Bab 1

1K 46 3
                                    

Sekolah baru. Banyak yang menyebut ada sesuatu di balik kata itu. Sesuatu yang menyenangkan atau malah membuat keterpurukan. Sekolah baru yang memiliki kesan tersendiri bagi siswanya. Siswa yang pernah merasakan sesuatu di sekolah lamanya. Hingga mereka harus pindah ke sekolah baru. Memunculkan persepsi bagi diri sendiri. Mungkin sekolah ini indah, terlalu indah bagi mereka.

Seorang anak perempuan berdiri mematung setelah memarkirkan sepeda mininya. Banyak anak yang lalu lalang, tetapi tidak ada satu pun yang menghiraukan anak itu. Hingga salah satu dari mereka hampir menabrak anak itu.

"Mau minggir atau ku tabrak?" tawar anak lelaki itu.

Anak perempuan itu pergi tanpa menjawab tawaran si anak lelaki itu. Lalu kembali mematung di depan gerbang sekolah. Gerbang berwarna cokelat dengan banyak cat yang terkelupas. Di atasnya tertulis "SMA Nusa Bangsa", di samping tulisan itu ada coretan merah.

"Kenapa ada coretan merah di sana?" tanya anak perempuan itu pada temannya yang baru saja ingin mengejutkannya.

"Hehehe ... kenapa kau tahu aku ingin mengejutkanmu?" tanya temannya.

"Itu tidak penting. Kenapa ada coretan merah di sana?"

"Sama, itu tidak penting,"

"Angker?"

"Hanya tangan usil yang mencoretkannya di situ, Mir. Tidak ada apa-apa di balik itu,"

"Itu menurutmu. Tapi ada sesuatu di balik coretan itu,"

Anak perempuan bernama Mira dan temannya mulai memasuki sekolah baru. Sekolah yang mempunyai sejarah yang dilupakan. Banyak lorong-lorong yang menghubungkan dari sisi ke sisi. Semua lorong memiliki nomor. Lorong 311, 312, dan 313. Semuanya memiliki makna yang tersembunyi. Hingga suatu ketika mungkin terkuak kembali.

"Kau merasa ada yang aneh di sini, Tina?" tanya Mira pada anak perempuan yang menemaninya sejak tadi, ternyata namanya adalah Tina.

"Tidak, hanya saja bau tai kucing dimana-mana," jawab Tina sambil menutup hidungnya.

Mira dan Tina kembali berjalan mencari kelas mereka. Kelas yang akan mereka timba ilmunya, selama 3 tahun.

"Iiiih. Sudah berapa lama tai kucing ini di sini? Lihat sudah memuai!" geli Tina pada tai kucing yang sudah mengering di kelas.

"Kau yakin ingin mencari mereka di tempat ini?" tanya Tina seraya duduk di samping Mira.

"Ya. Aku yakin mereka ada di sini, bukan tanpa alasan aku mencurigai tempat ini," jawab Mira dengan tatapan kosong. Sudah lama dia ingin pindah ke tempat ini. Tempat yang selalu membawa rasa penasaran begitu dalam.

"Aku tahu kau bisa merasakan luka yang begitu dalam. Tapi ..."

"Tapi apa? Kau tidak merasakan apa yang kurasakan, Tin. Sudah kukatakan berhentilah bicara tanpa solusi," Mira memotong sebelum Tina menyelesaikan ucapannya.

"Aku tidak tahu apa pun tentang tempat ini. Hanya saja dia tahu sesuatu," Tina tertunduk lesu.

Mira dan Tina mengikuti jam pelajaran berlangsung. Mira dan Tina adalah siswa baru yang masuk secara paksa di sekolah ini. Sebenarnya sekolah tidak mau menerima mereka, karena sudah hampir waktunya kenaikan kelas. Namun, mereka tetap memaksa, akhirnya mereka diperbolehkan masuk ke sekolah ini.

Malam sudah tiba, suara jangkrik mendampingi suasana seram di sekolah. Hanya sebagian tempat yang mendapatkan cahaya lampu. Banyak lampu yang berkedip ria karena sudah tua dan waktunya diganti. Mira dan Tina masih di sekolah. Mereka bersembunyi di pojok kelas karena tidak mau penjaga sekolah mengusir mereka. Mira dan Tina berdiri sambil celingak celinguk memastikan keadaan sekolah aman. Mereka keluar kelas dengan mudah karena pintu tidak dikunci. Baru beberapa langkah keluar, senter mulai menyoroti mereka. Seketika mereka merunduk.

"Bau apa ini? Kok amis?" gumam Tina.

Mira merasa memegang sesuatu. Teksturnya seperti cairan tetapi sedikit kental. Mira menoleh darimana cairan itu berasal.

"Mayat?" bisik Mira menggigil ketakutan.

"Aaaa," Mira menutup mulut Tina sebelum memulai masalah besar.

"Ayo pergi! Cepat!" ajak Mira meninggalkan mayat itu.

Mereka berlari secepat mungkin karena 2 penjaga mengejar mereka. Dengan lincah mereka naik ke pagar sekolah dan pergi dari tempat terkutuk itu.

***

Paginya, Mira dan Tina memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Mereka masih trauma dengan kejadian kemarin. Entah mayat siapa yang tergeletak di sekolah populer itu. Itu merupakan kasus pembunuhan. Namun, Mira dan Tina tidak ingin bergelut dengan kepolisian. Hidupnya yang berada di panti asuhan sudah merepotkan banyak orang. Bagaimana jadinya jika mereka harus berhadapan dengan polisi? Mungkin mereka harus bersiap membawa tas dan pergi jauh dari tempat tinggalnya.
   
"Besok kita harus kembali ke tempat terkutuk itu," ujar Mira sambil merebahkan diri di kasur setelah bersembunyi di kandang ayam.

"Lagi?" tanya Tina.
    
"Iya, kita akan mendapatkan petunjuk dari mayat itu. Kau bisa membaca label nama di baju yang tergeletak tadi malam?"
    
"Uuum .... Tasya Risania,"
    
"Kita harus cari arsip di perpustakaan untuk mencari tahu kenapa dia terbunuh. Baru kita tahu apa yang terjadi,"
    
"Ngeri juga,"
    
"Kau mau keluargamu senang?"
    
"Tentu saja,"
    
"Kalau begitu kita harus mencari tahu, sekolah itu bukan sekolah biasa. Banyak rahasia yang terpendam, tapi tidak bisa kita dapatkan. Oh iya, kau pernah bilang kau tahu sesuatu. Apa itu?"
    
"Bukan apa-apa. Setelah arsip itu ditemukan aku akan beritahu apa yang terjadi sebenarnya,"
    
Mira hanya memandangi langit-langit atap rumah. Melihat betapa indahnya hidup bersama orang tua. Namun Tuhan berkata lain. Sesuatu melenyapkan mereka. Melenyapkan kebahagiaan mereka.

Lorong 313Onde as histórias ganham vida. Descobre agora