BAB 5

149K 1.4K 20
                                    

Eeew mau ngapain lagi dia?

Aaron mengalihkan tatapannya ke manapun, asalkan tidak ke arah cewek yang sedang horny itu dan baru kembali fokus berjalan setelah acara remas-remasan bokong usai. Ck! Kelakuan sepupunya itu benar-benar sinting. Ketemu perempuan seksi langsung beraksi. Di tempat umum pula.

“Call me, Key?”

Yeah, dan Marvin akan selalu mengiyakan permintaan seperti itu dengan alasan tidak baik menolak rejeki. Rejeki dari Hongkong! Sudah jelas cewek-cewek dengan tipe seperti itu (ngasih kartu nama, nomer telepon, nyodorin badannya untuk diraba-raba) hanya butuh kepuasan biologis dari cowok yang diincarnya. Aaron sudah sering memperingatkan Marvin untuk mengubah kebiasaannya dengan perempuan. Tapi jawaban Marvin selalu saja enteng. Cuma buat senang-senang.

Jadi Aaron hanya angkat bahu dengan jawaban enteng itu. Nanti juga dia bakal sadar sendiri.

                                                            ***

Setelah duduk di tempat yang disukainya, Marvin langsung memesan segelas wine dingin dan Frech Fries. Malam itu dia tidak berniat mabuk-mabukan.       

“Lo bakal telepon tuh cewek?” tanya Aaron iseng.

“Liat ntar deh.” Marvin tidak memberikan jawaban pasti. Artinya, saat itu dia belum berselera melanjutkan apa yang dilihat Aaron dilakukan Marvin dengan cewek seksi itu di dance floor.

Dan tumben.

Aaron mengalihkan topik dengan cepat. “Hmm…jadi gue menyimpulkan, tunangan lo itu cewek baik-baik.”

Marvin dengan cepat menjawab. “Yep.”

“Berarti lo beruntung, dianya ketiban sial,” ledek Aaron.

“Sialan lo,” sambar Marvin cepat. Wine diteguknya pelan-pelan. Terlalu cepat untuk mabuk sekarang. “Paling nggak, setelah nikah sama gue dia bisa nyandang nama Triatomo di belakang namanya.”

Aaron mengangkat bahu. “Tapi lo suka sama dia? Siapa namanya? Gue lupa. “Aaron mengingat-ingat dan menjentikkan jari. “Hazel, right?”

Marvin pura-pura sedang berpikir. “He eh. Dikit.”

“Halah! Lagak lo sejuta.” Aaron meneguk minumannya lagi. “Tapi gue penasaran. Cewek yang kayak gimana yang bisa bikin lo setuju nikahin dia. Lo bilang lo nggak percaya sama yang namanya komitmen, tapi sekarang lo malah udah mau nikah. Ngelangkahin gue pula.”

Marvin menyeringai. “Nggak berarti kalo nggak percaya sama komitmen, gue nggak boleh ngerasain yang namanya nikah. Lupa lo umur gue udah ampir kepala tiga?”

Aaron balas menyeringai. “Lupa juga lo, gue malah dua tahun lebih tua dari lo.”

Marvin menuding ke wajah Aaron dengan menggunakan gelas winenya. “Ya itu karena lo udah siap-siap jadi perjaka bangkotan.” Marvin cepat-cepat menatap serius ke wajah Aaron. “Serius lo masih perjaka, Ron? Lo nggak pengen nyoba?”

Aaron menowel kepala Marvin. “Setan lo!”

“Hahhaha…kalo cewek, lo itu cocoknya jadi ketua ikatan perawan tua se-Jabodetabek. Gila lo, Ron. Tahan lo 32 tahun nggak gituan?”

Aaron mengumpat. “Shit! Ini kan bicara soal prinsip hidup. Semua orang punya pilihan kan? And that’s my choice. Bahagia kan isteri gue kalo gue masih tersegel sampe malam pertama?”

Marvin tertawa keras. “Bilang aja lo nggak laku-laku. Susah amat.”

Aaron yang tidak pernah merasa tersinggung dengan ledekan Marvin malah menertawai dirinya sendiri.  “Ya, gue akui gue memang payah.” Tapi ujung-ujungnya malah menyombongkan diri. “Ya, itu juga karena gue terlalu pemilih.”

Hazel's Wedding Story (First Sight) SUDAH DIBUKUKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang