So Please God....

381 3 2
                                    

Random:  ya, cerita baru upload lagi. enjoy ya guys, mungkin hawanya gak kayak The Moment With You. iyalahh yaaa. Sabtu udah kelulusan guys.. bentar lagi gue SMA. hmmm. duh menye abis, gak mau pisah sama tement-temen angkatan 23... ashhh. semoga lulus 100% ya. amin. So, enjoy! untuk chapter awal-awal ini gue gak mau masukin konflik dulu. ini masih eksposisi/pengenalan. kali ini di chapter ini gue masukin vigo dan inez sebagai sudut pandang pertama pelaku utama. hehehehehe

-------------M----------

Vigo POV

Tau apa yang gue rasain sekarang?

Kesal

Gemes.

Ngakak.

Campur aduk ya? Gue juga gak ngerti, dan emang gue gak mau peduli. Tapi lo semua pasti kepo, jadi gue bocorin deh.

Gue sempat kesal sama Inez, Raymon, dan Farah tadi. Soalnya mereka gak bilang-bilang kalau mau makan. Specialnya ke Inez sama Raymon deh. Farah itu pengecualian, karena gue tau, Farah tuh gak akan ikut-ikutan kalo gak disuruh dua dedemit itu.

Gue juga sempat gemas sama mereka, soalnya terlalu mengulur waktu. Guys, gue sebenarnya bingung bedanya kesal sama gemas itu apa, jadi bodo amat deh.

Dan yang terakhir ngakak. Sebenarnya ngakak ini lebih ke Inez. Tau kenapa? Ekspresinya pas kaget itu menurut gue ‘amazing’ lucu bo. Gue mau ketawa sih, Cuma..gue udah terlanjur pasang tampang mau perang. Dan gue kemarahan gue sedikit berkurang begitu melihat cengiran di wajah Inez. Sumpah, itu manis. Manis banget.

Sekarang, Inez ada di samping gue. Masuk ke mobil gue dengan muka sengak, cuek. Kayaknya dia mau membalas gue. Asli, kalau dia bukan sahabat, dan orang yang, ehem, gue suka *atau cinta*, mungkin dia udah gue tendang dari mobil ini. Hmm.

Rombongan gue belum berangkat lagi. Soalnya gantian Alvin dan Aldi yang mau SS. Semoga mereka tidak mengulangi kesalahan tiga serangkai tadi.

Gue melihat Inez yang duduk di samping gue sekarang. Kedua tangannya terlipat ke dada. Disilangkan. Wajahnya cemberut. Ya, tapi masih imut lah menurut gue. Dan ekspresinya kali itu menimbulkan niat gue untuk menggodanya.

“Jadi, nona besar ini lagi marah balik ya?” sindir gue.

Inez masih diam. Tapi gue tau, dia gak akan kuat kalau disindir. Bawaannya pasti nyerocos balik. Dan inilah yang sering gue lakukan untuk membuat Inez ketawa. Hitungin seberapa lama dia marah dengan suara sekonyol mungkin. Mirip banci. But sorry, im not sissy. Gue masih normal, suara banci itu gue keluarkan khusus untuk membuat Inez tertawa.

“Sathuu, dhuaa, ti....” belom sampe gue hitung ke angka tiga, Inez udah tertawa terbahak-bahak. Apa gue bilang. Dia gak kuat disindir dan gak tahan ngambek. Hmm.

“Udah ah, Vig! Jahat lo! Jahat! Jahat!” Inez malah memukuli pundak gue sambil tertawa. Bagi gue... mungkin adegan ini akan gue masukkan ke dalam list ‘favourite’ gue.

See, Nez? Kok rasanya rasa suka atau sayang atau cinta ini gak bisa gue tahan ya? Walaupun gue tau lo pasti akan menyindir dengan kata ‘sahabat’ setiap gue mencoba untuk mendalami perasaan lo ke gue. Hmm.

Mungkin benar kata Emon. Nikmatin aja masa-masa kayak gini. Gak perlu terburu-buru. Masih terlalu muda. *oke, gue merasa kayak chairil Anwar*

----------M------------

Inez POV

Seriously, kalo aku gak kenal Vigo dari dulu, mungkin aku sudah berniat mencari palu dan menggetokkannya ke kepala Vigo. What? Terdengar sedikit psycho? Keep calm, aku bukan psikopat kok. Cuma perumpamaan aja.

We Called This Random Feeling&Absurd MomentOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz