Kenal[an]

72 6 6
                                    

Kini langit telah dibentangi karpet hitam dengan bintang-bintang yang indah sebagai penghias, hujan telah berhenti menyisakan kesejukan di malam hari, seorang gadis sedang tertidur yang kini tiba-tiba mengkerutkan dahinya.

"Unti..." panggilan dari luar pintu terdengar mengusik tidur nyenyaknya

"Unti ada di dalam nggak?"

Rasanya dia baru saja memejamkan matanya dan rasa kantuk kembali menyerang, memaksanya untuk tidak menghiraukan suara yang ada.

"Unti.."

"Hmm.."

"Unti.."

Mata sang gadis itu sontak saja melek dan tubuhnya dengan sigap bangkit dari baringnya dengan refleks berganti menjadi duduk.

"IYA AMANDA BANGUN" Jeritnya, pasalnya panggilan yang awalnya melembut berganti dengan gedoran pintu kasar, dan gadis yang tak lain adalah Amanda sangat tahu siapa yang berani melakukan itu kepada pintu kamarnya.

Gedoran masih berlanjut.

"IYA AYAH, AMANDA UDAH BANGUN"

Tentu saja sang Ayahlah penyebab keributan yang mengusik tidur cantiknya. Bahkan untuk sekedar merusak pintunya sangat mudah bagi sang Ayah.

Sabar aja ya, yang nyari duit mah bebas.

"Bangun kamu?! tidak dengar ponakan kamu dari tadi manggil-manggil didepan pintu kamar?! Ini malam minggu, kamu sudah janji ngajar dia mengaji" tukas sang Ayah mengingatkan sang bungsu.

Tentu saja Amanda ingat, setiap malam minggu ia berkewajiban mengajar ponakannya tapi sabtu tadi sungguh sanggat melelahkan baginya, bagaimana tidak, hari ini adalah jadwal peraktikum dikampus dan empat mata kuliah mengambil jadwal yang sama namun dengan seling jam yang berbeda. Dunia kampus sungguh melelahkan, dan jum'at kemarin mereka kelelahan karena mendorong motor mogok milik Nadya saat akan menghadiri kajian, tak ada waktu istirahat.

Masih dengan posisih duduknya dan terhuyung sesekali, rupanya kesadarannya masih belum sepenuhnya pulih.

Mencoba mengumpulkan nyawa, Amanda mengucek mata kanannya, tersadar rupanya dia tertidur di atas sejadah dan masih mengenakan mukenah.

Ia tertidur saat selesai shalat isya rupanya.

Badannya kini rasanya sangat pegal.
Tidak ingin sang Ayah kembali menggedor pintu dan membuat pintunya jebol, dia buru-buru membuka pintunya yang memang selalu ia kunci.

Namun bukan lelaki paru bayah yang ia dapatkan melainkan lelaki kecil dengan kulit yang lumayan putih sedang tersenyum menyambut Amanda dan membuat dirinya mencengirkan giginya.

"Kakak Opal, dari tadi ya nungguin, Aunti?" Ternyata itu adalah ponakan kesayangnnya.

Naufal adalah anak dari kakaknya dan sekarang berumur lima tahun.

"Unti shalat?" Bukannya menjawab pertanyaan Auntinya, Nofal malah mengajukan pertanyaan, melihat Amanda masi mengenakan mukenah.

"Oh ini" melirik dirinya lalu membuka mukenahnya dan di lipatnya asal dan berjongkok untuk menyamahi postur tingginya dengan sang ponakan "Udah tadi, ini udah selesai shalatnya, mau ngaji sekarang? Di kamarnya aunti aja ya"

"Hmm..Unti..." merunduk "kakak opal bawah teman, dia mau ngaji juga, boleh?" Tanya Nofal takut tantenya ini akan marah
Walaupun dia tahu Amanda tidak pernah memarahi Nofal barang sekali pun, walaupun dirinya salah Amanda tidak memarahinya.

Ya, karena Amanda berfikir anak kecil bukan dididik dengan kekerasan.

Melihat ponakannya berbicara dengan nada rendah, Amanda tersenyum gemes rasanya, pen nerkam tapi anak orang.

"Hm...gimana ya...nggak boleh" ucapan Amanda serasa membuat Nofal menahan air matanya, kini makin dalam ia merunduk "Kecuali kakak Opal, mau kiss pipi, aunti" ucap Amanda sambil menunjuk pipinya yang putih bersih.

Sontak Nofal berdongat dengan mata binarnya dan langsung saja mencium pipi Amanda.

"Ok cuss, kita ketemu teman kakak Opal" Amanda beranjak dari posisinya hendak menyimpan mukenahnya lalu keluar kamar

"Unti nggak mau pake jilbab?" Tanya Nofal sebelum Amanda menutup pintu kamarnya.

"Loh, teman kakak Opal kan masih kecil"

"Aurat, Unti cantik, teman kaka Opal, ada abangnya" bisik Nofal seakan takut suaranya terdengar oleh seseorang yang berada diruang tamu.

"He?!"

Amanda buru-buru masuk ke dalam kamarnya dan menarik asal jilbab miliknya, bodo amat dia tuh kalau warna jilbab dan baju tidak senada atau bahkan belang, asal ketutup ya tak masalah. Pikirnya.

setelahnya berjalan mengikuti sang ponakan yang menuju ruang tamu.
Dilihatnya seorang anak kecing menghampirinya, seusia dengan ponakannya, sepertinya Amanda tahu, anak ini adalah teman sekolah Nofal di Taman Kanak-kanak, Amanda tentu tahu karena ia kadang mendapat giliran untuk menjemput sang ponakan, tentu saja dengan bantuan ojol hehe, dia mana bisa bawa kendaraan.

Kan ada suami nantinya kalau pen keman-mana ya bisa dianterin uhuy.

"Kak, Aiz boleh ikut ngaji?" Tanya anak kecil itu kepada Amanda, ok penilaian pertamanya adalah sungguh menggemaskan, gimana coba Amanda bisa nolak.

"Boleh kok" ucapnya sambil merunduk menyamakan tinggi mereka, entahlah sudah berapa kali Amanda berjongkok untuk malam ini, untung saja dia tidak memiliki penyakit encok atau semacamnya.

"Tuhkan abang, Aiz boleh ikutan, abang pulang aja, nanti jemput kalau Aiz telpon" ucapnya pada pemuda berbaju biru langit yang duduk di sofa.

Amanda tercengang, ia memang sudah diberitahukan oleh ponakannya bahwa temannya bersama sang kakak namun ia tidak menyadari keberadaan lelaki ini kalau saja anak kecil yang ia tahu bernama Faiz tidak berbalik kearah lelaki itu.

Kek kenal. Fikirnya.

Tanpa sadar senyum melingkar di wajahnya dan sontak membuat Amanda ikut tersenyum.

Duh godaan ini mah.

Pemuda itu berdiri dan mendekat kearahnya dan Amanda kembali berdiri, rasanya ia tak sanggup untuk berdiri tegak padahal ia tidak sedang sakit. Susah emang kalau penyakit kasmaran.

"Nama saya Yusuf" ucap lelaki itu memperkenalkan dirinya, dia tidak mengulurkan tangannya kepada Amanda selayaknya seseorang berkenalan.
Duh idaman banget.

"Ha?" Tersadar, ia menutupu rahangnya, duh malu-maluin "Oh iya nama saya Amanda"

"Maaf, karena sudah merepotkan, saya titip adik saya"

"Nggak kok, kalau rame malahan bagus"

"Faiz, jangan nakal ya di rumah orang" perinta pemuda yang bernama Yusuf itu dan dibalas anggukan kepada sang adik

"Kalau begitu saya pamit, titip salam untuk Ayah dan Ibu, saya nggak bisa pamit soalnya lagi buru-buru, Assalamu'alaykum" pamitnya dengan senyuman.

Uh meleleh ini mah, nggak papa nanti pamitan pas lamaran aja ya Mas- seru Amanda di dalam hati.

Ngehalu nih bocah.

"I-Iya, Wa'alaykumussalam"

Yusuf ya, tampan, sangat cocok dengan namanya. Senyum Amanda sepeninggal pemuda yang sepertinya telah mencuri hatinya.

---------------------------------

Duh bermekaran dah nih bunga-bunga, susah emang kalau harus dihadepin ama cowok tamvan ye Nda, bawaanny pen nerkam tapi anak orang belum halal 😂

Half Deen [Separuh Agama]Where stories live. Discover now