarkan panasnya? Ya kalau berhenti manusia mati, sih.

Semoga saja nanti hujan.

Dan tidak terasa aku sudah sampai di rumah.

Tanpa aba-aba, kakiku menuntunku menaiki anak tangga dan tentunya menuju kamarku. Satu hal yang pasti langsung kulakukan adalah menyalakan AC. Hm, walaupun dipikir-pikir AC malah membuat global warming yang akhir-akhirnya juga membuat bumi tambah panas.

Ya sudahlah.

Bruk!

Aku menjatuhkan badanku ke kasur tanpa peduli. Capek, panas, lelah. Sungguh.

"Hft." Aku menghela napas lelah.

Setelah bermalas-malasan, aku berjalan menuju lantai satu, menuju ruang makan. Sesampainya di sana, aku membuka kulkas. Tentunya mencari cemilan. Tetapi alih-alih menemukan cemilan yang kutemukan adalah kertas post-it, tertempel di pintu kulkas.

'Sabrina, tolong beliin bahan makanan di supermarket ya, uang dan daftarnya di meja deket telepon -ibu' adalah tulisan di post-it tersebut.

No. Hari ini kan panas. Apalagi supermarket langganan ibu lumayan jauh dari rumah. Hm, tidak terlalu jauh, sih, hanya beberapa meter lebih jauh dari sekolah.

Tapi kan panas dan ... mager.

Aku pun mendekati telepon rumah untuk menelpon dan komplain kepada ibuku. Lagian, ibuku kan tidak bekerja, kenapa dia sepertinya sibuk sekali? Sesibuk itukah sampai tidak sempat mampir ke supermarket?

Oh, aku ingat.

Uang sakuku pasti akan disita olehnya jika aku mengelak. Dan ... bagaimanapun ibu, dia itu ibu.

Hft, dengan sedikit memaksakan diri, aku mengambil uang yang sudah disiapkan ibu juga tasku.

Aku pun membuka pintu rumah dan berusaha untuk keep cool. Bersiaplah Sabrina.

"Krekk ..." Kubuka pintu rumah.

Dan panas pun langsung menyambar kulit. 

Tetapi mau tidak mau aku tetap harus pergi ke supermarket menyebalkan itu. Aku pun memulai perjalanan tanpa semangat. 

Aku berjalan dengan sangat tidak bersemangat dan saat keluar komplek, aku merasakan ada yang berjalan mengikutiku.

Pelan-pelan aku melihat ke belakang punggungku. Aku merasakan firasat buruk entah kenapa.

"Woy, ngapain lo panas-panas gini?"

Elah, kirain siapa. Ternyata makhluk itu.

Angga-lah, siapa lagi. 

Males. Bosan.

Itulah impression-ku bertemu dengannya. 

Serius deh, kenapa harus selalu ketemu? Well, memang resiko tetanggaan, sih.

A Riddle Upon UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang