Bab 5

299 19 0
                                    

Mira kembali berjalan tergesa-gesa pulang ke rumah dan bergegas kembali ke sekolah lagi. Tina mencegah Mira ketika dia ingin pergi ke sekolah.
    
“Ada apa Tin?” tanya Mira kesal.
    
“Aku ikut denganmu,” jawab Tina.
    
Mira diam saja dan berdiri mematung, menunggu Tina keluar dengan tas ranselnya. Mereka keluar bersama tanpa saling menyapa. Di sepanjang perjalanan, canggung menjadi suasana mereka. Bukan tidak ingin menyapa tapi mereka memikirkan apa yang terjadi selanjutnya.
    
“Kita akan melakukan apa Mir?” tanya Tina membuka pembicaraan setelah beberapa menit mereka memilih diam.
    
“Entahlah, yang pasti kita akan tinggal di lorong 313,” jawab Mira.
    
“Lorong 313?”
    
“Iya. Tempat terjadinya bunuh diri waktu itu,”
    
“5 anak yang bunuh diri itu kan?”
    
“Iya,”
    
Jawaban Mira menutup pembicaraan mereka dan kembali meneruskan perjalanan. Mereka memilih masuk dari pintu belakang sekolah. Mereka mengendap-endap masuk ke sekolah agar tidak ada yang mendengar kedatangan mereka. Karena di sini tidak ada penjaganya. Eh ... tunggu dulu, jika tidak ada penjaga malam di sini. Lalu siapa yang menyenter mereka waktu itu? Atau mungkin yang lain. Ah sudahlah mungkin penjaga malam yang bertugas waktu itu. Mira dan Tina langsung duduk di kursi panjang depan kelas lorong 313 ketika mereka sampai.
    
“Kita akan melakukan apa di sini?” tanya Tina sambil menaruh tas ranselnya.
    
“Uuum ... memanggil mereka,” jawab Mira sambil memandangi keadaan sekitar.
    
“Memanggil? Caranya bagaimana?”
    
“Tunggu saja di sini,” Tina menghembuskan napas kesal karena mendengar jawaban Mira.
    
Tina mengira bahwa mereka akan melakukan ritual-ritual aneh agar mereka datang. Tapi untuk memanggil mereka jawabannya hanya menunggu. Tidak terasa matahari mulai tenggelam. Di lorong 313 tidak ada lampu yang memberikan cahaya. Untung saja mereka membawa senter. Mereka mulai menyenteri sekitar sekolah tanpa bicara. Mereka saling waspada dan berusaha tidak meninggalkan satu kejanggalan sekali pun. Tiba-tiba angin bertiup kencang membuat logo besi lorong 313 copot dari tembok. Tiba-tiba senter yang dipegang mereka mati. Mira dan Tina terkejut lalu mendekati logo lorong 313 yang terjatuh di lantai.
    
“Jangan diambil! Biar aku saja,” cegah Mira untuk mengambil logo itu.
    
“Aku merasa ada yang aneh di logo ini. Aku akan fokus dan mencoba membuka mata batinku yang sudah tertutup sejak lama. Apa pun yang terjadi nanti jangan bangunkan aku! Jika sampai 3 jam aku belum sadar segera panggil ustadz ke sini,” ujar Mira membuat Tina menelan ludah sambil mengangguk.
    
“Aku butuh tanganmu untuk memasuki dimensi mereka. Kau bawa lilin?” tanya Mira, lagi-lagi hanya dijawab anggukan oleh Tina. Bukan karena ia tak ingin bicara tapi karena ia terlalu takut untuk menjawab semua pertanyaan Mira.
    
Tina menyalakan 3 lilin lalu duduk bersila di hadapan Mira. Mira dan Tina menghembuskan napas bersiap menuju dimensi mereka. Logo lorong 313 ditaruh di hadapan Mira. Mira memegang tangan Tina lalu mulai memejamkan matanya. Mira berusaha fokus pada apa yang dia hadapi. Tina ikut memejamkan mata dan memegang tangan Mira kuat-kuat. Tiba-tiba entah dari mana cahaya terang berasal membuat Mira dan Tina mengerjapkan mata.
    
"Kita berada di mana?" tanya Tina.
    
"Gerbang dimensi mereka," jawab Mira.
    
"Lalu kita harus bagaimana?"
    
"Terima kasih tumpangan tubuhmu. Aku sekarang bisa berjalan sendiri. Kembalilah, kau harus datang setidaknya ketika tubuhku mulai bergetar. Jika tubuhku tidak bergetar selama 3 jam, panggil ustadz secepatnya. Jangan hiraukan aku!" Mira mendorong Tina pergi. Dengan berat hati Tina meninggalkan sahabatnya. Dengan hati-hati Tina menyimpan semua perkataan Mira.
    
"Hoeeeek ... nggh ..." Darah muncrat dari hidung dan mulut Tina. Dia merasa pusing dan pelan-pelan melepaskan genggaman Mira.
    
"Aduuuuh ... baru saja di gerbang sudah seperti ini. Bagaimana jika menjelajah ke alam mereka?" gerutu Tina sambil mengusap darah yang berada di hidung dan mulutnya dengan tisu.
    
Di sisi lain, Mira sedang berjuang melawan takdir. Mira berjalan di lorong gelap dengan membawa sebatang lilin. Dia berusaha membuka celah antara kehidupannya dengan kehidupan masa lalu yang kelam.
    
Setelah Mira melangkah melewati banyaknya makhluk-makhluk aneh yang tidak karuan bentuknya, Mira langsung melangkah ke tempat yang sangat bercahaya. Ternyata dia berada di sekolah. Mira berpikir pasti dia berada di masa lalu, di mana makhluk-makhluk itu berada. Tiba-tiba ada serangan mendadak, Mira dihempaskan ke atap gerbang. Kemudian jatuh ke tanah.
    
"Aaaaargh ... uhuk ... huk ... sial," umpat Mira seraya berdiri dan mengusap bajunya.
    
"Siapa yang menyuruhmu datang ke sini, ha?" entah dari mana asal suara itu yang pasti tidak ada orang di sekitar Mira.
    
"Siapa kamu?" Mira balik bertanya.
    
"Kami adalah orang yang kau cari," setelah mendengar jawaban itu, 5 gadis datang dengan wajah yang mengerikan. Ada yang kepalanya hampir putus dari tubuh, ada yang pergelangan tangannya tidak ada, dan banyak lagi.
    
"Tenang, ku mohon jangan hempaskan aku lagi. Aku ingin membantu kalian, aku ingin membuka rahasia yang ada di sini. Ummm ... aku juga ingin mencari keluargaku,"
    
"Keluarga? Hihihihihihi keluarga yang dibunuh oleh pak tua itu kan?" salah satu dari mereka angkat bicara.
    
"Dibunuh? Pak tua? Siapa dia?" tanya Mira.
    
"Pak tua yang membuat kami seperti ini. Pak tua yang membuat semua orang menderita," jawabnya.
    
"Iya. Tapi siapa pak tua itu?"
    
"Kepala sekolah yang dulu,"
    
"Jadi kalian tidak mati bunuh diri karena di bully?"

Lorong 313Where stories live. Discover now