HOPE (chapter 7)

2.6K 40 1
                                    

chapter 7 : A gift to you

Aku menorehkan tinta berwarna merah pada kalender yang terpajang di kamarku, kutorehkan berbentuk lingkaran, tanggal 23 Agustus 2011. seminggu lagi ulang tahun kak Sandy.

“Cowok itu paling suka dikasih apa?” Tanyaku pada kakakku

“Kalo gue sih apa aja ya, tapi gue lebih suka dikasih kado yang berguna, ya maksudnya bisa dipakai, nggak cuma dipajang aja. Tapi gue nggak tau kalo sama cowok yang lain ya,” Jawabnya. Baru saja aku membuka mulut, ia langsung menyelaku “Oh iya, lo selidiki dulu deh harusnya dia suka apa”

Yang ada di dalam pikiranku sekarang adalah KEMEJA, ya, kemeja. Aku terpikir untuk menelepon Dyah untuk menemaniku pergi membeli kemeja di mall, sekarang sudah sore.

“Dyah, bisa temenin gue, kan?” Tanyaku

“ng... ngga bisa, Cha. Gue lagi di depok, dirumah sepupu,” Jawab Dyah disebrang telepon.

“Hah? Beneran? Aduuhh gue nggak ada motor nih buat kesana.”

“Minta tolong sama siapa kek gitu, maaf banget ya Cha. Gue lagi di Depok nih...”

Aku menghela napas “Hhh... yaudah nggak apa-apa.”

Aku langsung memutuskan panggilan telepon dan melempar ponselku ke ranjang, berpikir... Dian dan Kiki, dia nggak bisa naik motor. Rahmah, dia rumahnya jauh banget, motornya juga dipakai ayahnya. Dinda? Mana mau anak itu!. Mama papa belum pulang, kak Erlangga lagi dirumah temen.

Akhirnya aku langsung mengganti celanaku dengan celana jeans dan mengambil dompetku, berlari sampai depan sampai akhirnya aku menemukan bajaj, syukurlah.

                                       *           *           *

“Kemeja... kemeja,” Akumencari-cari kemeja yang bagus sampai kakiku pegal dan kelelahan sampai pada akhirnya aku menemukan kemeja kotak-kotak dengan paduan warna cokelat, putih dan hitam.

Aku segera membayar di kasir lalu keluar dari toko baju itu. ah tenggorokanku benar-benar kering. Aku mencari-cari penjual minuman di toko kecil,  sampai akhirnya aku membeli sebotol air mineral yang langsung kuhabiskan.

“Hah?! Tinggal 2 ribu?!” Aku terkejut begitu mendapati selembar uang yang berada di dalam dompetku. “Naik angkot nggak ada jurusan yang ke rumah gue! Naik bajaj nggak cukup! Masa iya gue ngutang sama tetangga? Eh tunggu, kayaknya ada deh naik metromini? Tapi nanti jalan lagi, nggak bener-bener deket sama rumah gue! Haduhhh!!”

Akhirnya aku keluar dari mall dengan segudang kecemasan, aku berjalan ke tempat yang agak sepi, mau tak mau aku kesini, karena tujuan metromini yang akan kunaiki pasti lewat sini. Sekarang sudah malam, sudah lewat jam 8. Tak ada angkutan umum yang lewat di tempat ini. Aku melirik ke segala arah, sepi...

“Neng, sendirian aja?” Tanya seorang lelaki berumur sekitar 30 tahun dengan kulit hitam terbakar matahari dan wajah yang... menyeramkan.

Aku tak meladeninya.

“rumahnya dimana, neng?”

Idihh?!

“yeeehh si eneng ditanya kok nggak dijawab?”

Aku tetap cuek.

“Neng!”

Cueekk... takuuutt...

“Woiii...!” Tiba-tiba lelaki tadi berteriak sambil melambaikan tangan kanannya ke arah lain, dan kulihat ada sekitar 3 orang lelaki yang mirip-mirip dengannya menghampiri kami. Wajah lelaki itu terlihat menyeringai, menyeramkan, maka aku segera pergi dari sini dan terus melangkah entah kemana yang penting aku pergi dari sini!

HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang