02|| you are the only one

1.6K 221 19
                                    

Aku menopang daguku dengan tangan kananku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku menopang daguku dengan tangan kananku. Aku mengamati kedua temanku yang duduk di bangku depanku. Mereka adalah Lissa dan Nola. Sejak tadi mereka tak henti-hentinya mengoceh membicarakan cowok-cowok tampan di sekolah. Awalnya aku sangat tertarik. Bahkan aku sempat menyahuti ketika mereka menggosipkan Derio, adik kelas tampan yang baru putus dari pacarnya. Tapi ketika mereka menyebut nama Dino, mendadak aku jadi malas.

"Dia lagi deket sama Abel kayaknya," kata Lissa.

"Bukannya lagi deket sama Sinta?"

"Abel deh, kayaknya. Kemarin gue lihat mereka pulang bareng."

Aku mengernyitkan dahi mendengar ucapan Lissa. Dino dan Abel pulang bareng? Mereka beneran lagi dekat? Oh tidak! Kalau memang benar, bisa-bisa mereka berdua jadian. Kalau begini ceritanya, aku bisa kalah dari dia.

"Lah, tadi pagi gue lihat Dino boncengin Sinta. Mereka berangkat bareng," sahut Nola.

"Cih. Dasar sok playboy, sok paling ganteng, sok laku. Amit-amit," cerocosku kesal.

Kontan Lissa dan Nola menoleh ke arahku. Mereka berdua menatapku dengan tatapa tak percaya.

"Kenapa?" tanyaku bingung seraya menegakkan badan. "Dia nggak ganteng-ganteng amat. Nggak cocok jadi playboy."

"Kalau nggak salah info, kakak lo sama kakaknya Dino itu sahabatan, ya?" tanya Lissa. "Berarti lo sama Dino itu deket, dong?"

Cepat-cepat aku menggelengkan kepala. Bahkan kedua tanganku sudah membentuk tanda silang. "Meskipun Kak Bagas dan Kak Dika sahabatan, bukan berarti gue sama Dino deket. Kami tuh, jauuuuh. Nggak mungkin gue deket sama orang kayak dia. Orang paling menyebalkan sejagad raya."

"Lo kayaknya benci banget ya, sama Dino?" tanya Nola tampak penasaran.

"Apa jangan-jangan dia pernah nolak cinta lo, makanya lo benci sama dia?" Lissa menatapku penuh dengan tanda tanya.

"Wow," kataku kaget sendiri dengan tuduhan Lissa. "Fitnah!" Aku mengarahkan jari telunjukku ke arah Lissa. "Nggak ada cinta-cintaan di antara kami berdua."

"Tapi gue yakin ada sesuatu di antara kalian berdua," balas Nola memicingkan mata ke arahku. Lissa mengangguk setuju.

"Nggak ada apa-apa di antara kami berdua," kataku santai seraya bangkit dari duduk. "Gue mau nyusul Icha ke kantin. Dadah."

Lalu aku melenggang pergi keluar dari kelas meninggalkan mereka berdua.

Apa-apaan sih, mereka berdua? Kepo banget. Kalaupun ada apa-apa di antara aku dan Dino, itu juga bukan urusan mereka. Lagian, ngapain sih gosipin Dino segala? Kan tidak penting. Seharusnya tadi aku tidak ikut-ikutan.

Aku menoleh ke arah lapangan berada. Terlihat beberapa anak tengah bermain basket di sana. Dan salah satu dari mereka adalah Dino. Seragam putihnya kini berganti dengan kaos putih lengan pendek. Celana abu-abu panjangnya digulung. Entah ke mana perginya kaos kaki putih yang seharusnya berada di kedua kakinya. Dilihat dari penampilannya, seharusnya cowok macam dia itu tidak laku. Tapi anehnya, banyak sekali cewek yang naksir sama cowok model kayak dia.

Tiba-tiba Dino menoleh ke arahku. Ia tersenyum dan hal yang mengejutkan tejadi. Dia mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Membuat mulutku terbuka lebar karena kaget—sebenarnya karena ingin memakinya. Bahkan sekarang dia melambaikan tangan dan berlari kecil ke arahku.

"Si gila," ucapku melotot ke arahnya.

"Dino!" Teriakan cempreng dari arah belakangku membuatku segera menoleh. Kulihat seorang cewek cantik, mungil, berambut panjang lurus melebihi bahu tengah tersenyum lebar ke arah Dino.

"Hai," sapa suara di depanku. Aku kembali menoleh dan Dino kini sudah berada di hadapanku dengan keringat yang mengucur di dahinya.

"Ha—"

"Hai, Dino." Cewek yang tadi berada di belakangku balas menyapa Dino. Kini ia melangkah maju, bersebelahan denganku.

"—iom." Akhirnya aku pura-pura menguap. Ternyata sapaan dan tingkah anehnya Dino tadi bukan untukku. Melainkan untuk cewek yang berada di sebelahku ini.

"Ini kaos kakinya," kata cewek itu seraya menyerahkan kresek hitam kepada Dino.

"Makasih, Bel. Lo beneran penyelamat hidup gue. Gue nggak tau gimana hidup gue tanpa lo," balas Dino seraya memamerkan senyum maut andalannya. Lalu ia menoleh ke arahku. Seakan baru menyadari kehadiranku di sana. "Eh, Lova."

" Eh, siapa, ya?" tanyaku pura-pura tak mengenalnya.

Dino tertawa. Yang malah membuatku mengernyit bingung. Lalu ia menunjuk ke cewek yang berada di sebelahku. "Abel," katanya seolah memperkenalkannya kepadaku. Dikira aku peduli siapa cewek itu?

"Ah, bel, ya. Kayaknya gue harus balik ke kelas," ucapku yang membuat cewek itu kebingungan. "Dadah." Aku melambaikan tangan ke arah mereka. Lalu berjalan meninggalkan mereka berdua.

Lagian apa yang kulakukan di sana?

Jadi itu yang namanya Abel? Cewek yang tadi digosipin Lissa dan Nola, yang katanya sedang dekat dengan Dino? Wah, kayaknya mereka berdua beneran dekat. Malah kelewat dekat. Beneran kalah nih, aku. Dua minggu lagi, dan satu gebetan pun tak punya. Mati aku.

-------------- 

[13.03.2018]
Hai hai! Dino cakep yaaa *heh hahaha

Makasih buat kalian yang udah mampir! 💓💓

You Are The Only OneWhere stories live. Discover now