GS-14th

68 6 0
                                    

Rasanya bibirku kaku bahkan kelu— Untuk sekedar meminang kata tentang rindu. Tapi sekarang aku baru paham, ternyata hujan dibagian netraku yang menyebabkannya. Sialan karnanya rasaku memburu— Diikuti luka pada dada yang katanya palsu.

Tetesan bening meluncur dengan bebas pun deras— Ia membasuh luka pun mengikis kegersangan. Sesak, sunyi, nyeri, bayanganmu saling berpadu— Berlomba membuktikan siapa yang paling kukuh soal rindu. Tapi bayangmu diam saja tidak peduli, bahkan menutup pintu dengan getar yang menggelegar.

Anehnya bayangmu selalu menang, mendatangkan senyum dibaliknya luka yang tertata. Banyanganmu pun pergi tanpa pamit, ketika hujan menghujam bumi dengan angkuh.
Bayang tanganmu menutup kaca jendela yang bergetar— Menandakan aku sudah damai dibawah bumi yang menangis.

Air yang menyelusup lewat lubang-lubang ventilasi, adalah pesan tersembunyi bahwa kau berkabar pada gadis ini. Menyampaikan bahwa sudah saatnya senyummu— Hidup dalam memori yang harus di kenang. Aku pun merintih tentang kenyataan paling maya yang sulit aku jalankan, seolah semua kenyataan hilang dengan basah yang tercipta dari netra, dan hujan, bayangmu, diikuti basah pipiku. Menandakan hanya aku yang ramai dengan tangisan pilu beserta rindu yang memburu.

—scorp(i)on

goresan sendu.Where stories live. Discover now