HOPE (chapter 14)

2K 36 8
                                    

chapter 14: Tak mungkin 

Dan Tak mungkin untukku

tuk menggapai cintamu

walau rasa di hati

ingin memilikimu

Angin berhembus kencang disertai gerimis yang basah, buliran air itu menghiasi dan mengalir dibalik jendela kaca. Disini sunyi.

Kak Sandy duduk disebelahku “Jgn sedih terus, Cha.”

Aku meliriknya sambil menundukan kepalaku “Nggak, kok. Hehe,” Suaraku lebih lunak dari sebelumnya “Lagian, kakak peduli apa sama Ocha, ya?”

“Iya, kalau kakak nggak peduli pasti udah dari dulu Ocha udah kakak acuhkan. Kakak mau liat Ocha selalu tersenyum.” Ucapnya dengan mata sendu.

Aku memegangi dadaku yang terasa sesak, mencoba menahan tangis atas kata-kata yang ia lontarkan dengan mata sendu tadi. Bisakah kau tidak mengucapkan kata-kata indah? Tiap kata yang kau ucapkan dari bibirmu itu mengandung makna dan mendorongku untuk berharap lagi kepadamu.

“Kalau kakak nggak mau lihat Ocha sedih, apa kakak akan menutup mata kakak?” Tanyaku “Kakak menutupnya agar nggak melihat Ocha sedih, bahkan menangis sekalipun?”

Sunyi. Yang terdengar hanya gemercik hujan, dan senandung kecil orang yang melintas dibalik jendela, semakin lama senandung kecil itu tak terdengar lagi di kedua telingaku.

Aku meraba tangan kursi yang dingin, kemudian kulihat dirinya membuka mulut, akupun harap-harap cemas “Mungkin.” Jawabnya kelihatan enteng sampai aku terkejut dibuatnya.

Jadi kamu akan menutup matamu bila aku sedih? Bahkan bila aku menangis sekalipun...?

 “Oooh begitu,” Aku merubah nada suaraku menjadi riang sambil mengedarkan pandang keluar jendela, menatap langit kelabu disertai serangkaian air yang turun membasuh bumi.

Jadi, ia akan membuka matanya bila aku senang saja? Apa aku harus terus menipumu dengan aktingku? Berarti, bila sekarang aku menangis dihadapanmu, kamu akan menutup matamu? Bukankah kalau kau hanya menutup mata, kau masih bisa mendengar?

“Tapi, aku manusia biasa, nggak selamanya aku selalu bahagia, adakalanya situasi, waktu, peristiwa, dan hal-hal lain yang dapat melenyapkan kebahagiaan itu begitu saja,” Kataku dengan suara yang nyaris tak terdengar.

“apa, Cha?” Sepertinya ia menangkap suaraku samar-samar. Kini matanya tak lagi sesendu tadi, menjadi normal seperti biasanya.

“kalau begitu, biar kakak nggak menutup mata kakak, biar kakak melihat terus, Ocha akan terus tersenyum, deh.” Aku menyunggingkan senyuman “Kakak tenang aja, kakak nggak menutup mata kakak, kok. Hehehe...”

Ekspresi mata lelaki itu berubah lagi, kini seperti menyiratkan sebuah kesedihan. Entah itu kasihan atau merasa bersalah dengan kata-katanya, atau ia menyadari mataku berkaca-kaca?. Tapi kemudian ia tersenyum yang terkesan dipaksakan karena terlihat dari ekspresi matanya.

“Ocha bilang ke teman-teman Ocha?”

Aku menggeleng “Belum bilang ke siapa-siapa. Lagian juga Ocha nggak pernah cerita tentang hal-hal yang beginian ke teman-teman. Ocha cuma berbagi cerita bahagia ke teman-teman Ocha aja, dan Ocha cerita dua cerita Ocha—sedih dan bahagia ke sahabat Ocha dan orang-orang yang Ocha percayai aja.”

Ia hanya manggut-manggut saja. Ya, itu benar kok. Jadinya kamu tidak perlu khawatir.

“Cha...”

Sebelum ia meneruskan kata-katanya, aku langsung memotong pembicaraan dan bangkit dari tempat duduk sambil menarik ranselku yang kutaruh dikursi sebelahku ”Ocha harus pergi. Jam segini Ocha ada les.”

HOPEWhere stories live. Discover now