Bab 4

329 21 0
                                    

Almira Damiyanti
    
Aku bisa mencari tahu semua ini tanpa bantuan Tina. Sebenarnya dia pun tidak bisa membantuku, dia hanya akan membuat masalah. Ibunya meninggal ketika proses persalinan dan ayahnya hilang entah kemana, sedangkan aku kehilangan keluarga. Mungkin karena itu dia tidak tertarik untuk membantuku. Gara-gara Tina, moodku hancur dan tidak ingin pergi ke sekolah. Aku pergi ke taman kota untuk meratapi nasib. Ya ... nasib yang sama sekali tidak diinginkan orang lain. Aku mengeluarkan 3 lembaran uang lima ribuan. Aku mengambil satu dan membeli siomay. Menikmati siomay sambil duduk di taman kota adalah hal favoritku.
    
"Kau tahu? Kemarin pintu perpustakaan ada yang membobol," ujar seseorang di kursi belakangku.
    
"Ha? Beneran? Aku tidak tahu. Memangnya siapa ya yang membobol?" tanya seseorang disampingnya.
    
"Mana aku tahu,"
    
"Lagipula untuk apa membobol perpustakaan. Toh tidak ada apa-apa di sana,"
    
"Mungkin ada sesuatu di sana,"
    
"Orang gila mungkin yang mau membobol perpustakaan. Rumornya kan ada makhluk astral di sana,"
    
"Hoax yang dipercaya,"
    
Aku menguping dua orang sedang berbicara tentang perpustakaan yang dibobol. Mungkin yang dibicarakan adalah perpustakaan di sekolahku. Memang orang gila yang membobol perpustakaan. Orang gila yang membutuhkan bukti tentang hilangnya satu keluarga. Orang gila yang mencari tahu tentang hilangnya keluarga yang tidak wajar.
    
Semangatku kembali terbakar ketika mendengar pembicaraan 2 orang tadi. Seketika aku membuang bungkus siomayku dan beranjak pergi ke sekolahku. Eh ... tapi aku tidak pergi ke sekolah melainkan pergi ke warung di depan sekolah. Mungkin aku bisa mencari tahu lewat penjaga warung di sana.
    
"Permisi Bu," pamitku.
   
"Iya, mau pesan apa?" tanya penjaga warung.
    
"Pesan es teh tawar satu Bu," jawabku.
     
Penjaga warung itu mengangguk lalu pergi dan sibuk di belakang. Suara sendok dan gelas saling beradu memenuhi ruangan. Tidak ada seorang pembeli selain aku dan penjaga warung itu.
    
"Ini Neng. Tidak suka yang manis-manis ya?" tanya penjaga warung sambil memberikan es tehku.
    
"Hehehe ... iya Bu. Sudah biasa sejak kecil. Oh iya Bu, saya mau tanya soal sekolah ini,"
    
"Iya Neng. Tentang apa ya?"
    
"Tentang hilangnya keluarga yang terjadi 3 tahun yang lalu,"
    
"Oh soal itu. Saya tidak tahu Neng. Yang saya ketahui waktu itu, saya mau nutup warung. Soalnya sudah malam dan tidak ada pembeli. Tiba-tiba ada suara teriakan dari dalam sekolah. Saya pun langsung berlari kocar-kacir ketakutan. Di sekolah kalau malam hari tidak ada penjaganya. Makanya waktu itu saya berlari karena takut,"
    
"Oh gitu ya Bu. Terus tentang 5 anak yang bunuh diri itu gimana ya Bu?"
    
"Sudah Neng jangan bicarakan itu lagi. Saya takut, biasanya kalau pagi dibicarakan, malamnya saya diteror Neng. Maaf ya, Ibu pergi ke dalam dulu,"
    
Diteror? Kenapa mereka tidak muncul di hadapanku? Aku bisa membantu jika mereka menginginkannya. Kenapa yang muncul malah tuyul dan kuntilanak? Penjaga warung ini tidak bisa memberikanku petunjuk. Lalu apa yang harus aku perbuat? Aku harus mencari saksi mata hilangnya keluargaku itu. Mataku mencari melihat lingkungan sekitar dan menemukan satpam penjaga sekolah.
    
"Permisi Pak," sapaku kepada satpam.
    
"Ada apa ya Nak?" tanya satpam.
    
"Saya hanya ingin tahu tentang hilangnya satu keluarga di sekolah ini. Kalau tidak salah 3 tahun yang lalu,"
    
"Memangnya ada apa? Kok tanya tentang persoalan itu,"
    
"Hanya ingin tahu saja,"
    
"Kalau hanya ingin tahu sebaiknya kamu pergi saja. Tidak perlu bertanya soal itu,"
    
"Pak, saya mohon Pak. Sebenarnya saya adalah salah satu keluarga yang hilang itu,"
    
"Kamu keluarganya?"
    
"Betul Pak,"
    
"Baiklah kalau begitu. Tapi janji jangan bilang kepada siapa-siapa. Begini Nak, bukannya bapak tidak mau menceritakannya. Tetapi siapa pun yang mencari tahu tentang sekolah ini, beberapa hari kemudian pasti menhilang,"
    
"Ha? Begitukah?"
    
"Iya Nak, betul. Keluargamu dulu pernah bertanya soal sekolah ini karena salah satu kerabatnya hilang dan tidak ditemukan. Keluargamu tidak ikhlas dan memilih untuk mencari keberadaan kerabatnya. Beberapa hari kemudian, mereka tidak ditemukan keberadaannya,"
     
"Ummm ... mendengar hal itu saya merasa percaya tidak percaya. Mana ada ketika membicarakan tentang suatu tempat maka akan menghilang. Jangankan tempat, orang yang meninggal saja jika dibicarakan tidak akan muncul kembali kan?"
    
"Kamu tidak percaya sama saya? Buktinya keluargamu sudah menghilang,"
    
"Tidak dapat dibuktikan jika keluarga saya menghilang di sini karena membicarakan tempat ini. Pasti ada sesuatu yang lain, sesuatu yang mungkin bukan makhluk halus,"
    
"Terserah kamu Nak, jika tidak percaya,"
    
"Baiklah. Saya juga mau bertanya tentang 5 anak yang bunuh diri dulu,"
   
"Mereka bunuh diri di lorong nomor 313,"
    
"Di sana? Lorong yang sepi dan jarang ada anak berjalan di sana,"
    
"Makanya jangan sekali-kali jalan di lorong itu kecuali ada hal mendadak atau darurat. Rumor yang saya dengar jika berjalan di sana waktu malam hari biasanya 5 anak itu datang dan mengganggu,
    
"Berbahaya atau tidak?"
    
"Jika kamu melakukan hal baik, pasti mereka tidak akan menyakiti. Tapi kalau kamu berbuat tidak senonoh dan ingin melakukan hal nengatif, bersiaplah mereka akan membunuhmu,"
    
Aku bergidik ngeri ketika satpam itu mengatakan 'membunuhmu'. Nadanya terlalu mengerikan. Aku segera berterima kasih dan pergi dari tempat itu. Aku kembali berpikir jika memang benar ucapan satpam itu, aku mungkin harus kembali. Benar-benar kembali dan menyelesaikan masalahnya.

Lorong 313Where stories live. Discover now