Romantika 10

495 35 0
                                    

Tugas terakhir untuk mencintaimu adalah menyelesaikan kisah kita.

*

Aku memelukmu. Sebab kau bilang, kau punya itu. Kenyamanan dalam pelukan, kehangatan dalam tatapan. Tapi, kenapa tidak aku temukan itu dari kamu? Lantas laki-laki seperti apa yang harus aku percaya selanjutnya?

*

"Kak Veron!"

"Kamu ngapain lagi kesini?"

"Kenapa? Enggak boleh? Kakak nggak suka aku datang?"

Mbak Vanilla cantik tetapi bar-bar, yang tidak aku suka dari Mbak Vanilla adalah tidak bisa berpikir panjang dan senang memperkeruh situasi. Ia suka melebih-lebihkan masalah, tidak bisa berpikir positif sedikit saja.

"Nggak gitu, Van. Kakak ini lagi kerja, kamu nggak boleh terlalu serng datang karena konsentrasi Kakak bisa pecah karena kehadiran kamu."

Aku masih sibuk melamun, terpikirkan oleh Roma yang entah dimana dan apa kabarnya. Masa iya, sih, sepuluh hari kerja dalam arti dua minggu, ia tidak merindukanku sama sekali jika dia memang tertaarik?

Atau lagi-lagi, aku termakan rayuan Roma? Selama ini Roma benar-benar tidak pernah serius kepadaku?

"Yang benar hanya itu? Bukan karena karyawan Kakak yang namanya cantik tetapi buruk rupa?"

Gleg....

Aku meneguk saliva dengan susah payah ketika Mbak Vanilla mengatakan namaku sambil melotot tajam ke arahku.

"Vanilla! Jaga bicara kamu!"

Mbak Vanilla tersenyum miris mendengar peringatan Mas Veron. Ya, Tuhan, kali ini apa salahku?

"Oh, gitu ya? Sekarang senang bentak Vanilla cuman karena cewek kampung itu? Bagus. Heh, kamu! Lebih baik siapin surat resign secepatnya!"

"Vanilla!"

"Apa?"

Aku meremas tanganku kencang, kali ini aku tidak bisa memberi Mbak Vanilla toleransi lagi. Meski dia istri Boss besar, bukan berarti bisa semena-mena.

"Jaga sikap kamu! Minta maaf sama Cantik!"

"Minta maaf?" Mbak Vanilla tersenyum remeh. "Just in your dream."

Aku benci dengan senyum evil Mbak Vanilla. Kesalahan yang dulu juga Mbak Vanilla yang memulai, mengapa kini justru aku yang selalu dijadikan Mbak Vanilla pelaku sementara dia korbannya?

"Van!"

Seandainya kamu di sini, Roma. Seandainya kamu hadir dan menyelamatkanku dengan mengatakan bahwa kamulah Pangeranku, akankah semua lebih baik daripada benar-benar tanpa kamu? Kadang aku berpikir ketika aku di titik terendah itu, aku butuh kamu.

"Kakak pilih Vanilla atau dia? Kalau Kakak pilih Vanilla, pecat dia. Kalau Kakak pilih dia, jangan harap Kakak bisa lihat anak aku."

"Tapi salah saya apa? Saya karyawan biasa, sama seperti Mas Raka dan Bu Listy. Mbak Vanilla masih marah karena mug Mbak Vanilla yang pecah?"

"WOW!" Mulut Mbak Vanilla membeo, serius, heran kenapa Mas Veron bisa memiliki istri gila seperti Mbak Vanilla. "Berani, ya, lo?"

"Vanilla!"

Ketika Mbak Vanilla mendekat ke arahku, Mas Veron menarik lengan Mbak Vanilla dengan kuat hingga Mbak Vanilla merintih kesakitan.

"Kamu memang istri saya, tapi kamu tidak memiliki hak untuk mengatur sesuatu yang terjadi di perusahaan saya. Kamu pikir dengan memecat Cantik yang memiliki potensi besar tidak ada peraturannya? Yang mendapatkan SP tiga kali saja masih dipertahankan. Saya masih butuh Cantik untuk perusahaan saya."

"Sakit...."

Mbak Vanilla mencoba melepas cekalan tangan Mas Veron yang kelewat kuat. Aku kasihan tetapi Mbak Vanilla tidak termaafkan.

"Sakit, Kak. Lepas...."

"Saya nggak akan melepaskan kamu sebelum kamu meminta maaf dengan Cantik."

"Jangan mimpi!"

Mbak Vanilla menggigit kuat-kuat tangan Mas Veron hingga pria itu terpaksa melepaskan Mbak Vanilla. Mbak Vanilla berlari keluar, sementara kulihat, Mas Veron tidak tampak mengejar. Darah mengucur dari tangan Mas Veron.

Aku tentu tidak habis pikir dengan apa yang terjadi barusan. Ternyata sifat Mbak Vanilla nyata ada, bukan hanya di dalam novel-novel yang sering kubaca saja.

"Lo nggak apa-apa?" Mas Raka menyentuh bahuku, memberi sedikit ketenangan di antara rasa takut dan begitu tiba-tiba. Dan yang bisa kulakukan hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Tetapi, ketika Mbak Vanilla membuka pintu untuk keluar, tubuhnya membentur tubuh pria itu. Si Boss Gila yang sudah lama tidak kutemui, atau bisa kusebut; kurindukan?

"ROMAAA!"

Whoops! Maaf, Mas Veron. Karena ketika Roma datang, aku tidak sengaja berlari dan menghambur dalam peluk hangatnya. Aku meresapi tiap embusan napas dan menghirup dalam sensasi kayu-kayuan dicampur buah jeruk yang menguar dari tubuh Roma.

Anehnya, Roma hanya diam, dia tidak membalas pelukanku. Roma menjadi sosok dingin yang tidak pernah kutemui sebelumnya.

Roma, secepat itukah kamu bosan akan aku?

"Veron, ada apa dengan Vanilla?"

Pelukku memudar, kutepis jarak yang tadi kukikis di antara aku dan juga Roma. Saat kudongakkan pandangku, memang Roma terlihat marah pada Mas Veron yang membiarkan Mbak Vanilla berlari dengan deras air matanya.

Hening, Mas Veron enggan menjawab pertanyaan Roma. Sampai salah satu resepsionis datang mengetuk pintu ruangan kami.

"Maaf, Pak Veron. Mbak Vanilla jatuh di lantai dua."

"Bajingan, Veron!"

Kenapa Roma sangat marah? Kenapa justru Roma yang lebih mengkhawatirkan Mbak Vanilla dibandingkan dengan Mas Veron?

"Roma!"

Aku menangis di dalam hati.Jadi, begini ya, rasanya ketika ditinggal saat sedang sayang-sayangnya?

---

Yang ini nggak aku revisi, ya.

Jangan lupa vote dan komentar.

With Love,
Ay.

RomantikaWhere stories live. Discover now