HOPE (chapter 13)

2.1K 36 9
                                    

Tian

berat bebanku meninggalkanmu

separuh nafas jiwaku sirna

bukan salahmu apa dayaku

mungkin benar cinta sejati 

tak berpihak pada kita

Begitu meresapi arti lirik lagu yang dinyanyikan Glenn membuatku terdiam tanpa air mata yang menetes sedikitpun. Entah kenapa aku tidak bisa menangis.

“Cha, makan!” Teriak kakakku dari balik pintu kamar

Aku membuka pintu kamarku yang terbuat dari kayu dengan perlahan. Aku menunduk tak ingin kakakku mengetahui diriku yang sedang rapuh ini. “Apa?”

“Makan, Cha.”

Aku mengangguk “Nanti, kak. Ocha mau ngerjain pr ekonomi dulu”

Kakakku diam sejenak. Lalu ia langsung masuk ke kamarku dan menutup pintu kamarku rapat-rapat, kemudian ia menyuruhku duduk di kursi yang tersedia di dekat jendela dan ia sendiri duduk didepanku sambil menatapku dengan mata yang sendu.

“Cha.”

Aku tersenyum “kenapa, kak?”

“Sandy udah ngapain lo?” Tanyanya dengan nada menyelidik “Sejak kapan lo ngerjain pr ekonomi?“

Aku menggeleng “ngga ada masalah apa-apa kok”

“Cha!”

“Nggak ada apa-apa!” Suaraku meninggi dan aku bergegas keluar dari kamar. Aku berlari mencari sandalku, helm dan kunci motor. Tanpa memperdulikan panggilan dari kakakku dan papaku di ruang keluarga yang sedang menonton televisi, aku langsung mengemudikan motorku. Keluar rumah. Entah kemana.

dengarkan, dengarkan lagu-lagu ini

melodi rintihan hati ini

kisah kita berakhir di januari

                                                            *           *           *

Otakku kalut, hatiku berkecamuk. Entah aku harus bagaimana. Menyebalkan dikala waktu penting begini, saat mengemudikan motor malah menangis, bahkan air mata yang keluar itu mengganggu konsenterasi dan pandanganku.

TIIIIN!!

Reflek aku mengerem, menahan tubuhku dengan kedua kakiku agar tidak jatuh bersama motorku. Aku hampir saja menabrak sebuah truk kuning besar.

“Neng! Gimana, sih!” Seorang lelaki bertubuh gemuk dan berkulit hitam yang mengemudikan truk besar itu memarahiku. Aku merasakan amarahnya, mendengar bentakannya, namun perasaan kesal tak sampai di batin ini, tak terasa.

                                                   *           *           *

Goresan pensil 2B itu terlihat penuh makna pada kertas yang warnanya agak kekuningan. Kertas daur ulang mungkin.

Kebiasaanku muncul bila aku sedang sedih. Aku menggambar, kali ini menggambar  seorang perempuan dengan ekspresi yang berbeda. Di sebelah kanan perempuan itu terlihat riang, namun disebelah kiri aku membuat gambar itu terlihat lebih kelam, gelap, dan ia terlihat gundah.

“hh...” Aku meremas kertas itu dan melemparnya pada tempat sampah dekat kolam disebelahku.

Menggambar di tempat penuh kenangan memang bukan ide yang bagus. Aku malah semakin terisak di tempat ini. Waktu itu aku berpikir tempat ini akan selalu menjadi tempat terindah, tiada kenangan yang tak indah. Dan pasti kenangan akan selalu bertambah tentangnya disini dengan seiring berjalannya waktu. Tapi...

HOPEWhere stories live. Discover now