Bab 6

283 13 0
                                    

Almira Damiyanti

"Jadi kalian tidak mati bunuh diri karena di bully?" tanyaku.

"Sepertinya hoax itu sudah merasuki anak-anak zaman sekarang. Hihihihihihihi," entah mengapa saat mendengar mereka tertawa rasanya nyeri di telinga. Benar-benar nyeri.

"Ayo ikut kami!" ajak salah satu dari mereka yang memiliki wajah hancur.

Aku mengikuti mereka berjalan, walau kakinya tidak menapak di tanah. Sebenarnya takut harus menghadapi makhluk seperti ini setelah lama jarang melihat mereka setelah bertemu kuntilanak dan tuyul. Aku memutuskan untuk menutup paksa mata batinku sejak lama. Namun kadang aku masih bisa melihat mereka. Biasanya orang sepertiku ada yang nyaman dan ada yang tidak. Aku sendiri berada di kubu tidak nyaman. Ngeri sendiri.

"Lihat! itu keluargamu," ujar mereka sambil menunjuk keluargaku yang terkurung di kandang besi seperti ayam.

"Astaga," aku terkejut melihat pemandangan seperti itu.

"Mungkin kau tidak tahu kenapa keluargamu menjadi seperti itu?"

Aku hanya menggeleng mendengar pertanyaan itu.

"Karena mereka ingin mencari tahu tentang sekolah ini. Ibumu seorang indigo berusaha membuka tabir di balik sekolah ini. Sedangkan ayahmu adalah seorang wartawan yang ingin tenar dengan mencari berita aneh. Kakakmu sendiri hanya ikut pencarian berita orang tuamu," jelas salah satu dari mereka yang bernama Amoy. Aku bisa mengetahui lewat bed nama.

"Kalian yang membunuhnya kan?" aku menunjuk mereka. Tiba-tiba saja aku melayang dan merasa tercekik.

"Kami memang seperti mereka. Tapi tidak sekeji dia," ujar mereka.

"Lepaskan .... aku .... aaaaargh .... huk .... hoek ...."

"Jangan pernah bicara sembarangan jika kau tidak ingin mati,"

"Baiklah. Aku percaya pada kalian, aku bingung harus memanggil kalian apa?"

"Fena, Amoy, Rachsya, Tasya. Aku Rinjani, "

"Baiklah. Lantas aku harus melakukan apa?"

"Kau tidak bisa melakukan apa-apa. Carilah bukti yang kuat jika kau ingin membuka kedok sekolah ini," sela Amoy dalam perbincangan Rinjani dan Mira.

"Kalian bisa membantuku?"

"Kami hanya bisa memberi petunjuk. Bukan buktinya," jawab Rachsya.

"Tidak masalah, aku bisa mencari sendiri,"

"Kau harus pergi ke lorong 313. Cari bukti di sana. Tapi mungkin pak tua itu akan mengganggumu bahkan bisa membunuhmu. Jika kau merasakan sakit, tubuh aslimu akan terluka. Jika kau terluka, mungkin kau akan mati dan tinggal bersama kami selamanya," jelas Amoy.

"Apa pun yang terjadi aku akan pergi. Mati atau hidup aku pasti akan kembali,"

"Temukan mayat kami," pesan Fena. Aku merasa kasihan dengan hantu yang satu ini. Aku bisa melihatnya kalau Fena penakut, bajunya terlihat kotor penuh darah dan banyak bagian yang sobek. Aku tersenyum dan segera pergi ke lorong 313.

Aku mulai berjalan perlahan menuju lorong 313. Langkahnya penuh tekad walau masih ada ketakutan yang menyembul keluar. Aku takut tidak bisa pulang karena ajalnya ada di sini. Ketika aku menginjak lantai lorong 313, aku merasa ada aura negatif yang sangat kuat. Mungkin dari pak tua itu atau dari yang lain.

Bruuuuuak!

Aku terkejut ketika pintu kelas terbuka dengan keras. Kemudian angin yang sangat kencang muncul dengan tiba-tiba disertai kabut putih. Muncullah seseorang yang gemuk dengan jas hancur. Wajahnya sudah tidak nyaman untuk dipandang. Sekali kedipan mata dia bisa menghempaskanku ke atap lorong dan jatuh ke lantai. Aku meringis kesakitan, berusaha untuk menahan rasa sakit.

"Kau tidak akan bisa menemukan bukti apa pun di sini," ujar pria itu.

"Kau .... kau ... kepala sekolah ... itu kan?" tanyaku seraya bangkit dari lantai.

"Iya itu aku. Aku yang membunuh makhluk-makhluk kecil itu karena dia berusaha ikut campur dengan urusanku,"

"Makhluk kecil?"

"5 gadis itu dan keluargamu. Hahahaha,"

"Biadab! Persetan denganmu! Sudah menjadi setan, masih saja mengganggu orang lain,"

Seketika aku kembali dilempar ke dinding kelas. Darah yang berasal dari hidung dan mulut sudah muncrat kemana-mana. Sungguh pemandangan yang mengerikan.

Klontang! Bruaak!

Logo lorong 313 jatuh bersamaan dengan tubuhku. Aku melihat ada kertas di logo itu.

Bawah artinya rahasia
Atas artinya kehidupan

Aku membaca tulisan di kertas itu. Sudah kusam dan lama. Mungkin sudah tidak ditemukan bertahun-tahun. Aku mencoba bangkit walau kakiku sangat sakit.

"Pergi! Derajatmu lebih tinggi denganku. Pergi! Atau kau ingin kubunuh lagi," aku mulai mengucapkan doa-doa yang sudah dia hafalkan. Bodohnya, seharusnya aku melakukan itu sejak tadi. Seketika setan itu pergi dengan hilangnya kabut asap itu.

"Bawah artinya rahasia, atas artinya kehidupan? Cepat berpikir. Apa ya? Oh ya aku tahu," aku mulai meraba dan mengetuk-ngetuk lantai. Terdapat bagian lantai yang tidak berbunyi seperti seharusnya. Aku segera mencari batu yang besar dan menghancurkan lantai itu. Lantainya hancur dan terlihat hanya sebagian yang tersemen. Bagian atasnya hanya terdiri dari tulang belulang yang hancur.

"Di sini ternyata semuanya disembunyikan," gumamku sambil menutup hidung. Baunya sudah tidak karuan. Baunya busuk bercampur adonan semen. Tidak ada tubuh yang utuh tinggal seragam dan baju yang tertinggak di badan. Sebelum diriku mengambil tengkora mereka. Pak tua kembali beraksi membuatku terlempar ke jendela kelas hingga pecah.

Lorong 313Where stories live. Discover now