BAB 10

131K 1.4K 16
                                    

Hazel memandangi jam tangannya dengan harap-harap cemas. Marvin kok belum nongol juga sih?

            Hazel mendesah. Sepertinya calon suaminya itu memang punya masalah dengan efisiensi waktu. Ah, harusnya malam ini dia tidak meminta tolong kepada Marvin untuk mengantarnya ke pesta pernikahan salah satu teman kuliahnya. Tapi atas saran mama, dia terpaksa melakukannya.

             Hazel baru akan memesan taksi ketika sebuah mobil Lexus silver masuk ke pekarangan rumahnya yang cukup luas untuk memarkir dua mobil. Hazel memperhatikan siapa yang datang.

Hmm..Lexus.

Walaupun tidak pernah melihat mobil itu sebelumnya, tapi Hazel yakin yang datang itu adalah Marvin. Keyakinannya dipertegas dengan kemunculan Marvin dari dalam mobil.

            Finally.

            “Nggak telat kan?” Marvin menunjukkan tampang agak bersalah. Rambutnya yang jabrik ditata lebih rapi tapi tetap memunculkan kesan seksi kendati Hazel malas mengakui di depan orangnya langsung.

            Hazel melihat jam tangan silver yang warnanya serasi dengan ornamen silver yang ada di clutch berbahan kain tenun dan kebaya modifikasi yang berwarna pink terang. “Berdoa aja nggak macet. Jam segini seharusnya kita sudah ada di gedung resepsi.”

            “Ya udah. Berangkat sekarang?”

Marvin masih memandangi Hazel yang di matanya malam itu terlihat benar-benar cantik. Dia baru menyadari bahwa ternyata Hazel cukup seksi dalam balutan kebaya yang begitu pas dengan lekuk tubuhnya. Warna kebaya pink menyala sangat cocok dengan kulitnya yang putih pucat.

            “Ya iyalah. Buruan.” Ucap Hazel yang juga sama takjubnya dengan Marvin.

Malam itu Marvin nampak ganteng dengan jas hitam, kemeja pink pudar yang jika diperhatikan sekilas seperti berwarna putih dan dasi pink gradasi abu-abu yang sengaja dipilihnya agar serasi dengan warna kebaya Hazel. Hazel memang sengaja memberitahu Marvin untuk menyerasikan pakaian mereka dan nampaknya Marvin oke-oke saja dengan pilihan warnanya. Warna pink justru tidak mengurangi aura maskulin dalam dirinya sama sekali.

            “Biar gue bukain pintu.” Marvin mencegah Hazel yang akan membuka pintu penumpang sendiri.

            Hazel mundur untuk memberi jalan Marvin untuk membukakan pintu. Dia menatap Marvin sekilas dan menggumamkan terimakasih. Hazel lalu duduk di kursi penumpang dengan meletakkan clutch di pangkuan dan mulai memakai seatbelt.

            “Lo cantik,” puji Marvin tanpa sungkan. Dia menyalakan mesin dan memasang seatbelt.

            “Thank you. Tapi menurut gue biasa aja deh.” Hazel teringat kalau dia lupa mengecek kembali make-upnya. Diambilnya compact powder dari dalam clutch. Tidak berapa lama dia sudah terlihat memulas ulang lipgloss di bibirnya yang berwarna fuschia.

            Marvin menggeleng. “No, you’re beautiful. Lebih dari yang gue lihat dari kemarin-kemarin. And that’s what I expect from you to our wedding party.

            Hazel tersenyum. “Lo muji gue buat nutupin rasa bersalah lo karena datang telat? Aah, typical.”

            “Gue kalo muji, tulus. Bukan karena ada apa-apanya.” Marvin harus mengakui Hazel cukup tough menolak pujiannya. Padahal, jika cewek lain yang dipujinya seperti tadi, biasanya akan bereaksi manis dan tidak jarang membalas pujiannya dengan ciuman sebagai ucapan terimakasih.

Hazel's Wedding Story (First Sight) SUDAH DIBUKUKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang