Two

114K 6.9K 74
                                    

"Hari ini kita bakal belajar voli. Waktu SMP kalian udah pernah belajar servis, kan?"

Oke, aku cukup beruntung karena sekarang kita belajar voli, bukan basket. Tapi masalahnya adalah anak baru itu. 

Yang pertama, anak baru itu sendiri. Aku tidak pernah melihat good side miliknya-. Dan yang kedua, daritadi aku merasakan tatapan tajam yang menusuk dari belakangku. 

Pasti Ellysa, batinku.

Aku menoleh dari balik punggungku dan benar saja, aku melihat Ellysa dan Felia menatapku tidak suka. 

Atau mungkin iri.

Padahal harusnya dia bersyukur!

Argh, kenapa cowok cewek digabung, sih?

"Nah, sekarang perwakilan dari masing-masing kelompok ambil bola voli." Kata Pak Firman sambil menunjuk tumpukan bola voli di sudut lapangan.

"Sana ambil." Ucap Angga. Ia hanya duduk di tengah lapangan dan menyuruhku dengan gerakan kepala. Perlu diingat, dia baru masuk sekolah ini kemarin, lho. Dan sekarang sudah terlihat--makin terlihat--ke-sok-annya.

Merasa malas berdebat, aku pun mengambil bola di sudut lapangan tersebut. 

"Ambil bola yang bagus!" Serunya dari belakang.

Aku mengambil salah satu bola dengan asal dan segera kembali ke tempat dimana Angga duduk. Dengan gerakan asal-asalan aku melempar bolanya, tanpa berdialog dengannya.

Tapi sepertinya Angga belum siap menangkap--atau lemparanku terlalu jelek--karena bola itu akhirnya mengenai kepalanya dan menggelinding di tanah. 

"Aduh!" Ia mengusap kepalanya.

"Hati-hati, dong!" Serunya. Lalu mengambil bola voli itu.

Aku hanya diam dan berusaha menahan tawa. "Ini bolanya?" Tanyanya dengan ekspresi seakan-akan ia baru saja melihat hal yang menjijikan.

"Iya." Jawabku.

"Tsk, ambil yang bagusan dikit kenapa."  Balasnya.

"Siapa yang nyuruh gue ngambil?" Tanyaku balik.

"Terus gue harus nyuruh Pak Firman, gitu?" Tanyanya.

"Ya." Ucapku tak peduli.

"Oke. Pak Firman, bapak disuruh sama Sabrina buat ngambil bo--aduh!" Ia meringis memegangi kakinya. Sehingga bola yang ada di tangannya pun terjatuh. 

"Kok lo nginjek kaki gue, sih?" Tanyanya masih menahan sakit.

"Pengen doang." Jawabku asal.

Aku lalu memungut bola yang baru saja dia jatuhkan, sedangkan Angga--aku sudah ingat namanya sekarang--melihatku dengan tatapan seakan-akan ingin mencabikku.

Haha.

"Udah ah, mulai." Aku pun melempar bola padanya. Tapi kali ini ia bisa menangkapnya.

Angga masih menatapku dengan sebal. Aku hanya berpura-pura tidak tahu dan tidak bersalah.

Oke, dia akan menservis dan aku menangkap, begitu pun sebaliknya. Cukup mudah dibanding basket. 

Sepertinya.

"Udah siap belom?" Sahutnya.

"Udah." Balasku.

Angga mulai menservis. Bola voli itu melayang dengan sangat tinggi dan meluncur cepat ke arahku. Aku bersiap dengan tangan yang siap menangkap dan mata yang terfokus ke arah bola itu. Tiba-tiba aku merasa bola itu terlalu cepat dan sudah terlalu dekat denganku.

A Riddle Upon UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang