Keputusan Izzat

132 24 19
                                    

Tidak ada perasaan yang paling sering menyakiti hati manusia selain perasaan Cinta. Perasaan yang membuat siapapun berbunga-bunga layaknya kembang baru tumbuh dan akan menjadi bangkai apabila terlalu lama.

Tapi, ada satu perasaan cinta yang tidak akan pernah punah dan membusuk sampai kapanpun, jenis perasaan ini justru akan semakin manis dan menyejukkan jika terus di kembangkan. Cinta itu muncul dari hati yang paling dalam, tempat di mana keputusan benar terkadang berasal dari situ. Cinta itu murni. Tahukah kamu cinta seperti apa itu? Ialah cinta kepada sang Ilahi, pada Dia yang pertama menciptakan hati ini lalu padanya harusnya hati ini berlabuh untuk pertama kali.

Lalu jika setelah mencintai-Nya, bolehkah kita mencintai yang lain? Maksudnya mencintai makhluk yang ia ciptakan. Jawabannya tentu boleh, kenapa tidak? Cinta adalah Fitrah yang setiap manusia pasti merasakannya. Hanya saja, Cinta yang dirasakan manusia memiliki dua perbedaan, cinta karena Nafsu dan Cinta karena Allah.

Tentang cinta karena Nafsu, ini salah satu cinta yang paling dicintai oleh musuh Allah, ialah Syetan yang dulu menolak bersujud pada Nabi Adam a.s. Sedangkan cinta karena Allah, ini murni dari Allah SWT, yang merasakannya pun selalu melibatkan Allah di setiap perasaannya.

Meskipun cinta adalah fitrah yang setiap manusia merasakannya, bukan berarti citra cinta akan selalu baik. Cinta yang baik tergantung pada mereka yang merasakan, mampukah ia mengendalikan cinta tersebut agar tidak menimbulkan kesan berlebihan ataukah cinta yang nntinya akan mengubah si manusia itu sendiri menjadi bodoh.

Dan baik buruknya cinta, hanya bisa dinilai oleh mereka yang merasakan.

Memutuskan untuk mencintai seseorang. Itu adalah pilihan yang cukup berani dengan beban yang luar biasa berat. Bebannya bukan hanya berusaha untuk membuat dia yang dicintai akan membalas cinta yang kita beri. Beban terberatnya adalah siap menanggung sakit hati yang tidak berujung.

Cinta alias asmara bukan hanya tentang mengharapkan, memikirkan, memuji dan berdosa karena terus zina pikiran, tapi tentang tanggung jawab atas pilihan hati yang telah kita tetapkan. Sanggupkan kita bertanggung jawab atas rasa itu atau malah menyalahkan orang di sekitar kita tentang rasa cinta yang menyakitkan. Parahnya lagi kita malah menyalahkan takdir dan Allah. Ini sudah melampaui batas, bukan?

Kita harus tahu, berani memilih untuk mencintai seseorang maka kita telah memikul tanggung jawab atas rasa itu.
Baiknya, bijaklah dalam mengendalikan rasa.
***

Syiffah terperanjat histeris saat sedang fokus mengerjakan laporan di kantornya. Gawai hitam miliknya itulah yg menjadi penyebabnya. Dia baru saja mendapat telfon dari Amira, kakak Astrid.

"Fah, Alhamdulillah Syiffah udah dapat pendonor ginjal." seperti teleportasi, kebahagiaan Amira dari balik telfon langsung cepat ter-transfer ke Syiffah yang sedang pusing-pusingnya mengerjakan laporan peristiwa.

"Serius kak? Yaa Allah, Alhamdulillah!" pekik Syiffah di tengah keheningan ruangan kantor yang terdiri dari 4 karyawan. Nabila cepat meralatnya lalu mewakiki rekan kerjanya itu untuk minta maaf karena menganggu konsentrasi karyawan lain.

"Faah, sssttt. Kamu ih,"
"Iyaiyaa, Insyaa Allah sepulang kerja aku kesana, kak. Alhamdulillah." bukan merespon Nabila namun Syiffah masih setia berbicara dengan Amira.

"Yaaa Allah, Alhamdulillah. Bil, aku nggak nyangka, Allah emang baik banget!" seru nya heboh sambil memegang kedua tangan Nabila.
Nabila merespon dengan kening berkerut lalu menaikkan alis kanannya, ekspresi bertanya.

"Pernikahan mu sama Izzat ditunda?" tebakan Nabila berhasil menghilangkan senyum heboh Syiffah.

Syiffah berdecak risih, "Bisa nggak sih, sehariiii aja nama dia nggak usah disebut? Aku lagi bahagia gini, diingatin lagi, jadi bete!" Syiffah kembali bersandar di kursi sementar Nabila malah makin kebingungan.

"Yaah, terus apalagi coba yang buat kamu bisa sesenang ini, kalau bukan pernikahan kalian diundur?"

"Astrid udah dpt pendonor ginjal, Biiiil. Yaa Allah, bayangin gimana bahagianya Astrid, ummi dan kakaknya, aku, Naufal,"

"Dan Izzat." tambah Nabila memotong dan langsung mendapat tatapan sinis dari Syiffah.

"Gitu-gitu dia sahabat kalian juga dan bakal jadi suamimu. Saran aku nih yha, jangan terlalu benci, banyak kebaikan yang dia lakuin. Tahu nggak? Selama ini yang ngurus administrasi sampai cari darah buat Astrid itu siapa? Izzat. Dia tuh baik, kamu coba deh lupain masa lalu dia,"

"Udah?" Nabila hanya bisa menghela nafas mendapat respon se-singkat dan sejutek itu dari Syiffah.

"Aku mau nyelesaiin laporan ini, biar cepat pulang trus ke rumah sakit. Kamu bantuin aku yha, Bil?"

Nabila diam, matanya fokus menatap layar laptop tapi pikirannya sedang bertamasya.

Syiffah yang tidak mendapat respon malah cuek bebek. Intinya, dia harus menyelesaikan pekerjaannya dan pergi ke rumah sakit. Tidak sabar rasanya melihat wajah Astrid tersenyum bahagia, kembali sehat dan melakukan banyak aktivitas seperti dulu lagi. Ke kajian bersama, salinhg curhat, menukar pikiran dan sedikit perdebatan karena perbedaan memilih tempat nongkrong. Syiffah merindukan itu semua.

***

Di tempat lain, Izzat juga tidak hentinya tersenyum. Senang mendapat kabar bahagia hari ini. Sahabatnya, sebentr lagi akan kembali sehat, mereka bisa seperti dulu lagi tertawa berempat, makan berempat daan tunggu, apakah akan seindah itu nantinya? Apa tidak ada rasa canggung setelah kegundahan hati menimpah ke-empatnya? Enthalah! Izzat berharap semuanya akan baik-baik saja.

Izzat memijat pelipisnya, kepalanya terasa pening setelah semalaman sibuk mencari darah untuk Astrid, tidurnya baru sekitar dua jam saja dan dia harus kembali ke kantor.

"Zat, lo sakit?" Aryo, asisten sekaligus rekan kerja Izzat merasa ada yang tidak beres dengan kesehatan teman sejawatnya itu, pasalnya wajah Izzat terlihat pucat.

Izzat menggeleng kepala, "Cuman agak pening aja sih. Oh yaah, kata pak   Rudi ada kasus baru yang harus gue selesaiin, yah?"

"Ohiyaaa, ada. Berkasnya masih sementra gue susun"

"Kasus apa?"

"Pelecehan seksual. Lo harus cari tahu siapa pelakunya, awalnya sih pelapor bilang yg lecehin dia tuh anak salah sati dosen, tpi pas udah mulai disusun dan mau diangkat tuh cewek malah bilang kalau yg lecehin dia temannya sendiri. Gue yakin ada yg nggak beres sama kasus ini," jelas Aryo sedangkan Izzat manggut-manggut paham.

"Kayaknya gue nggak bisa ambil kasus itu," Aryo sedikit memekik ketika kalimat itu sukses keluar dari bibir Izzat.

"Lo kenapa sih? Nggak sehat? Biasanya lo fine-fine aja, ngambil semua kasus yang dikasij dengan senang hati."

"Yah pokoknya gue nggak bisa, gue serahin ke elo yah?"

"Kalau pak Rudi tanya, gimana?"
"Gampang, nanti gue yg ngomong sama beliau. Pokoknya lu bantuin gue dulu."

"Lo mau ambil cuti buat bulan madu?" Izzat hanya diam mendapat pertanyaan dari Aryo. Jangankan mau bulan madu, jadi atau tidaknya pernikaha saja terlihat abu-abu.

"Banyak nanya lo. Gue ke rumah sakit dulu, yha." bingung mau menjawab apa, Izzat memakai jas nya lalu pergo ke rumah sakit. Sudah pukul 1 siang, sebentat lagi jam besuk akan dibuka.

Drttt, gawai canggihnya bergetar tanda sebuah pesan masuk.

"Assalamualaikum Nak Izzat, nanti jemput Syiffah di kantornya yah. Kalian harus ke toko cincin." cukup lama Izzat membaca pesan dari abi Syiffah itu. Nafasnya terasa berat. Hati siapa yang harus ia perhatikan? Syiffah yang terus menolaknya atau hati abi dan umi gadis itu yang sudah berharap dan keyakinan pada Izzat? Atau mungkin, dia tidak berpihak pada hati manapun dan membiarkan terluka sendiri?!

Mungkin langkah itu menjadi pilihannya, menghilang dari kehidupan Syiffah.

Al HubWhere stories live. Discover now