Twenty Nine

56K 4.5K 1K
                                    

Hari ini aneh.

Aku datang ke sekolah tiga puluh menit sebelum bel—aku tidak pernah melakukannya sebelumnya.

Entah apa yang mecuci otakku, tapi sekarang aku sudah di sini, di kelasku, duduk di kursiku, dan tentunya bosan.

Hahah, harusnya kufoto ekspresi ibu tadi pagi saat melihatku bangun sebelum ia bangunkan.

Ya, aku yang pertama ada di kelas. Dan sampai sekarang, masih hanya ada aku.

Karena bosan, aku memilih untuk keluar kelas dan duduk di kursi koridor. Lumayanlah, ngadem. AC kelasku baru akan dinyalakan lima belas menit sebelum bel.

Masuk sekolah ketika baru sedikit yang datang, ternyata tidak seburuk itu. Tidak ada yang melirik singkat saat membuka pintu dan memasuki kelas, tidak juga disambut dengan ocehan yang memekakkan telinga.

Dan sebelum guru datang, masih ada banyak waktu untuk dihabiskan dengan hal-hal yang tidak kalah tidak bergunanya. Misalkan, bengong dan melamun.

Dan jadilah aku duduk di salah satu kursi di koridor yang dekat dengan kelasku, lalu bengong.

Benar-benar hanya bengong.

Mungkin efek dari Sabtu-Minggu, otakku masih mode liburan. Bengong pun sebenarnya aku tidak terlalu mengerti apa yang aku bengongkan.

Yang jelas, bagaimana aku bisa datang pagi adalah salah satunya.

Tapi bisa-bisanya aku datang ke sekolah setengah jam sebelum bel. Aku patut mendapat medali atau sesuatulah.

Alasannya tidak pasti. Mungkin aku hanya ingin sekali-kali mencoba. Mungkin hanya ingin mengejutkan ibuku—kurasa tidak, sih. Mungkin aku ingin membuat rekor di tahun terakhirku ini. Mungkin aku hanya bangun kepagian.

Mungkin aku hanya ingin menghindar dari berpapasan dengan Angga.

Entah.

Setelah bengong yang mungkin cukup lama--dan tidak jelas, kulihat pak OB masuk ke kelasku, sepertinya untuk menyalakan AC.

Tapi aku masih tidak berminat untuk masuk ke kelas. Lagipula kelas membutuhkan waktu untuk dingin. Aku pun kembali memusatkan pandangan ke arah lapangan.

Ah, pantas saja, angin pagi ini lumayan kencang.

Karena rintik hujan mulai turun, bersamaan dengan suhu yang makin merendah.

Gerimis.

Memandangi lapangan yang mulai tergenangi air ternyata menghibur juga. Dan mengetahui fakta bahwa artinya nanti tidak ada upacara lebih menghibur lagi.

Aku cukup bersyukur datang lebih pagi kali ini karena aku tidak perlu repot-repot mengeluarkan payung.

Tapi tidak lama setelahnya, siswa-siswi mulai berdatangan. Sepertinya aku juga harus buru-buru masuk kelas agar aku kebagian oksigen.

Ya maksudku, kan kalau sudah ramai di kelas, oksigennya jadi dikit kan jadi ya—ah, entahlah.

Aku pun berdiri dari kursi dan berjalan menuju kelasku. Begitu sampai di pintu kelas, kurasakan suhu kelasku yang belum begitu dingin dan malah terasa mulai ramai dan itu membuatku malas. Aku pun menimbang-nimbang untuk kembali duduk sejenak di luar.

Saat aku duduk di lorong kembali, tiba-tiba dari ekor mataku aku melihat sosok yang familiar, yang biasanya selalu kutemui dimana-mana, yang sudah terhitung seminggu tidak bertegur sapa.

Makhluk itu masih terlihat sama.

Dengan tas birunya.

Dan tampang menjengkelkannya yang makin menjadi-jadi belakangan ini.

A Riddle Upon UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang